Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

KRL Bukan Sakadar Alat Transportasi, Tapi Media Transformasi

2 Desember 2015   22:18 Diperbarui: 2 Desember 2015   22:38 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

“Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak untuk dijalani” kata Aristoteles. Melalui tulisan ini saya mau mensharingkan refleksi saya mengenai pengalaman menggunakan jasa PT KAI Commuter Line Jabodetabek (KCJ). Saya menyadari bahwa kecerdasan intelektual saja tidaklah cukup untuk kesuksesasan. Dibutuhkan karakter yang kuat, yang dibangun dari nilai-nilai kehidupan seperti, tanggung jawab (responsibility), kemandirian, kejujuran, keberanian/rasa percaya diri (self confidence) dan hati berbela rasa. Nilai-nilai itu mungkin saja bisa diperoleh di sekolah tetapi membatin melalui kegiatan-kegiatan nyata, dan lebih dari sekedar kegiatan adalah pembiasaan.

Untuk proses pembatinan nilai-nilai itu, bagi saya KCJ adalah sekolahnya, pengalaman adalah kurikulumnya, dan refleksi adalah metodenya. Setiap hari saya mengantar anak saya ke sekolah menggunakan jasa KCJ.  Tepatnya sejak bulan Juli 2015 saya dan anak saya menjadi pengguna jasa setia KCJ, dari stasiun Rawa Buaya menuju Stasiun Gondangdia. Anak saya sekolah dikawasan Menteng. Tiada hari tanpa KRL. Banyak peristiwa dan pengalaman yang kami alami selama di KCJ. Satu hal yang pasti bahwa rutinitas naik KCJ menjadi live-in konkret bagi anak saya. Setiap hari selalu mendapatkan pembelajaran berharga, baik itu menyangkut fasilitas KCJ, layanan para petugas  maupun perilaku penumpang.  

 

Live-in di KRL

Kebersihan yang ada di stasiun dan didalam kereta memberi pembelajaran betapa mencintai lingkungan bersih adalah nilai yang sangat penting bagi kenyamanan. Dibutuhkan sarana pendukung dan mentalitas semua orang, dan karena itu selalu diingatkan. Saya perhatikan anak saya selalu menghindari makan saat memasuki stasiun supaya tidak meninggalkan sampah.

[caption caption="Bersih dan Segar"][/caption]

Suatu kesempatan seorang lanjut usia (lansia) mengalami kesulitan berjalan untuk mencapai gerbong kereta. Serta merta seorang sekuriti lari membantu penumpang tersebut sampai memasuki kereta dan mencarikan tempat duduk. Saya lihat anak saya serius memperhatikan peristiwa tersebut. Sebuah contoh keteladanan sikap bela rasa kepada orang lemah ditunjukkan petugas. Peristiwa seperti itu terjadi beberapa kali di Stasiun Manggarai dan Duri. “Ini luar biasa” pikir saya. Saya sendiri kagum karena memang saya belum pernah naik KRL sebelumnya.

Saya perhatikan para penumpang saat pulang kerja tampak capai sehingga mudah terlelap sesaat setelah duduk. Dalam kondisi berjubelan penumpang, anak saya yang masih kelas 7 SMP sering memberikan tempat duduknya kepada orang tua dan atau ibu-ibu. Dalam hati saya berucap “ini anak mulai memiliki bela rasa”. Sebuah pembelajaran dari kondisi konkret. Hal lain yang membuat saya terkadang heran adalah ketika para penumpang lari berebut mencari tempat duduk disetiap peron, anak saya justru santai. Ia mulai berpikir mendahulukan orang lain. Sebuah karakter yang terbentuk dari pengalaman real.

Anak saya sekarang tampak lebih mandiri dan berani. Malah terkadang saya yang kurang tega melepaskan dia pulang sendirian. Namun, karena situasi dan kondisi yang memaksa, dia sering pulang sendiri. Saya bersyukur bahwa keberanian ini mulai terbentuk dalam dirinya. Hidup di Jakarta memang membutuhkan keberanian tapi keberanian yang benar; butuh kemandirian tapi kemandirian yang berbela rasa dalam kebersamaan. Karakter ini mulai tampak dihidupi anak saya. Ini lah yang saya sebut sebagai transformasi diri.

