Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada, Momen Emas untuk Menangani Isu Lingkungan

24 Oktober 2024   22:10 Diperbarui: 24 Oktober 2024   22:15 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada serentak 2024 kian di depan mata. Menurut informasi Kompaspedia, Pilkada Serentak 2024 akan digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia.

Apabila dirinci, pilkada yang diselenggarakan secara serentak pada 27 November 2024, akan digelar di 37 Provinsi, 415 Kabupaten, dan 93 Kota.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam demokrasi yang menentukan arah kebijakan daerah untuk lima tahun ke depan.

Sayangnya, isu lingkungan yang semakin mendesak akibat perubahan iklim, sering kali, kurang mendapat perhatian dalam kampanye politik.

Dalam konteks ini, maka penting untuk menyoroti peran calon kepala daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan, serta strategi yang dapat diterapkan untuk mewujudkan keberlanjutan.

Tulisan ini akan mengulas tiga tema penting: pertama, mengapa isu lingkungan belum menjadi gagasan utama para calon; kedua urgensi isu lingkungan dalam Pilkada; dan ketiga, strategi yang diperlukan kepala daerah untuk menghadapi tantangan lingkungan.

Mengapa Isu Lingkungan Belum Jadi Gagasan Utama Calon Kepala Daerah?

Dalam berbagai kontestasi politik, termasuk Pilkada, isu lingkungan sering kali tersisih dari agenda kampanye. Mengapa demikian?

Salah satu alasan utamanya adalah karena para kandidat berasal dari partai politik yang di belakangnya terdapat figur perusahaan atau korporasi, yang kurang mengutamakan masa depan lingkungan.

Politik saat ini masih didominasi oleh isu-isu yang dianggap lebih mendesak oleh para kandidat, seperti pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan layanan publik.

Meski isu-isu ini sangat penting, banyak calon kepala daerah belum menyadari bahwa permasalahan lingkungan, sebenarnya, saling terkait dengan berbagai sektor lainnya.

Fokus pada isu lingkungan sering diabaikan karena dampaknya tidak selalu langsung dirasakan dalam jangka pendek, sehingga sulit dijadikan bahan kampanye yang menarik.

Calon kepala daerah lebih cenderung mengedepankan program yang dapat memperlihatkan hasil cepat dan konkret demi meraih simpati pemilih.

Dalam konteks ini, isu lingkungan dianggap sebagai masalah jangka panjang yang tidak memberikan keuntungan politik instan.

Selain itu, keterbatasan pemahaman masyarakat terhadap urgensi masalah lingkungan juga menjadi salah satu faktor.

Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari dampak perubahan iklim terhadap kehidupan sehari-hari, seperti peningkatan frekuensi bencana alam, kualitas udara yang memburuk, serta ketahanan pangan dan air yang terancam.

Tanpa adanya dorongan dari pemilih, para calon kepala daerah merasa tidak perlu menempatkan isu lingkungan sebagai prioritas utama dalam kampanye mereka.

Namun demikian, mengabaikan isu lingkungan dalam Pilkada adalah sebuah kesalahan besar.

Lingkungan hidup merupakan elemen yang krusial dalam keberlanjutan daerah, dan calon yang tidak memasukkan kebijakan lingkungan yang kuat berisiko menghadapi masalah yang lebih besar di masa depan, baik secara ekonomi, sosial, maupun kesehatan publik.

Urgensi Isu Lingkungan dalam Konteks Pilkada

Bagaimanapun, isu lingkungan harus menjadi perhatian utama dalam setiap Pilkada karena berbagai alasan berikut.

Perubahan iklim yang semakin intensif memiliki dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat, terutama di Indonesia yang rentan terhadap bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan.

Penanganan lingkungan yang buruk tidak hanya merugikan masyarakat secara ekonomi, tetapi juga membahayakan nyawa, dan mengganggu stabilitas sosial.

Pilkada menjadi ajang strategis untuk mengedepankan solusi-solusi yang dapat meningkatkan ketahanan daerah terhadap perubahan iklim.

Di banyak daerah di Indonesia, kerusakan lingkungan telah mengakibatkan penurunan kualitas hidup.

Banjir tahunan di wilayah perkotaan, misalnya, sering disebabkan oleh tata kelola lingkungan yang buruk, termasuk pengelolaan sampah yang tidak memadai, perusakan daerah aliran sungai, dan minimnya ruang hijau.

