Mohon tunggu...
Bima Lukito
Bima Lukito Mohon Tunggu... Mahasiswa - pantang menyerah

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Orientalisme dan Refleksi Diri Masyarakat Indonesia

19 Oktober 2021   23:00 Diperbarui: 19 Oktober 2021   23:16 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengaruh pemikiran oposisi biner yang diciptakan oleh kolonialisme untuk membuat ide tentang negara yang terjajah sebagai tidak maju, dan buruk yaitu kebalikan dari citra negara penjajah yang maju dan baik masih ada sampai saat ini. 

Pemikiran Orientalisme dan Poskolonialisme banyak digunakan untuk menunjukkan posisi menentang Kolonialisme dan Eurosentrisme dengan isu terkait identitas, rasisme, minoritas dan agama Islam yang juga menjadi salah satu mayoritas agama negara yang dijajah. 

Teori Orientalisme yang bisa dibilang muncul di era Poskolonial sangat tertarik pada budaya penjajah dan terjajah dan berusaha menjelaskan secara kritis apa yang terjadi ketika dua budaya berbenturan dan salah satunya secara ideologis menjadikan dirinya superior dan mengasumsikan dominasi dan kontrol atas yang lain.

Said, dibesarkan sebagai seorang Anglikan, memiliki latar pendidikan bersekolah di sekolah Inggris di Kairo kemudian studi di Princeton dan Harvard. Ia menjadi seorang kritikus sastra dan seorang profesor sastra komparatif di Columbia University di New York. 

Menurutnya, dunia “Barat" menciptakan konsep dan stereotip budaya "Timur", yang menurut Said pengaruh oposisi biner ini memungkinkan orang Eropa untuk menekan orang-orang di Timur Tengah dan Asia untuk merepresentasikan diri mereka sebagai masyarakat dan budaya yang berbeda. 

Dengan menggambarkan budaya Asia dan Islam sebagai ‘unik’ selama masa imperialisme Eropa yang memerlukan bantuan “Barat” untuk bisa maju seperti negara-negara di Eropa

Said berpendapat bahwa Eropa menggunakan Timur dan imperialisme sebagai simbol kekuatan dan keunggulannya. Orientalisme mereduksi dunia non-Barat menjadi entitas budaya homogen yang dikenal sebagai "Timur". Said juga mengatakan para subyek yang terjajah diperlakukan sebagai ‘the other’—atau liyan yang dalam hal ini ditujukan untuk negara yang mayoritas masyarakatnya Muslim seperti di Timur Tengah dan Asia. 

Negara-negara di wilayah ini mengalami masa kolonialisme dan sebagai objek yang direpresentasikan sebagai negara terbelakang atau berkembang dari kerangka standar dan definisi yang dipaksakan kepada mereka dari luar seperti perkembangan teknologi dan pemikiran Barat. Di antara pengaruh yang mendasari definisi ini, dalam pandangan Said, perhatian Barat yang sudah lama ada dengan menghadirkan Islam sebagai lawan dari Kristen atau Barat.

Bagi Eropa, negeri-negeri di Timur merupakan koloni-koloni Eropa yang terbesar. Sumber peradaban, bahasa,  budaya, dan salah satu imaji yang paling dalam serta paling sering muncul sebagai “dunia yang lain” di mata Eropa. Selain itu, dunia Timur telah membantu mendefinisikan Barat sebagai imaji, gagasan, dan pengalaman yang dianggap kebalikan dari definisi Barat itu sendiri. 

Namun, Timur bukanlah sebuah khayalan melainkan suatu bagian integral dari peradaban dan kebudayaan material bangsa Eropa. Orientalisme menampilkan hal tersebut secara budaya dan bahkan ideologis dengan segala studi, institusi dan doktrin yang mendukungnya seperti penulisan sejarah di zaman kolonial.

Selanjutnya Said menegaskan bahwa Orientalisme adalah suatu ide yang dibuat antara “Timur” (the Orient) dan “Barat” (the occident). Pemahaman atau doktrin terhadap dunia Timur yang berbeda dengan dunia Barat ini kemudian memicu para intelektual Barat menulis mengenai Timur sebagai titik tolak untuk menyusun cerita, sejarah dan teori yang makin berkembang mengenai dunia Timur.

Di Indonesia pengaruh dari faham Orientalisme terutama dari sisa kolonialisme Belanda bisa kita lihat dari perbedaan pembangunan yang ada di Jawa dan luar Jawa. 

Menurut Edward Said banyak perkembangan di dunia ini yang dulunya adalah pengaruh dari Orientalisme yang menunjukkan strereotip atau label karakter yang diberikan pada suku tertentu seperti sifat, watak, dan pemikiran yang mempengaruhi kemajuan masyarakat.

Pembangunan di Indonesia Timur tampak tertinggal karena bisa kita katakan pembangunan yang tidak merata, misal terlihat di era Orde Baru. 

Pada era kolonial Belanda, Jawa adalah pusat pemerintahan dan masyarakat di Hindia Belanda secara umum dibagi menurut ras dan kemudian menurut kedekatan dengan penguasa, misalnya dengan sultan atau pemegang pemerintahan. Tujuannya adalah untuk membuat struktur yang menunjukkan posisi kekuatan Belanda serta melumpuhkan kekuatan lokal.

Di Era Orde Baru, penguasa membawa ajaran Jawa yang dianutnya sebagai dasar kepemimpinan yang diaplikasikan secara nasional. Soeharto menempatkan dirinya layaknya kelompok kelas atas Jawa, tampak menjadikan pulau Jawa sebagai pusat dan melakukan Jawanisasi.

Sama halnya dengan pemikiran Said, Jawanisasi dan dominasi Jawa di Indonesia sebagiannya merupakan efek kolonialisme dan sebagian lagi menunjukkan strategi dominasi yang sama dengan kalangan Orientalis. Pada dasarnya masyarakat di luar Jawa tak melulu lebih rendah atau kurang berkembang dibandingkan dengan masyarakat Jawa.

Dari pembahasan tentang Orientalisme, bisakah kita keluar dari ‘label’ yang menempel pada diri kita sendiri? Bisakah kita melihat orang lain atau bangsa lain tidak melalui ‘label’ yang sudah menyebar secara umum? Tentu perlu upaya untuk selalu mencari jati diri sendiri dan mencoba menggali segala potensi yang mungkin, sehingga yang paling baik adalah membentuk karakter sendiri dan bukan karena label pemberian orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun