Selain penyesuaian nominal, revisi juga akan memperluas jangkauan penerima JKP dengan memasukkan pekerja PKWT.
Langkah ini merupakan respons pemerintah terhadap dinamika pasar kerja yang terus berkembang, di mana pekerja dengan kontrak waktu tertentu sering kali tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dalam kasus PHK.
Namun, di balik kebijakan ini, muncul pertanyaan penting: apakah kebijakan ini cukup untuk memberikan solusi jangka panjang bagi para pekerja yang terkena dampak PHK? Ataukah justru perlu ada langkah lebih strategis?
Kebutuhan Pengembangan Kompetensi dan Akses Lapangan Kerja
Saya pikir, peningkatan manfaat JKP saja tidak cukup. Pekerja yang kehilangan pekerjaan tidak hanya membutuhkan perlindungan finansial, tetapi juga akses kepada peluang kerja baru.
Tanpa ada peningkatan kemampuan atau penciptaan lapangan kerja, JKP hanya menjadi solusi sementara tanpa mengatasi masalah inti: bagaimana meningkatkan daya saing tenaga kerja di pasar.
Dalam konteks ini, maka pemerintah perlu memprioritaskan pengembangan program upskilling dan reskilling. Mengingat cepatnya perubahan teknologi dan kebutuhan industri, peningkatan keterampilan pekerja harus menjadi bagian integral dari kebijakan perlindungan sosial ini.
Program pelatihan, sertifikasi, hingga pembukaan akses ke platform pekerjaan yang kolaboratif dengan sektor swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa menjadi langkah lanjutan yang perlu diambil.
Selain itu, dunia usaha, terutama perusahaan besar dan BUMN, harus terlibat aktif dalam menciptakan skema penyaluran tenaga kerja.
Kolaborasi ini akan memastikan bahwa pekerja yang terkena PHK tidak hanya mengandalkan JKP sebagai penyangga finansial, tetapi juga memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Program magang, kerja sementara, atau penempatan di sektor-sektor yang sedang berkembang bisa menjadi bentuk nyata dari kerjasama ini.