Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Air di DKI Jakarta Tercemar, Bagaimana Pemprov Menanganinya?

9 Desember 2024   20:40 Diperbarui: 9 Desember 2024   22:02 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- Perempuan dan anak menyiduk air sungai di Drainase Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (15/8/2023). (KOMPAS/ERIKA KURNIA)

Beberapa penyakit yang timbul dari air terkontaminasi bakteri E coli antara lain: infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran kemih (ISK), infeksi darah atau sepsis, dan penyakit lain seperti pneumonia atau meningitis pada bayi baru lahir.

Karena itu, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, menyarankan warga tak mengonsumsi lagi air tanah karena hasil kajian Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada 2023 menunjukkan, rata-rata air tanah sudah tercemar. (Sumber: antaranews.com).

Penyebab Pencemaran Air Sungai dan Air Tanah

Pencemaran air di Jakarta bukanlah masalah yang muncul secara tiba-tiba. Berbagai faktor telah berkontribusi terhadap kondisi kritis ini, di antaranya adalah:

Pertama, kurangnya pengelolaan limbah rumah tangga dan industri. Limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik, seperti sisa makanan, deterjen, dan limbah manusia, langsung dibuang ke selokan atau sungai.

Di sisi lain, limbah industri yang mengandung bahan kimia berbahaya, sering kali, dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu, memperparah kondisi sungai.

Kedua, kepadatan penduduk yang tidak terkontrol. Jakarta adalah salah satu kota terpadat di dunia, dengan pemukiman padat yang, sering kali, tidak memiliki fasilitas sanitasi yang memadai.

Banyak rumah di permukiman ini memiliki septic tank yang buruk atau bahkan tidak memiliki septic tank sama sekali, sehingga limbah langsung meresap ke dalam tanah.

Ketiga, minimnya ruang terbuka hijau (rth). Jakarta, memiliki RTH yang terbatas, hanya sekitar 9% dari total luas kota, jauh di bawah rekomendasi minimum 30% dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

RTH berfungsi sebagai daerah resapan alami yang membantu menyaring polutan sebelum mencapai sungai atau air tanah. Tanpa RTH yang memadai, pencemaran air menjadi sulit dihindari.

Keempat, praktik pengambilan air tanah berlebihan. Pengambilan air tanah secara masif, baik oleh warga maupun industri, menyebabkan intrusi air laut ke dalam lapisan tanah.

Air tanah yang bercampur air laut ini menciptakan kondisi lingkungan yang lebih mendukung pencemaran.

Tantangan Pemprov DKI Jakarta dalam Mengatasi Masalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun