Baru-baru ini, pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan rencana untuk merevisi ketentuan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (selanjutnya disingkat JKP) yang disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Program JKP ini bertujuan untuk memberikan perlindungan finansial bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (selanjutnya disingkat PHK).
Menurut catatan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara, sejak awal 2024, sudah ada 13.800 pekerja di industri tekstil yang terkena PHK. (Sumber: KORAN.TEMPO.CO).
Bukan soal deretan angka jumlah pengangguran, PHK dapat melahirkan persoalan yang baru dan mengkhawatirkan, yaitu munculnya jumlah orang yang putus asa memperoleh pekerjaan (hopeless of job).
Kondisi ini bila dibiarkan bisa menyebabkan para pekerja, terutama anak muda menjadi frustrasi hingga depresi. Karena itu, pemerintah harus segera mengambil tindakan.
Dalam revisi JKP, pemerintah akan berupaya untuk meningkatkan manfaat yang diterima oleh pekerja serta memperluas cakupan penerima JKP, termasuk para pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (selanjutnya disingkat PKWT).
Tulisan ini berusaha menyampaikan sebuah pandangan yang lebih luas terkait pentingnya keseimbangan antara perlindungan finansial dan pengembangan kapasitas tenaga kerja.
Manfaat JKP dan Perluasan Kriteria Penerima
Saat ini, JKP memberikan uang tunai kepada pekerja yang terkena PHK sebesar 45 persen dari gaji bulanan untuk tiga bulan pertama, dan 25 persen dari upah untuk tiga bulan berikutnya.
Namun, dalam rencana revisi, seluruh periode manfaat akan disamakan menjadi 45 persen dari gaji bulanan.
Langkah ini jelas menjadi angin segar bagi pekerja, terutama yang mengalami PHK mendadak, karena akan membantu menjaga stabilitas finansial mereka dalam jangka pendek.
Selain penyesuaian nominal, revisi juga akan memperluas jangkauan penerima JKP dengan memasukkan pekerja PKWT.
Langkah ini merupakan respons pemerintah terhadap dinamika pasar kerja yang terus berkembang, di mana pekerja dengan kontrak waktu tertentu sering kali tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dalam kasus PHK.
Namun, di balik kebijakan ini, muncul pertanyaan penting: apakah kebijakan ini cukup untuk memberikan solusi jangka panjang bagi para pekerja yang terkena dampak PHK? Ataukah justru perlu ada langkah lebih strategis?
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi dan Akses Lapangan Kerja
Saya pikir, peningkatan manfaat JKP saja tidak cukup. Pekerja yang kehilangan pekerjaan tidak hanya membutuhkan perlindungan finansial, tetapi juga akses kepada peluang kerja baru.
Tanpa ada peningkatan kemampuan atau penciptaan lapangan kerja, JKP hanya menjadi solusi sementara tanpa mengatasi masalah inti: bagaimana meningkatkan daya saing tenaga kerja di pasar.
Dalam konteks ini, maka pemerintah perlu memprioritaskan pengembangan program upskilling dan reskilling. Mengingat cepatnya perubahan teknologi dan kebutuhan industri, peningkatan keterampilan pekerja harus menjadi bagian integral dari kebijakan perlindungan sosial ini.
Program pelatihan, sertifikasi, hingga pembukaan akses ke platform pekerjaan yang kolaboratif dengan sektor swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa menjadi langkah lanjutan yang perlu diambil.
Selain itu, dunia usaha, terutama perusahaan besar dan BUMN, harus terlibat aktif dalam menciptakan skema penyaluran tenaga kerja.
Kolaborasi ini akan memastikan bahwa pekerja yang terkena PHK tidak hanya mengandalkan JKP sebagai penyangga finansial, tetapi juga memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Program magang, kerja sementara, atau penempatan di sektor-sektor yang sedang berkembang bisa menjadi bentuk nyata dari kerjasama ini.
Pemerintah juga bisa memperkuat kebijakan insentif bagi perusahaan yang berkomitmen memberikan pelatihan kerja dan menerima pekerja yang telah kehilangan pekerjaannya melalui skema JKP.
Solusi Jangka Panjang yang Komprehensif
Hemat saya, menyediakan perlindungan finansial dalam bentuk JKP memang langkah awal yang penting.
Namun, agar kebijakan ini efektif dalam jangka panjang, harus ada pendekatan holistik yang mengutamakan pengembangan kompetensi pekerja dan perluasan akses lapangan kerja.
Program pelatihan dan penempatan kerja yang terintegrasi dengan dunia usaha akan membantu menurunkan angka pengangguran dan meningkatkan daya saing pekerja Indonesia di pasar global.
Dengan demikian, revisi JKP yang diusulkan pemerintah bisa menjadi langkah positif jika dibarengi dengan kebijakan strategis yang berfokus pada pengembangan sumber daya manusia.
Bukan hanya memberikan perlindungan jangka pendek, tetapi juga menciptakan solusi yang berkelanjutan untuk memperkuat ketahanan pekerja Indonesia di tengah tantangan ekonomi global.
Sebagai penutup: Revisi JKP yang diusulkan oleh pemerintah Indonesia bisa menjadi sebuah langkah positif, tetapi mesti dibarengi dengan strategis yang berfokus pada kompetensi para pekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H