Prabowo dan Gibran dalam kampanye mereka menekankan bahwa anggaran ini bukan hanya investasi di bidang pendidikan, tetapi juga investasi di bidang kesehatan generasi muda.
Mereka berjanji untuk mengalokasikan sebagian besar dana dari APBN untuk program ini, serta mendorong efisiensi penggunaan anggaran di berbagai sektor lainnya.
Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana pemerintah akan memastikan dana ini tidak membebani keuangan negara secara berlebihan?
Dalam konteks ekonomi global yang tidak menentu, ada kekhawatiran bahwa anggaran untuk program ini dapat memengaruhi alokasi dana untuk sektor-sektor lain yang sama pentingnya, seperti infrastruktur, kesehatan, dan ketahanan pangan.
Selain itu, pemerintah juga harus bersiap menghadapi kemungkinan fluktuasi harga bahan pangan, terutama jika program ini menggunakan produk lokal yang harganya bisa bervariasi dari waktu ke waktu.
Mekanisme pengendalian anggaran harus dirancang dengan baik untuk menjaga kelangsungan program ini tanpa mengorbankan kualitas makanan yang disajikan kepada siswa.
Tantangan Implementasi
Selain tantangan anggaran, salah satu aspek paling kritis dari kebijakan makan bergizi gratis ini adalah implementasinya di lapangan.
Indonesia, dengan geografis yang sangat luas dan kondisi infrastruktur yang bervariasi, menghadirkan tantangan logistik yang tidak kecil.
Bagaimana pemerintah memastikan makanan yang sehat dan berkualitas bisa sampai di sekolah-sekolah di daerah terpencil?
Program ini akan memerlukan koordinasi yang sangat baik antara pemerintah pusat, daerah, serta sekolah-sekolah yang menjadi target.
Salah satu solusi yang diusulkan oleh Prabowo dan Gibran adalah dengan melibatkan pemerintah daerah serta komunitas lokal untuk membantu pengadaan dan distribusi bahan makanan, terutama di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau.