Tahukah anda sekalian apa itu generasi X, generasi Y, generasi Z, dan generasi baby boomers, atau generasi alpa? Mungkin kita sering mendengarnya di banyak media seperti koran, majalah, reklame di tempat umum, atau juga media digital semacam media sosial, dan platform terkenal lainnya. Tetapi bagi anda yang belum mengetahuinya generasi X adalah mereka yang lahir di tahun 1930 - 1980.Â
Ya bila konteks warga Bangasa Indonesia, mereka sempat merasakan perjuangan bangsa demi kemerdekaan. Ciri khas dari generasi X adalah tangguh, berkarakter, dan mampu berniaga serta mudah beradaptasi. Generasi Y adalah mereka yang lahir di tahun 1981 - 1995.Â
Mereka memiliki karakter sebagai yang terbuka akan keadaan ekonomi sosial dan politik sehingga membuat mereka cenderung reaktif terhadap perubahan yang terjadi. Generasi Z adalah mereka yang lahir di tahun 1996 - 2010. Mereka tentu sangat akrab dengan smartphone berserta kemudahannya, sehingga mereka dicirikan sebagai yang kreatif dan sangat ingin melakukan segalanya secara cepat dan bersamaan atau multitasking.Â
Namun diatara mereka yang produktif, terselip pula istilah generasi yang digolongkan atas kesamaan tanggungan. Generasi ini dinamakan sebagai generasi sandwich, apa masudnya? Sandwich di analogikan sebagai yang berlapis-lapis. Lantas ada apa dengan kata lapis?
Namun sebelumnya kita harus tahu generasi sandwich itu ialah mereka yang sudah bekerja dan harus menanggung kebutuhan keluarganya sendiri juga kebutuhan generasi di atasnya. Maka sudah dapat diterka maksud sandwich yang berlapis-lapis itu, yang adalah mereka yang memiliki tanggungan ganda atau bahkan lebih.Â
 Dalam laporan LitBang koran Kompas didapatkan data bila sebanyak 56 juta warga Indonesia tergolongi sebagai generasi sandwich, yang berarti merekalah yang menanggung nafkah bagi keluarga mereka sendiri serta generasi di atas mereka. Lantas, apakah mereka semua merasa keberatan dengan tanggungan yang tertanggung oleh mereka?Â
Tentu tidak seluruhnya generasi sandwich merasa terbebani. Mereka yang merasa terbebani dan tertekan adalah mereka yang dari kelas berpenghasilan menengah kebawah. Dengan dana kurang dari satu juta harus mereka berikan pada generasi di atas mereka. Sementara mereka yang dari kelas ekonomi menengah ke atas sangat bervariasi memberi bantuan bagi generasi diatas.
 Keadaan yang demikian benar- benar terjadi nyata di seluruh Indonesia. Bila coba kita forecasting, keadaan tersebut sama sekali tidak baik bagi Indonesia yang sedang bergerak ke tahun emas 2045 yang dicanangkan pemerintah. Tentu ini akan sangat berdampat kepada banyak sektor seperti pendidikan, kesehatan, dll.Â
Mungkin saja generasi emas yang sedang pemerintah arahkan, tidak tercapai karena mutu dan kualitas pendidikan yang generasi muda terima tidak memenuhi standarisasitumtutan zaman akibat dari pendidikan yang seadanya yang diakibatkan biaya pendidikan yang mahal dari tahun ketahun dan itu terus meningkat sebesar 6.03 % pertahun. Sementara naiknya biayaya pendidikan tidak diimbangi pendapatan orang tua yang bertambah.Â
Bidang yang lain yang ikut terpengaruh adalah kesehatan. Dengan gaji yang rendah dan harus dibagi pula dengan generasi yang di atas, harapan hidup individu dalam sebuah keluarga mungkin saja menjadi rendah. Asupan-asupan nutrisi yang seadanya atau mungkin tidak tercukupi sangat mempengaruhi kesehatan individu di dalam sebuah keluarga yang baru bermunculan.Â
Itu dampak eksternal generasi sandwich, namun bagaimana dampaknya pada diri generasi sandwich sendiri? Tentunya dampak yang paling tersasa adalah pada sisi psikis mereka sendiri. Mereka selalu dituntut untuk mencari dan terus mencari cuan sering tanpa memikir kondisi fisik juga perasaan. Maka dapat disimpulkan mereka yang tertekan akan mudah stres dan mudah terjangkit penyakit.Â
Memang sudah menjadi kebudayaan juga di Indonesia soal seorang anak yang telah bekerja membantu finasial orangtuanya sendiri. Istilahnya ini sudah menjadi kewajiban anak yang telah dewasa dan memang membantu nafkah orangtua dianggap sebagai hal yang terpuji.Â
Mungkin tidak hanya di Indonesia saja, mungkin seluruh dunia. Karena sudah menjadi panggilan seorang anak membalas jasa orangtua. Sementara juga sudah menjadi kewajiban pula bagi seorang orang tua yang tergolong generasi sandwich menafkahkan keluarganya.Â
Namun anggapan ini apakah dapat dengan yakin diteruskan dengan konteks zaman yang terus berkembang. Dimana segala kebutuhan terus bertambah dengan harga yangai terus meningkat. Contohnya saja berita mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak dari Pertamina yang sudah disahkan pada 3 September yang lalu.Â
Jenis minyak pertalite saja saat ini memiliki harga Rp.10.000. Keadaan dengan harga bahan bakar minyak (BMM) yang melambung selain di tengarai harga minyak mentah dunia yang melambung, juga ditengarai oleh salah sasarannya subsidi bahan bakar minyak yang selama ini pemerintah berikan salah target.Â
Di taksir kerugian pemerintah mencapai puluhan triliun rupiah. padahal minyak berjenis pertalite adalah yang paling umum digunakan masyarakat Indonesia. Pastinya keadaan yang baru ini sangat menambah beban generasi sandwich secara khusus mereka yang tegolong ekonomi menengah ke bawah.Â
Namun sejatinya kemanakah sebagian dana subsidi tersebut? Di informasikan dari kanal YouTube chanel sekertariat kepresidenan bahwa sebagian dana subsidi tersebut akan dialihkan untuk BLT (Bantuan Langsung Tunai.) Mungkin ini akan lebih pelik lagi kedepan.Â
Karena pada siapakah BLT tersebut akan diberikan kurang jelas. Di katakan nanti subsidi yang pemerintah lakukan pastinya akan lebih tepat sasaran. Namun apakah generasi sandwich dapat menikmati dana subsidi alias BLT kita tidak tahu pasti. Namun yang pastinya kita harus percaya pada aparatur pemerintahan agar apa yang diusahakan baik itu tercapai.Â
Mengantisipasi pula bagi mereka generasi sandwich agar tetap merasakan kesejahteraan, tak ada salahnya untuk tetap mandiri menata roda perekonomian mereka. Dengan tetap mengontrol gaya hidup konsumtif, lebih kreatif memenuhi kebutuhan.Â
Sumber:
Koran Kompas edisi 8 September 2022, Beban Berat "Generasi Sandwich"
Universitas Bina Nusantara, Perbedaan Generasi X, Y, Z
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H