Cerita panjang pemilihan presiden periode 2019-2024 telah sampai pada bab penutup. Cerita panjang itu mengisahkan dinamika demokrasi di Indonesia yang menggores hati masyarakat. Para petinggi partai boleh saja dengan enteng bicara "sekarang tidak ada lagi 01 atau 02.Â
Yang ada persatuan Indonesia" Tapi luka hati dan perpecahan didalam masyarakat yang disebabkan oleh cara berdemokrasi  yang tidak etis sungguh sangat menyakitkan. Bahkan korban nyawa akibat 'kebutaan" hati dan "nafsu" berkuasa telah mencederai subtasni demokrasi itu sendiri.Â
Cara berdemokrasi inilah yang menurut saya masih menjadi persoalan besar bangsa kita. Bagaimana persoalan ini diantisipasi dan diselesaikan sehingga pada pemilu berikutnya cara berdemokrasi para kandidat lebih etis dan humanis?
SMA Cinta Kasih Tzu Chi: Berdemokrasi Itu Indah
Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi ambil bagian secara sungguh-sungguh dalam upaya menyelesaikan persoalan ini. Master Cheng Yen dalam wejangan mengenai pendidikan menyampaikan "Menyelesaikan masalah dalam masyarakat bermula pada pendidikan".
Pendidikan di sekolah harus memberikan arahan, tuntunan dan praktik langsung yang kemudian dibiasakan bagaimana cara menyelesaikan masalah yang ada didalam masyarakat. Karena itulah kami selalu dan terus melakukan pembiasaan-yang kami sebut budaya humanis-melakukan tindakan solutif atas persoalan keprihatian masyarakat. Dalam kaitan dengan cara berdemokrasi yang etis dan humanis, salah satu yang kami gunakan adalah pemilihan ketua OSIS.
Pentahapan dan cara pemilihan ketua OSIS kami laksanakan persis seperti pentahapan dan pemilihan presiden. Tahap pendaftaran dan verifikasi data, tahap pengumuman kandidat yang lolos seleksi administarasi, tahap kampanye, hari tenang dan tahap pencoblosan. Setiap tahap dilaksanakan secara transparan. Prinsip transparansi sangat penting dijungung tinggi karena prinsip transpransi selalu berhubungan dengan prinsip profesionalitas.Â
Tahap yang paling krusial yaitu tahap kampanye dan debat kandidat. Misalnya pada pemilihan presiden lalu. Â Kita semua melihat pada tahap ini begitu banyak kampanya hitam, hoax, dan bahkan menyerang personal kandidat lain oleh kandidat lawan. Saling serang pun kentara pada saat depat calon presiden pada waktu lalu. Saling serang ini terus berlanjut hingga pada penyelesaian di mahkamah konstitusi. Di sini pun kita menyaksikan drama yang sangat tidak berkualitas untuk sebuah adegan nasional.
Kami melakukan semua tahap ini dengan sangat indah. Pada setiap kampanye setiap calon mengkampayekan visi dan misi kandidat tanpa sedikitpun meyinggung visi kandidat lain. Yang lebih  menarik lagi ketika mereka naik panggung debat. Pada sesi setiap kandidat harus menanggapi kandidat lain, terjadi tampilan yang sangat indah.Â
Masing-masing kandidat "mengakui hal positif pada kandidat lain". Bahkan sesekali ada kandidat yang memuji kandidat lain. Inilah sebuah pembelajaran penting. Menampilkan diri terbaik tidak harus merendahkan orang lain, justru sebaliknya. Tidak ada kandidat yang "sakit" oleh perkataan kandidat lain. Pada akhir pemilihan, sang pememang mendapatkan pelukan dari semua kandidat. Potret indah cara bedemokrasi.
Dari proses pemilihan ketua OSIS semua siswa mendapatkan membelajaran cara berdemokrasi yang etis dan humanis.
Semoga dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi lebih harmonis. Kami sadar bahwa panggilan sekolah adalah memberi kepada para siswa lingkungan yang baik dan arahan agar mereka cerdas secara intelektual sekaligus memiliki budi pekerti lurhir dan budaya humanis yang kuat, sebagaimana yang selalu dinasihatkan oleh Master Cheng Yen.
- Purwanto (Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi Cengkreng).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H