Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Soal Tiang Monorel, Sebaiknya Dimanfaatkan sebagai Jalur Sepeda atau Dibongkar?

22 Januari 2025   20:39 Diperbarui: 22 Januari 2025   20:39 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiang-tiang beton bekas proyek monorel masih berdiri tegak di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan | Dokpri/Billy Steven Kaitjily

Siapa dari Anda yang pernah melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan? Pemandangan apa yang paling mencolok di sana?

Ya, apalagi kalau bukan tiang-tiang beton bekas proyek monorel yang mangkrak sejak 2007. Tiang-tiang beton yang dibangun 2004 itu, kini menjadi perhatian publik.

Dengan posisi strategis di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, dan Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, tiang-tiang ini dianggap sebagai simbol gagalnya proyek transportasi di Ibu Kota.

Namun, ada peluang untuk mengubah narasi tersebut melalui pengalihan fungsi tiang menjadi jalur sepeda.

Meski demikian, usulan ini menuai pro dan kontra, termasuk opsi untuk membongkar tiang demi alasan estetika.

Dalam konteks pembangunan kota yang berkelanjutan, isu ini relevan untuk dibahas lebih dalam.

Tulisan ini, akan mengupas tiga poin utama terkait usulan pemanfaatan atau pembongkaran tiang monorel, dengan menekankan pentingnya pendekatan yang mendukung keberlanjutan kota.

Ketiga poin yang dimaksud ialah: pemanfaatan tiang monorel sebagai jalur sepeda, wacana untuk membongkar tiang monorel, dan pembangunan kota yang berkelanjutan.

Pemanfaatan Tiang Monorel sebagai Jalur Sepeda

Salah satu ide yang mencuat adalah mengubah tiang-tiang monorel menjadi jalur sepeda.

Usulan ini, dianggap sejalan dengan semangat pembangunan berkelanjutan yang mendukung pengurangan emisi karbon dan penguatan transportasi non-motor.

Dengan panjang lintasan sekitar 14 kilometer, jalur sepeda ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan dan mendukung pola hidup sehat di tengah kota metropolitan.

Lantas, apa keuntungan dari wacana ini?

Pertama, pengurangan emisi karbon. Jalur sepeda dapat mendorong lebih banyak warga Jakarta untuk beralih dari kendaraan bermotor ke moda transportasi yang lebih bersih.

Langkah ini mendukung komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,89% pada 2030.  

Kedua, pemanfaatan aset terbengkalai. Dengan memanfaatkan tiang-tiang monorel yang sudah ada, pemerintah dapat mengurangi pemborosan sumber daya dan memberikan nilai tambah pada infrastruktur yang sebelumnya mangkrak.  

Ketiga, biaya terjangkau. Usulan ini tidak memerlukan dana dari APBD, karena dapat melibatkan kerja sama dengan pihak swasta, seperti Adhi Karya dan Kementerian PUPR, untuk mewujudkannya.

Meski demikian, wacana ini tetap menghadapi tantangan, antara lain:

Pertama, keselamatan dan desain ulang. Membuat jalur sepeda di atas permukaan jalan tentu membutuhkan perencanaan yang matang agar aman dan nyaman bagi pengguna.

Tiang beton yang sudah tua, juga memerlukan inspeksi struktural menyeluruh.  

Kedua, minat masyarakat. Meski jalur sepeda terus dikembangkan, tidak semua warga Jakarta siap menggunakan sepeda sebagai moda transportasi utama, terutama karena cuaca panas dan infrastruktur pendukung yang masih terbatas.

Secara keseluruhan, usulan ini dapat menjadi langkah progresif dalam mendukung transportasi ramah lingkungan.

Namun, perlu perencanaan teknis yang komprehensif agar proyek ini berhasil dan dapat diterima oleh masyarakat.

Wacana untuk Membongkar Tiang Monorel

Opsi lain yang sering dibahas adalah pembongkaran tiang monorel.

Ketua Fraksi PKB-PPP DPRD DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, mengusulkan agar Pemprov DKI segera mencabut tiang-tiang tersebut karena dianggap tidak lagi memiliki fungsi.

Apa keuntungan dari wacana ini?

Pertama, estetika kota. Tiang-tiang beton yang berdiri di tengah jalan utama Jakarta tidak hanya menjadi pemandangan yang mengganggu, tapi juga mengingatkan publik pada kegagalan proyek transportasi.

Pembongkaran dapat memperbaiki wajah kota dan memberikan kesan modern yang lebih selaras dengan perkembangan Jakarta sebagai kota megapolitan.  

Kedua, ruang baru untuk proyek lain. Dengan dibongkarnya tiang-tiang ini, pemerintah dapat membuka peluang untuk membangun infrastruktur lain yang lebih relevan, seperti jalur hijau, trotoar, atau fasilitas publik lainnya.

Meski demikian, wacana ini tetap menghadapi tantangan antara lain:

Pertama, biaya yang tinggi. Pembongkaran tiang monorel memerlukan biaya yang besar, termasuk untuk pemindahan dan pembuangan material beton.

Tanpa perencanaan yang matang, langkah ini justru bisa menimbulkan masalah lingkungan baru.

Kedua, potensi kehilangan peluang. Jika tiang monorel dibongkar, potensi untuk memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada akan hilang.

Ini dapat dilihat sebagai pemborosan aset yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan.

Meski pembongkaran memiliki manfaat estetika dan membuka ruang baru, langkah ini harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menambah beban anggaran kota. 

Pentingnya Pembangunan Kota yang Berkelanjutan

Di antara dua opsi di atas, pembangunan kota yang berkelanjutan menuntut solusi, yang tidak hanya mengutamakan fungsi, tapi juga mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Tiang-tiang monorel yang mangkrak dapat menjadi simbol transformasi, jika pemerintah mampu mengelola isu ini dengan pendekatan inovatif.

Berikut adalah beberapa solusi alternatif yang dapat dipertimbangkan oleh Pemprov DKI Jakarta:

Pertama, ruang kreatif dan hijau. Selain jalur sepeda, tiang-tiang ini dapat dimanfaatkan untuk membangun taman vertikal, ruang seni publik, atau fasilitas hijau lainnya.

Hal ini dapat memberikan manfaat estetika sekaligus mendukung keberlanjutan lingkungan.  

Kedua, kolaborasi dengan swasta. Pemerintah dapat melibatkan pihak swasta untuk mendanai dan mengelola proyek ini, baik dalam bentuk jalur sepeda, taman vertikal, maupun infrastruktur lainnya.  

Ketiga, partisipasi masyarakat. Keputusan akhir tentang pemanfaatan atau pembongkaran tiang monorel, sebaiknya melibatkan masukan dari masyarakat.

Dengan demikian, langkah yang diambil benar-benar mewakili kebutuhan dan keinginan warga Jakarta.

Pembangunan kota yang berkelanjutan tidak hanya fokus pada hasil akhir, tapi juga proses pengambilan keputusan yang transparan dan inklusif.

Dengan mengutamakan keberlanjutan, pemerintah dapat menunjukkan bahwa, setiap aset kota, termasuk tiang monorel yang mangkrak, memiliki potensi untuk memberikan dampak positif, jika dikelola dengan bijaksana.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, tiang-tiang monorel di Jakarta adalah warisan dari proyek yang tidak selesai, tapi bukan berarti tidak ada potensi untuk dimanfaatkan.

Opsi untuk mengubahnya menjadi jalur sepeda menawarkan manfaat yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan, sementara pembongkaran dapat memperbaiki estetika kota.

Namun, solusi terbaik adalah pendekatan yang menggabungkan kedua aspek tersebut: memanfaatkan tiang monorel dengan cara yang inovatif dan relevan, tanpa mengabaikan estetika dan kebutuhan masyarakat.

Keputusan akhir tentang masa depan tiang-tiang ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Dengan begitu, Jakarta dapat terus berkembang sebagai kota yang tidak hanya modern, tapi juga berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun