Tak hanya itu, kami juga membawa Bung Acel mengunjungi kantor CWS, kantor Badan Pengurus Pusat Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA), dan kantor Badan Pengurus Daerah GSJA.
Bung Acel terlihat antusias, terutama saat mengunjungi kantor pusat GSJA, salah satu gereja tertua di Indonesia.
Semangatnya terlihat dari keinginannya untuk berfoto di depan kantor pusat GSJA, dan tentu saja kami tak lupa mengabadikan momen tersebut.
Setelah puas berfoto, kami kembali ke kantor STTE untuk melanjutkan obrolan. Sayangnya, Pak Elyia harus pergi lebih dulu karena ada urusan di Mangga Dua Square.
Meski begitu, saya dan Bung Acel tetap melanjutkan perbincangan, kali ini dengan topik yang lebih ringan: penulisan di Kompasiana. Saya sempat berbagi pengalaman menulis di platform tersebut.
Namun, obrolan kami terhenti sejenak karena kehadiran Ibu Priscilla, salah satu mahasiswa STTE yang datang untuk meminta bantuan saya terkait tugas refleksi yang akan dipublikasikan di akun Kompasiana miliknya.
Bung Acel tampak menyimak dengan seksama, tapi sayangnya waktunya sudah habis, dan ia harus segera pamit pulang.
Saya pun mengantarkan Bung Acel hingga ke jalan raya, di mana ia akan pulang menggunakan Transjakarta, sama seperti saat ia datang.
Sungguh, saya kagum dengan kesederhanaan Bung Acel. Meski bisa saja naik mobil pribadi, ia memilih menggunakan transportasi umum.
Terima kasih banyak kepada Bung Acel atas kunjungannya ke Jakarta. Maafkan jika ada kekurangan selama pertemuan kita.