 

KCJ Cermin Kehidupan Sosial

KRL adalah transportasi massal. Penumpangnya sebagain besar berasal dari lapisan masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah. Dan karena itu mentalitas penumpang pun beragam. Keaslian para penumpang tampak jelas saat jam pulang kerja dimana penumpang berdesakan; mereka saling berebut tempat duduk-berebut kenyamanan-, bahkan ketergesa-gesaan atau “diburu nafsu” menjadi pendorong pertama mereka memasuki gerbong kereta, tidak jarang terjadi gesekan dan dorongan yang berakibat pada konflik. Saat seperti inilah situasi yang kurang manusiwi dipertontonkan. Didalam kereta pun praktek ini berlanjut, yang muda pura-pura tidur sehingga “tidak melihat” ada lansia atau wanita hamil sedang berdiri, dan penumpang lain pun enggan menegur karena tidak mau terganggu kenyamanannya. Saat seperti ini setiap penumpang seolah mencari kenyamanan masing-masing. Bahkan pernah saya jumpai tempat duduk prioritas pun dinikmati oleh orang yang tidak berhak, dan tidak ada penumpang yang mau menegur.            Itulah cermin dari potret social masyarakat kita. Pada saat saat seperti itu pihak KCJ harus lebih memaksimalkan petugas dan meningkatkan kualitas pelayanannya, baik di stasiun, di setiap peron dan juga di dalam kereta. Padatnya penumpang memberi potensi tindakan negative muncul, baik itu tindakan egosentris maupun tindakan kriminal seperti pencopetan dan pelecehan seksual. Rasa solidaritas dan bela rasa harus tetap dihidupkan; dalam hal ini petugas harus makin proaktif berjaga dan berkeliling ke setiap gerbong. Pihak KCJ  bisa menempatkan sekuriti disetiap gerbong jikalau padatnya penumpang mengganggu mobilitas mereka, dan menemmpatkan sekuriti wanita pada  gerbong khusus wanita.

 

KCJ Upgrade!

Hal lain yang bisa dilakukan oleh KCJ yaitu upgrade fasilitas, dan layanan. Saya perhatikan hamper disteiap kereta selalu ada televisi. Memang ada sih kereta yang tidak ada televisinya. Televisi tersebut selama ini lebih banyak digunakan sebagai media tayangan iklan, dan jika tidak bernyala televisi biasanya mati.  Padahal menurut saya televisi tersebut bisa digunakan untuk tujuan produktif, menyegarkan pikiran penumpang dan memberikan penghiburan. Misalnya acara-acara yang mampu memproduksi fungsi otak kanan, seperti film komedy, stand up comedy, acara humor atau juga selingan musik yang mampu membangkitkan imajinasi positif. Sehingga para penumpang mendapatkan kesegaran dan tetap terjaga emosi positifnya, terutama saat mereka pulang kerja dimana kondisi fisik lelah dan emosi positif cenderung menurun. Acara tv seperti juga bisa meminimalisir ketegangan psikis dan membangkitkan kreativitas. Selain itu, himbauan supaya setiap penumpang mempriorritaskan kaum disabilitas, lansia dan wanita hamil dapat juga disosialisasikan secara terus menerus melalui tv dalam bentuk komedi atapun fim kartun.

 

Pentup

 Kesadaran akan kekurangan menjadi langkah awal untuk perbaikan yang berkelanjutan; inovasi adalah hal lain yang dibutuhkan untuk terwujudnya kenyamanan. Artinya, kereta api listrik (KRL) tidak hanya membutuhkan perbaikan melainkan juga sebuah inovasi. Inovasi yang bisa dilakukan dengan memaknai secara baru apa yang telah ada. Terlepas dari semua kekurangan yang masih ada, KRL bagi saya bukan sekadar alat transportasi melainkan media transformasi mental semua orang yang terlibat, petugas dan penumpang. Dengan upaya perbaikan yang terus dilakukan, saya yakin KCJ menjadi Best Choice for Urban Transport bagi masyarakat Jabodetabek. Transportasi inilah yang kiranya tepat untuk mendapatkan subsidi yang lebih besar dari pemerintah sehingga bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Ongkos murah, kenyamanan melimpah. Masyarakat makin Cinta KRL.

 (Agus Purwanto)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun