Jakarta, sebagai kota metropolitan yang terus tumbuh, menghadapi berbagai tantangan lingkungan, termasuk banjir, penurunan muka tanah, dan abrasi di wilayah pesisir.
Salah satu solusi yang sempat menjadi sorotan belakangan ini adalah pembangunan giant sea wall, dinding raksasa yang dirancang untuk menahan air laut dan melindungi Daerah Khusus Ibukota Jakarta hingga Jawa Timur.
Namun, solusi ini menuai kritikan, karena berpotensi berdampak negatif pada ekosistem laut dan pesisir serta memerlukan biaya yang sangat besar. Di sisi lain, muncul alternatif yang lebih ramah lingkungan, yakni giant mangrove wall.
Apa itu giant mangrove wall? Secara sederhana, ini adalah benteng alami yang terdiri dari hutan mangrove yang ditanam di pesisir untuk melindungi wilayah dari ancaman banjir rob dan abrasi.
Tetapi, apa yang membuat giant mangrove wall lebih unggul dibandingkan dengan giant sea wall? Mari kita bahas bersama!
Mengapa Giant Mangrove Wall Lebih Baik daripada Giant Sea Wall?
Jika giant sea wall adalah pendekatan berbasis infrastruktur berat, giant mangrove wall adalah solusi berbasis alam yang memanfaatkan kekuatan ekosistem mangrove untuk mengatasi masalah pesisir. Berikut beberapa alasan mengapa pendekatan ini lebih baik.
Pertama, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Giant sea wall membutuhkan beton dan material konstruksi dalam jumlah besar, yang produksinya menyumbang emisi karbon tinggi.
Sebaliknya, mangrove justru menyerap karbon dioksida dari atmosfer, sehingga membantu mengurangi efek perubahan iklim (efek rumah kaca).
Kedua, efisiensi biaya jangka panjang. Membangun dan memelihara Giant Sea Wall membutuhkan dana triliunan rupiah. Selain itu, dinding beton rentan terhadap kerusakan akibat erosi dan kenaikan permukaan laut, sehingga memerlukan perbaikan secara berkala.
Giant mangrove wall hanya memerlukan biaya awal untuk penanaman dan perawatan hingga pohon mangrove matang, tetapi setelah itu, mangrove dapat berkembang secara alami.