Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Kapabilitas Pengurus Koperasi Kunci Kesejahteraan Anggota (Part 1)

21 Agustus 2018   09:14 Diperbarui: 21 Agustus 2018   09:44 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan dan Pelatihan Pengelola Koperasi

Muhammad Hatta, tokoh besar dalam pergerakan perkoperasian di Indonesia. Beliau sangat gelisah menyaksikan hidup rakyat Indonesia saat setelah kemerdekaan. 

Rakyat hidup miskin, terjerat lintah darat, ekonomi sangat sulit, korupsi mulai menggurita, kapitalisme makin kuat menguasai ekonomi nasional. Kegelisahaan yang membuat hidupnya tidak bahagia sampai beliau menemukan satu kendaraan yang bisa menghantar rakyat Indonesia hidup sejahtera. 

Kendaraan itu bernama Koperasi. Koperasi baginya satu-satunya kendaraan untuk sampai kepada kesejahteraan; koperasi adalah system ekonomi nasional yang demokratis. Kegelisahan beliau dan pemikirannya mengenai koperasi dapat kita temukan dalam buku beliau "Membangun Koperasi, Koperasi Membangun"

Kondisi Real Saat Ini

Apakah kegelisahan beliau sudah bisa dijawab oleh koperasi saat ini? Dengan perkataan lain, apakah koperasi saat ini sudah mampu menjadi system ekonomi nasional? Dan apakah koperasi sudah benar-benar menjadi kendaraan yang mengantar anggotanya hidup sejahtera? Dua pertanyaan itu menurut saya mempunyai jawaban yang sama. BELUM. Koperasi belum bisa menjadi system ekonomi nasional. 

Kesejahteraan yang berkeadilan belum merata dinikmati masyarakat. Jangankan mensejahterakan anggotanya, malahan saat ini banyak koperasi yang menyimpang dari misi pokok. Berkedok koperasi tetapi menjalankan investasi bodong; berbadan hukum koperasi tapi berjiwa renternir. 

Saya bukannya pesimistis, tapi kritik reflektif. Bahkan media nasional pada bulan Januar 2018 merilis, selama tahun 2017 terdapat 40.013 koperasi dibubarkan oleh kementerian koperasi, dan lebih dari 62 ribu dinyatakan sebagai koperasi tidak sehat alias butuh dibina. 

Masih ada sekitar 153 ribu koperasi yang dinyatakan cukup sehat menurut ukuran penilaian kesehatan koperasi. Dari sekian koperasi yang sehat itu, berapa besar yang sungguh memperjuangkan misi mensejahterakan anggota, dan berapa banyak anggota yang kesejahteraannya meningkat? Tidak ada data yang pasti.

Koperasi Butuh Pembinaan, Pembenahan dan Pendampingan

Sebagai insan koperasi yang giat memberi pelatihan, dan Pendidikan perkoperasian, saya menyaksikan betapa realitas perkoperasiain membutuhkan gerakan pembinaan, pembenahan dan pendampingan yang intensif dan sistematis serta berkelanjutan. 

Dengan pembinaan saya maksudkan adalah peningkatan kualitas manusia baik pengelola maupun anggota. Pembenahan dilakukan pada system tata kelola sedangkan pendapingan adalah tindakan coaching agar proses pembinaan dan pembenahan itu berjalan seperti seharusnya.

Pada tulisan yang pertama ini saya akan sharingkan bagian pembinaan. Yang dimaksudkan dengan pembinaan disini adalah pembinaan pengelola, yakini pengurus (dan pengawas).

Pembinaan Pengurus dan Pengawas Koperasi

Dasar Perundangan

Pengelola koperasi adalah pengurus. Hal ini dengan sangat tegas dikatakan dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Sebagai pengelola koperasi, perundangan menuntut adanya standar kompetensi yang harus dimiliki oleh pengurus, termasuk jika pengurus mengangkat manajer. 

Standar kompetensi itu wajib disertifikasi oleh lembaga sertifikasi profesi. Ketentuan wajib sertifikasi standard kompetensi ini tercantum pada Permen Kop dan UKM RI Nomor 15/Per./M.KUKM/IX/2015 Tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi pasal 13 (5) menyatakan setiap pengelola Koperasi WAJIB MEMILIKI SERTIFIKAT STANDAR  KOMPETENSI sebagai pengelola. 

Adapun Standar Kompetensi yang harus dimiliki oleh pengelola koperasi telah ditetapkan dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Kep. 133/MEN/III/2007 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Sektor Keuangan Sub Sektor Perantara Keuangan Bidang Koperasi Jasa Keuangan

Ini amanat perundangan yang mengikat semua pengelola koperasi. Saya sendiri sebagai fasilitator KJK (Koperasi Jasa Keuangan) melihat dengan terang benderang banyak koperasi memiliki pengurus yang kompetensinya masih jauh dari standar yang diwajibkan. Dan tentu saja belum mempunyai sertifikat Standar Kompetensi sebagai pengelola. 

Ketika kami mengadakan diklat dan uji sertifikasi, pengurus dari koperasi yang sangat besar pun dari sisi pengetahuan, sikap dan ketrampilan masih banyak yang belum memenuhi kualifikasi. Dari data seperti ini saya bisa mengerti mengapa misi koperasi untuk mensejahterakan anggota masih jauh api dari asap.

Pembinaan (Calon) Pengurus dan Pengawas

Sudah menjadi rahasia umum, saya pun mengalami bahwa mencari kader calon pengurus koperasi tidak mudah. Tidak seperti kursi dewan perwakilan rakyat yang direbutkan. Menjadi pengurus koperasi cenderung dihindari. 

Ada tiga tahap pembinaan calon pengurus sampai menjadi pengurus.

Tahap pertama: Magang

Bung Hatta pernah mengatakan pengelola koperasi adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan perkoperasian dan pernah magang di koperasi. Magang dimaksudkan agar calon pengurus benar-benar mengetahui kondisi koperasi yang akan dikelola. Pengetahuan terhadap kondisi koperasi akan memunculkan inisiatif yang bersifat preventif, maupun kurattif.

Tahap Kedua: Pembekalan Calon Pengurus

Pembekalan bagi calon pengurus adalah tahap yang sangat penting. Ketika beberapa orang yang sudah magang bersedia dicalonkan menjadi pengurus, tentu saja mereka harus dibekali dengan pengetahuan (Knowledge), Sikap (Atitude) dan Ketrampilan (Skill) yang menjadi tuntutan pengurus.

Tahap Ketiga: Bina Lanjut 

Ketika seseorang sudah menjadi pengurus, formatio lanjutan harus dilakukan. Pembinaan ini menyangkut pengembangan wawasan dan pengetahuan perihal pengembangan koperasi. Tentu saja standard kompetensi sebagai pengurus seyogyanya disertifikasi sebagaimana menjadi tuntutan perundangan. Bina lanjut pagi pengurus bisa pendalaman atas 12 kompetensi sebagai pengelola, bisa juga peningkatan kompetensi kepemimpinan.

Ruang Lingkup Kompetensi

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Kep. 133/MEN/III/2007 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Sektor Keuangan Sub Sektor Perantara Keuangan Bidang Koperasi Jasa Keuangan menetapkan 12 kompetensi yang harus dimiliki oleh pengelola koperasi, yaitu:

  • Melakukan Prinsip-prinsip pengelolaan Organisasi dan Manajemen Koperasi Jasa Keuangan
  • Melakukan Prinsip-prinsip Pengelolaan Organisasi dan Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah
  • Menyusun Perenanaan Strategis
  • Memberikan Motivasi
  • Melaksanakan Pengendalian Intern
  • Melakukan Kontrak Pinjaman/Pembiayaan dan Pengikatan Agunan
  • Menilai Tingkat Kesehatan Koperasi
  • Menganalisis Program Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya
  • Mengamankan Aset dan Infrastruktur
  • Melakukan Kemitraan
  • Melakukan Negosiasi
  • Melakukan Presentasi

Selain dari 12 kompetensi yang ditetapkan dalam SKKNI, saya melihat ada dua kompetensi lain yang sangat penting, dan ini menentukan kesuksesan sebagai pengurus/pengawas. Dua kompetensi itu adalah: Ketrampilan berkomunikasi dan Ketrampilan mengelola emosi. Dua kompetensi ini akan saya refleksikan pada bagian lain.

Penutup

Berapa banyak koperasi yang mempersiapkan proses pergantian kepengurusan melalui tahap-tahap itu? Sebagian besar koperasi dikelola oleh pengurus yang asal mau. Mereka tidak mendapatkan pembekalan. 

Mereka adalah orang-orang yang dipilih bukan karena profesinalitas dan kompetensinya tetapi karena bersedia. Akibat yang mucul kemudian adalah koperasi berjalan sangat lambat dan cenderung berhenti di tempat. 

Koperasi menjadi ajang pertempuran kekuatan yang pro kesejahteraan anggota dengan kekuatan penumpukan modal perseorangan/golongan. Bisa dimengerti jika banyak koperasi setiap tahun menunggu tindakan amputasi oleh kementrian koperasi. 

Menyadari betapa penting dan lururnya panggilan koperasi sebagai kendaraan yang mengantar anggota kepada kesejahteraan, maka proses rekrutmen dan pembinaan pengurus/pengawas koperasi harus dirancang secara intensif, sistematis dan berkelanjutan. 

Untuk hal seperti ini saya selalu siap sharing. Adalah bahagia bisa berbagi untuk kesejahteraan masyarakat koperasi. Semoga Bapak Menteri Koperasi mengerahkan kekuatan untuk melakukan pembinaan kepada koperasi melalui berbagai pelatihan dan pendidikan. 

Ingatlah, pendidikan adalah jantungnya koperasi. Melalui pendidikan itu pula kapabilas pengurus koperasi meningkat. AMDG (Agustinus Purwanto-Fasilitator KJK, penggiat koperasi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun