Seorang budayawan, Samodro, menyoroti bahwa ondel-ondel yang dipakai untuk mengamen di perkampungan tanpa konsep yang jelas dapat menurunkan nilai seni itu sendiri.
Ibarat makanan tradisional seperti gethuk, kalau disajikan di restoran ternama, nilainya akan meningkat, tapi kalau dijual di pinggir jalan tanpa sentuhan estetika, kesan murahan justru lebih dominan.
Fenomena ini mirip dengan manusia silver dan pengamen jalanan yang, kerap kali, hanya mengandalkan cara instan untuk menarik perhatian.
Bukannya menampilkan pertunjukan berkualitas, mereka cenderung melakukan atraksi seadanya, yang justru memperkuat stigma negatif terhadap kesenian jalanan.
Kalau ini dibiarkan terus-menerus, bukan tidak mungkin generasi mendatang akan melihat ondel-ondel dan seni jalanan sebagai sesuatu yang rendah dan kurang bermakna.
Peluang Seni Pertunjukan sebagai Daya Tarik Ekonomi
Meski banyak kritik terhadap fenomena kesenian jalanan, ada sisi positif yang bisa dikembangkan.
Seni pertunjukan, sebenarnya, memiliki potensi ekonomi yang besar kalau dikelola dengan baik.
Kita bisa melihat contoh dari Hawaii, di mana tarian Hula dan pertunjukan menangkap ikan dengan tombak menjadi daya tarik wisata yang mendunia.
Kalau ondel-ondel dikemas dengan baik, bukan sekadar berkeliling kampung dengan gerobak dan pengeras suara, tapi dipentaskan dalam acara resmi atau festival budaya, maka nilai seni dan ekonominya akan meningkat.
Misalnya, di Jember, Jawa Timur terdapat Jember Fashion Carnival yang menampilkan parade budaya dengan tata kelola profesional.