Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Masih Mungkinkah Menciptakan Keadilan Sosial Melalui BPJS Kesehatan?

20 September 2016   16:28 Diperbarui: 20 September 2016   16:52 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Ada Orang Tidak Mau Solider?

Pertanyaan ini sebenarnya aneh mengingat manusia pada dasarnya makhluk yang tergerak untuk solider. Manusia itu makhluk sosial bukan hanya bahwa ia hidup membutuhkan orang lain, lebih dari sekadar itu, manusia itu pada fitrahnya berkembang ketika ia membantu orang lain. Solider adalah fitrah manusia. Ketika manusia tidak mau solider tentu terdapat alasan yang mendasarinya. Dalam konteks kepesertaan BPJS kesehatan masih banyak masyarakat yang tidak menjadi anggota BPJS kesehatan (35.7%) terutama orang-orang kaya yang diharapkan bisa memberi subsidi silang kepada masyarakat miskin. Saya melihat beberapa factor penyebab:

1. Layanan BPJS tidak standar dengan kebutuhan layanan kesehatan orang  kaya dalam pengobatan. Keluhan masyarakat terhadap buruknya pelayanan BPJS kesehatan menjadi bukti nyata bahwa layanan BPJS kesehatan masih dibawah standar. Padahal kita mengetahui bahwa layanan terbaik adalah harga yang dibayar oleh para konsumen, terutama orang kaya. Mereka akan membayar pelayanan terbaik dengan harga berapapun yang harus dibayar.

2. Sifat individualis masyarakat. Tidak bisa dipungkiri arus modernisasi, globalisasi dan perkembangan teknologi membuat masyarakat kita makin sekuler dan kurang peduli pada orang lain. Konsumerisme dan hedonism telah menggilas nilai-nilai tradisi luhur nenek moyang, termasuk gotong royong dan semangat solider. Manusia makin asik dengan dirinya sendiri. Ia lebih memilih soliter (sendiri) daripada solider. Semangat kebersamaan makin luntur. Nilai-nilai tradisional mulai ditinggalkan masyakarat, terlebih masyarakat perkotaan. Semisal, kerja bakti sering diwakilkan kepada orang lain yang dibayar. Daya ikat masyarakat mulai kendor karena relasi sosial didominasi oleh jejaring sosial yang mengeliminasi perjumpaan fisik. Padahal gotong royong adalah semangat kebersamaan yang terbentuk karena perjumpaan fisik

3PJS kesehatan “dipandang” fasilitas masyarakat kelas bawah. Bagi masyarakat ekonomi kelas atas, status sosial adalah citra sosial mereka. Mereka akan membayar berapapun mahalnya biaya untuk membangun gambaran sosial ini. Lihat saja, mal orang kaya beda dengan mal orang menengah ke bawah; sekolah anak orang kaya juga berbeda dengan sekolah anak orang kelas menengah kebawah. Demikian pula dengan rumah sakit atau layanan berobat. Orang kaya akan pergi ke rumah sakit mahal, dengan fasilitas dan kemudahan yang akan memperkuat status sosial. Sementara itu kita tahu BPJS kesehatan menghadirkan gambaran pengobatan kelas menengah ke bawah. Lihat saja antrian yang sangat panjang ketika harus berobat. Antrian panjang adalah gambaran masyarakat miskin. Orang kaya tidak mau antri karena mereka bisa membayar “red carpet”. BPJS kesehatan tidak memfasilitasi orang kaya menunjukkan eksistensi mereka sebagai orang kaya. Bahkan iuran BPJS kesehatan untuk kelas 1 (Rp 80.000) belum merepresentasi kelas sosial orang kaya. Akibat yang kemudian muncul di rumah sakit adanya “jalur belakang” bagi orang kaya yang mau membayar; adanya kuota pasien BPJS kesehatan untuk rumah sakit tertentu, adanya rumah sakit-rumah sakit swasta yang tidak menerima pasien PBJS kesehatan.

Lima Terobosan yang Inovatif bagi BPJS Kesehatan supaya Okey

Supaya tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, baik yang kaya maupun yang miskin tertama dalam layanan kesehatan maka perlu dilakukan beberapa terobosan yang inovatif.

1. Program BPJS kesehatan harus diikuti dengan peraturan perundangan yang ketat dan mengikat. Pemerintah harus memberi sanksi yang jelas dan tegas kepada masyarakat yang tidak mematuhi program ini. Sepertinya pemerintah ragu menerapkan program ini sebagai program yang mengikat seluruh warga Negara. Program yang masih menjadi pilihan. Akibatnya BPJS kesehatan mengalami kekurangan dana untuk membiayai pasien yang sakit. Prinsip kegotongroyongan belum terwujud secara maksimal. Sangki-sanksi yang jelas dapat dikenakan pada masyarakat yang tidak mengikuti program ini. Misalnya akan dikenai biaya tambahan ketika mengurus visa atau passport atau pajak tambahan. Sanksi seperti ini mengandaikan adanya system online yang terintegrasi pada setiap departemen atau bidang kehidupan bernegara. Karena itu saatnya pemerintah menggunakan system online yang terintegrasi pada setiap departemen atau bidang kehidupan bernegara.

2. Pemerintah harus memberi fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Termasuk didalamnya adalah fasilitas untuk orang kaya. Produk yang dikeluarkan untuk orang kaya seperti asuransi. Mereka membayar mahal, dan akan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan yang mereka bayarkan. Saya yakin orang kaya tidak akan keberatan membayar ratusan ribu setiap bulan untuk kesehatan dengan pelayanan terbaik. Pembayaran produk yang lebih besar ini disertai dengan penyadaran sebagai bentuk solidaritas sosial kepada masyarakat miskin.

3. Sosialisasi yang bekelanjutan bersama tokoh agama. Pemerintah harus menggandeng para tokoh agama mensosialisasikan PBJS kesehatan sebagai wadah solidaritas, khususnya masyarakat miskin. Melalui tokoh agama, masyarakat akan disadarkan bahwa kepesertaan dalam BPJS adalah perwujudan dari kehidupan iman.

4. Jangan menyamakan orang kaya dengan miskin. Layanan untuk orang kaya berbeda dengan orang miskin. Ini sebuah kenyataan yang tidak bisa disangkal. Karena itu, program PBJS kesehatan harus mengakomodasi perbedaan ini, dan tidak berusa menyamakan pelayanan kepada mereka. Subsidi silang selalu terjadi karena yang membayar mahal mendapatkan layanan lebih baik sehingga dana bisa disharingkan kepada yang kurang mampu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun