Usulan ini, dianggap sejalan dengan semangat pembangunan berkelanjutan yang mendukung pengurangan emisi karbon dan penguatan transportasi non-motor.
Dengan panjang lintasan sekitar 14 kilometer, jalur sepeda ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan dan mendukung pola hidup sehat di tengah kota metropolitan.
Lantas, apa keuntungan dari wacana ini?
Pertama, pengurangan emisi karbon. Jalur sepeda dapat mendorong lebih banyak warga Jakarta untuk beralih dari kendaraan bermotor ke moda transportasi yang lebih bersih.
Langkah ini mendukung komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,89% pada 2030. Â
Kedua, pemanfaatan aset terbengkalai. Dengan memanfaatkan tiang-tiang monorel yang sudah ada, pemerintah dapat mengurangi pemborosan sumber daya dan memberikan nilai tambah pada infrastruktur yang sebelumnya mangkrak. Â
Ketiga, biaya terjangkau. Usulan ini tidak memerlukan dana dari APBD, karena dapat melibatkan kerja sama dengan pihak swasta, seperti Adhi Karya dan Kementerian PUPR, untuk mewujudkannya.
Meski demikian, wacana ini tetap menghadapi tantangan, antara lain:
Pertama, keselamatan dan desain ulang. Membuat jalur sepeda di atas permukaan jalan tentu membutuhkan perencanaan yang matang agar aman dan nyaman bagi pengguna.
Tiang beton yang sudah tua, juga memerlukan inspeksi struktural menyeluruh. Â
Kedua, minat masyarakat. Meski jalur sepeda terus dikembangkan, tidak semua warga Jakarta siap menggunakan sepeda sebagai moda transportasi utama, terutama karena cuaca panas dan infrastruktur pendukung yang masih terbatas.