Tanpa intervensi yang tepat dari pemerintah daerah, masalah ini akan terus memburuk dan menjadi ancaman yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, kelestarian lingkungan, juga berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Ekonomi hijau, yang berfokus pada pembangunan yang ramah lingkungan, menjadi salah satu solusi yang dapat mengatasi ketimpangan sosial-ekonomi sekaligus melindungi sumber daya alam.

Dalam hal ini, Pilkada menjadi momen penting untuk mengarahkan kebijakan daerah ke arah ekonomi hijau yang lebih berkelanjutan dan adil.

Urgensi lainnya adalah meningkatnya tekanan dari masyarakat sipil dan komunitas internasional terhadap pemerintah untuk mengambil tindakan nyata terkait lingkungan.

Di tingkat global, komitmen untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim semakin diperkuat melalui berbagai kesepakatan internasional.

Jika calon kepala daerah tidak mengambil langkah progresif dalam menanggapi tantangan ini, mereka berisiko kehilangan kepercayaan dari masyarakat yang semakin peduli terhadap masa depan lingkungan.

Strategi Kepala Daerah dalam Menangani Isu Lingkungan di Tengah Perubahan Iklim

Untuk mengatasi persoalan lingkungan, tentu kepala daerah yang terpilih harus memiliki visi dan misi yang jelas, serta strategi yang komprehensif.

Ada beberapa langkah konkret yang dapat diterapkan oleh kepala daerah dalam merespons perubahan iklim dan kerusakan lingkungan di Indonesia saat ini.

Pertama, mengarusutamakan isu lingkungan dalam kebijakan publik. Isu lingkungan harus ditempatkan sebagai prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan daerah.

Kepala daerah perlu memastikan bahwa, setiap program pembangunan, baik infrastruktur, industri, maupun pertanian, dilakukan dengan mempertimbangkan dampak lingkungan.

Penilaian dampak lingkungan (AMDAL) harus diperketat dan diintegrasikan ke dalam proses perencanaan daerah sejak awal.

Kedua, peningkatan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan adalah kunci untuk mengatasi kerusakan lingkungan.

Kepala daerah perlu mengembangkan program yang mendorong penggunaan energi terbarukan, rehabilitasi lahan kritis, serta konservasi hutan dan sumber air.

Di Indonesia, potensi energi surya, angin, dan biomassa sangat besar, namun pemanfaatannya masih sangat terbatas.

Pemimpin daerah harus berani mengambil langkah untuk mengembangkan sumber energi alternatif ini demi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang merusak lingkungan.

Ketiga, pengelolaan sampah dan penataan ruang hijau. Salah satu masalah utama di banyak daerah adalah pengelolaan sampah yang buruk dan minimnya ruang hijau.

Kepala daerah harus memperbaiki sistem pengelolaan sampah dengan mendorong penerapan konsep ekonomi sirkular, di mana limbah dapat diolah menjadi produk bernilai ekonomi, seperti kompos atau energi.

Di samping itu, perlu ada kebijakan untuk memperluas ruang terbuka hijau sebagai paru-paru kota yang berfungsi untuk menyerap polusi dan mengurangi efek urban heat island.

Keempat, pendidikan dan kesadaran lingkungan. Pendidikan lingkungan harus menjadi bagian integral dari program pemerintah daerah.

Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan tentang pentingnya menjaga lingkungan dan cara-cara konkret yang dapat mereka lakukan untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian.

Kepala daerah dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti sekolah, organisasi masyarakat, dan media, untuk menyebarkan pesan-pesan tentang keberlanjutan.

Kelima, kolaborasi dengan berbagai pihak. Mengatasi perubahan iklim tentu bukanlah tugas yang bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah saja.

Diperlukan kolaborasi antara pemerintah pusat, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional.

Kepala daerah harus terbuka untuk bekerja sama dengan pihak-pihak tersebut, baik dalam hal pendanaan, teknologi, maupun inovasi kebijakan yang dapat meningkatkan efektivitas penanganan masalah lingkungan.

Penutup

Sebagai penutup, Pilkada 2024 adalah momen emas untuk mengedepankan isu-isu penting yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, dan isu lingkungan harus menjadi salah satunya.

Kepala daerah yang visioner adalah mereka yang menyadari bahwa keberlanjutan lingkungan adalah fondasi bagi kesejahteraan jangka panjang daerah.

Dengan strategi yang tepat, kepala daerah dapat mengambil langkah progresif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan memastikan bahwa masa depan lingkungan di Indonesia terjamin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun