Rupanya, tidak hanya saya yang mengalami hal ini; teman saya, Kompasianer Wening, juga masuk nominasi Best in Fiction tanpa menyandang Centang Biru.
Ini menjadi semacam angin segar bagi Kompasianer lain yang mungkin ingin masuk nominasi tanpa harus memiliki Centang Biru terlebih dahulu.
Walaupun saya tidak memenangkan penghargaan sebagai Best in Opinion di Kompasiana Awards 2024, saya tetap bersyukur kepada Tuhan.
Bagi saya, masuk sebagai nominasi saja sudah merupakan prestasi yang luar biasa. Ini bisa menjadi nilai tambah untuk portofolio saya.
Ketika Kompasianival 2024 di Chillax Sudirman usai dan para Kompasianer dari seluruh Indonesia pulang ke daerah masing-masing, saya kembali bertanya-tanya, "Kapan ya, saya akan mendapat Centang Biru? Apakah akhir tahun ini? Atau mungkin tahun depan?"
Pertanyaan ini muncul, setelah satu artikel saya dengan judul "Memahami Panggilan Penggembalaan" tahun lalu diizinkan tayang oleh Tim Kompasiana. Sebelumnya, Tim Kompasiana mengira terdapat indikasi pelanggaran pada artikel tersebut, nyatanya tidak.
Tadi malam (4/11/2024), sekitar pukul 23.22 WIB, tepat sebelum saya tidur, saya melihat Centang Biru telah tersemat di profil akun Kompasiana saya.
Rasa bahagia langsung menggelegak; saya pun segera menunjukkan profil saya kepada istri dengan penuh kegembiraan. Terima kasih Tim Kompasiana.
Bagi saya, ini adalah prestasi besar kedua di Kompasiana setelah sebelumnya masuk nominasi Kompasiana Awards 2024.
Centang Biru ini bermakna penting, karena ia melambangkan pengakuan dan kredibilitas dari Kompasiana terhadap kualitas dan konsistensi tulisan saya.
Ada beberapa alasan mengapa Centang Biru ini begitu berarti, terutama sebagai seorang penulis di Kompasiana seperti saya.