Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Teknologi Komunikasi Internet Belum Menjadi Tulang Punggung Pendidikan di Sekolah

30 Januari 2016   10:05 Diperbarui: 30 Januari 2016   13:59 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai guru di Jakarta saya melihat keberadaan internet di sekolah belum mampu menjadi bagian integral pembelajaran. Ketika sarana ini telah tersedia, sang disainer pembelajaran dalam hal ini guru belum memaknai secara maksimal. Kadang terlihat PC dikelas dan jaringan internet hanya sebagai kepentingan promosi menarik siswa baru, bukan sebagai media pokok pembelajaran. Dulu pernah dikatakan hal itu disebabkan karena guru tidak mendapatkan pelatihan. Tapi saat ini pemikiran itu keliru, karena bukan karena tidak memiliki ketrampilan menggunakan TIK untuk pembelajaran melainkan tidak ada spirit untuk berani meninggalkan “kenikmatan”. Guru lama mengajar dengan model lama, ceramah, mencatat dan memperlakukan siswa seperti “tempayan” istilah Paulo Freire adalah kenikmatan bagi seorang guru. Banyak guru beranggapan yang namanya belajar itu yang harus tenang, siswanya mendengarkan ceramah guru.

Ribet dengan persiapan. Alasan ini pernah dimunculkan seorang guru pada salah satu sesi seminar. Mengajar menggunakan LCD, audio visual, materi dari internet dikatakan terlalu ribet mempersiapan. Dibalik ungkapan ini tersirat bahwa guru tersebut tidak mau melakukan hal baru. Mental tidak mau berubah. Ini didukung dengan ungkapan yang lebih dahsyat lagi “saya ngajar seperti ini dari dulu gak ada masalah, murid saya pada sukses, ada yang jadi dokter, insiyur, pengusaha”. Kemandegan. Status quo.

Anda bisa mendaftar dan menemukan daftar tambahan kecenderungan dan perilaku yang menghambat ICT tidak diimplementasikan dalam pembelajaran disekolah (silakan ya untuk memperkaya kita). Menyadari semua itu, perlu adanya sebuah reformasi mental diantara palaku pendidikan, guru dan pengelola pendidikan.

[caption caption="Teknologi Internet Harus Menjadi Bagian Integral Pembelajaran di Sekolah| Ilustrasi: www.relatably.com"]

[/caption]Reformasi Mental Guru dan Pengelola

Mental selalu menjadi dasar bagi setiap perubahan. Pentingnya mental ini ibarat kantong anggur. Anggur baru harus ditempatkan dalam kantong yang baru jika anggur baru ditempatkan dalam kantong lama maka kantong itu akan hancur. Demikian juga revolusi pembelajaran melalui TIK, jika dilakukan dengan tidak mengubah mental guru dan pengelolanya niscaya secanggih apapun instrumen dan tool yang digunakan tetap saja tidak memberi perubahan yang maksimal. Berikut beberapa perubahan yang bisa dilakukan untuk membangun reformasi mental guru dan pengelola. Perubahan cara berpikir menyangkut hal berikut:

Pendidikan adalah proses belajar guru dan siswa bukan hanya untuk siswa. Ini berarti guru harus memandang proses pembelajaran yang dilakukan di kelas adalah proses belajar yang terjadi bukan hanya pada siswa melainkan juga pada diri sang guru. Dengan sikap seperti ini guru akan lebih rendah hati, tidak memandang siswa seperti kertas putih atau tempayan kosong yang harus diisi.

Ia tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam mendengarkan siswa. Barangkali hal seperti ini tampak sederhana, tapi sesungguhnya tidaklah demikian karena menyangkut kemampuan “membaca” situasi dan keadaan psikologi siswa. Kemampuan ini menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru untuk mampu mengelola kelas dengan baik (class room management). 

Guru bukan manusia serba tahu. Sikap ini akan mendorong guru bersikap rendah hati, dan selalu mencari tahu dari berbagai sumber lain, misalnya internet. Guru akan menyadari diluar dirinya terdapat ilmu pengetahuan yang lebih mendalam. Ia akan mendorong para siswanya lebih aktif mencari pengetahuan dari sumber lain selain dirinya.

Ia akan menjelajahi alat-alat baru. Inilah sikap pembelajar sejati. Tak pernah merasa puas dengan pencapaian yang ada. Ia akan mencari peralatan baru yang mempermudah siswanya mendapatkan pengetahuan. Keberadaan TIK akan digunakan untuk mengembangkan dirinya dan internet akan dimanfaatkan untuk memperluas cakrawalanya.

Ia akan terus belajar dari siapa saja, kapan saja dan dimana saja serta mengenai apa saja. Kesadaran ini adalah konsekuensi dari pola pikir sebagai manusia yang tidak pernah sempurna. Ia akan terus mengembangkan diri karena hanya dengan mengembangkan diri ia bisa menginspirasi para siswanya. Ia menyadari bahwa belajar tidak akan pernah berhenti.

Guru menyadari sebagai seorang pendidik yang tidak tergantikan oleh teknologi. Kesadaran ini membentuk dirinya menjadi seorang pribadi yang terus refleksi karena ia tahu ketika mengajar didepan kelas, bukan hanya pengetahuan yang ia transfer kepada para siswa tetapi juga nilai dan penghayatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun