Selain itu, banyak warga yang tidak memahami dampak buruk dari pembuangan popok sembarangan, seperti pencemaran air dan tanah.
Kurangnya sosialisasi intensif membuat sebagian besar masyarakat memandang perilaku ini sebagai hal biasa, sehingga masih banyak yang tidak memiliki kesadaran untuk mengubah perilaku tersebut.
Ketiga, kendala ekonomi. Aspek ekonomi turut menjadi kendala. Bagi sebagian warga yang berada di bawah garis kemiskinan, membangun atau menyewa fasilitas sanitasi dianggap sebagai beban tambahan.
Hal ini membuat mereka lebih memilih menggunakan tempat-tempat umum atau saluran air terdekat untuk BAB dan pembuangan popok, meski mereka memahami bahwa perilaku tersebut kurang baik.
Risiko Kesehatan dan Lingkungan dari BAB dan Pembuangan Popok Sembarangan
Tahukah Anda bahwa perilaku BAB dan pembuangan popok sembarangan memiliki risiko besar terhadap kesehatan dan lingkungan? Tanpa penanganan yang serius, risiko-risiko ini dapat semakin memperburuk kualitas hidup di Jakarta.
Pertama, pencemaran air dan tanah. Praktik BAB dan pembuangan popok sembarangan mencemari air tanah dan air sungai di sekitarnya.
Limbah ini mengandung bakteri dan zat kimia berbahaya yang berpotensi mencemari sumber air bersih yang digunakan oleh warga sekitar. Akibatnya, kualitas air minum menurun dan berisiko menyebabkan penyakit.
Kedua, penyebaran penyakit. Limbah manusia yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber penyebaran penyakit seperti diare, kolera, dan hepatitis.
Warga yang menggunakan air dari sumber tercemar atau yang berinteraksi dengan limbah tersebut memiliki risiko tinggi terkena penyakit menular.
Data menunjukkan bahwa masyarakat di area dengan sanitasi buruk cenderung lebih rentan terhadap penyakit akibat kontaminasi bakteri dan virus dari limbah manusia.
Ketiga, dampak lingkungan yang berkepanjangan. Popok sekali pakai, yang sering kali terbuat dari bahan yang sulit terurai, mencemari lingkungan dalam jangka panjang.