Hidup minimalis telah menjadi tren di seluruh dunia, dengan Jepang sebagai salah satu negara yang identik dengan gaya hidup ini.
Filosofi hidup minimalis di Jepang, yang dipopulerkan oleh tokoh seperti Marie Kondo melalui metode "KonMari," menekankan pentingnya mengurangi kepemilikan barang untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian batin.
Namun, meskipun konsep ini terdengar menarik, banyak orang yang kesulitan mengadopsi gaya hidup minimalis.
Pertanyaannya, mengapa hidup minimalis ala orang Jepang ini terasa sulit diterapkan, terutama di luar budaya Jepang? Mari kita telaah lebih dalam.
Filosofi dan Budaya Minimalisme di Jepang
Minimalisme di Jepang bukanlah tren baru. Prinsip ini telah lama tertanam dalam budaya Jepang melalui konsep wabi-sabi yang menghargai keindahan dalam kesederhanaan, ketidaksempurnaan, dan kefanaan.
Selain itu, rumah-rumah tradisional Jepang seperti ryokan atau tatami room terkenal dengan desainnya yang sederhana dan lapang, memfasilitasi kehidupan yang tenang dan fungsional.
Bagi banyak orang Jepang, minimalisme tidak hanya sekadar tentang membuang barang, tetapi juga sebuah filosofi hidup.
Dengan memiliki sedikit barang, mereka percaya dapat lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, seperti hubungan keluarga, kualitas hidup, dan pencapaian spiritual.
Filosofi ini sangat dipengaruhi oleh ajaran Zen Buddhisme yang menekankan pada keseimbangan, ketenangan pikiran, dan pemahaman bahwa kebahagiaan tidak berasal dari kepemilikan material.
Mengapa Hidup Minimalis Menarik?
Gaya hidup minimalis menawarkan berbagai manfaat bagi siapa pun, terutama dalam hal kesehatan mental dan emosional.