Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Hidup Minimalis ala Orang Jepang, Mengapa Sulit Dilakukan?

13 Oktober 2024   19:08 Diperbarui: 17 Oktober 2024   08:01 23023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Hidup minimalis ala orang Jepang | Sumber: freepik.com

Hidup dengan sedikit barang dapat mengurangi stres dan kecemasan yang sering kali muncul akibat kekacauan visual dan emosional.

Ruang yang rapi dan bebas dari tumpukan barang menciptakan suasana yang menenangkan dan memfasilitasi fokus yang lebih baik.

Selain itu, hidup minimalis memungkinkan orang untuk lebih menghargai barang yang mereka miliki.

Dengan memiliki barang-barang yang hanya benar-benar dibutuhkan dan dicintai, setiap benda memiliki makna khusus, sehingga kepuasan hidup meningkat.

Secara ekonomi, hidup minimalis juga dapat membantu seseorang untuk lebih hemat, menghindari pengeluaran berlebihan, dan bahkan mendukung gerakan ramah lingkungan dengan mengurangi konsumsi berlebihan.

Tantangan Menerapkan Hidup Minimalis

Meskipun hidup minimalis ala Jepang tampak seperti solusi yang ideal untuk kehidupan modern yang penuh dengan konsumsi berlebihan, banyak orang di luar Jepang merasa sulit untuk benar-benar mengadopsi gaya hidup ini.

Ada beberapa alasan utama mengapa hal ini terjadi, sebagai berikut.

Pertama, budaya konsumerisme yang mengakar. Salah satu alasan utama adalah budaya konsumerisme yang sangat kuat di banyak negara, terutama di negara-negara Barat.

Konsumerisme mengajarkan bahwa memiliki lebih banyak barang adalah tanda keberhasilan dan kebahagiaan.

Iklan dan media sosial terus-menerus mendorong orang untuk membeli produk baru, yang membuat kita sering kali merasa bahwa memiliki lebih sedikit barang justru membuat kita ketinggalan atau tidak sesuai dengan norma sosial.

Kedua, keterikatan emosional pada barang. Banyak orang juga merasa sulit untuk melepaskan barang-barang mereka karena keterikatan emosional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun