Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat manusia di seluruh dunia dewasa ini adalah kelaparan.
Hal ini diperparah dengan peristiwa COVID-19, meskipun sudah selesai, dampaknya masih terasa sekali hingga kini di semua lini, terutama pangan.
Mengatasi masalah ini adalah fokus utama dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-2: Tanpa Kelaparan.
Poin ke-2 ini bertujuan yaitu untuk mengakhiri kelaparan, memastikan ketahanan pangan, dan meningkatkan gizi global pada tahun 2030.
Dalam konteks Indonesia, meskipun telah mengalami kemajuan ekonomi yang cukup signifikan dalam beberapa dekade terakhir, kelaparan dan kekurangan gizi tetap masih menjadi tantangan yang serius.
Adapun pencapaian poin ke-2 ini jelas memerlukan strategi khusus yang disesuaikan dengan konteks lokal (baca: Indonesia).
Artikel ini hendak memberikan gambaran terkini mengenai tantangan kelaparan di Indonesia dan sejumlah strategi khusus yang dapat dilakukan untuk mengentaskan masalah kelaparan tersebut.
Gambaran Tantangan Kelaparan di Indonesia
Meskipun Indonesia tidak termasuk negara yang tidak mengalami krisis pangan selama peristiwa COVID-19 (sebagai informasi, krisis pangan dialami oleh sekitar 258 juta orang di 58 negara saat COVID-19), bukan berarti tidak ada masalah.
Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Tahun 2022, Kebupaten/Kota yang masuk wilayah rentan rawan pangan sebanyak 74 Kabupaten/Kota yang tersebar di wilayah Indonesia timur, wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) dan wilayah kepulauan.
Faktor penyebabnya antara lain: tingginya rasio konsumsi per kapita terhadap ketersediaan, tingginya prevalensi balita stunting, tingginya rumah tangga tanpa air bersih, dan tingginya persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. (Sumber: Laporan Tahunan SDGs, 2023).
Berikut ini adalah beberapa tantangan kelaparan di Indonesia yang perlu menjadi perhatian khusus/fokus pemerintah.
Pertama, ketimpangan akses pangan. Ada kesenjangan yang signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Masyarakat di daerah terpencil seringkali mengalami kesulitan dalam mengakses pangan yang cukup dan bergizi.
Kedua, kemiskinan. Meskipun ekonomi nasional tumbuh signifikan, kemiskinan tetap menjadi faktor utama yang memengaruhi akses pangan.
Banyak keluarga miskin di Indonesia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan mereka. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, garis kemiskinan pada Maret 2022 mencapai Rp505.469 per kapita per bulan.
Dari jumlah itu, sekitar Rp374.455 atau 74,08 persen merupakan komposisi garis kemiskinan makanan. (Sumber: KOMPAS.id).
Ketiga, pembangunan infrastruktur yang belum merata. Infrastruktur yang belum memadai di beberapa wilayah, terutama di Indonesia timur akan menghambat distribusi pangan dan aksesibilitas pasar.
Infranstrukur amat penting karena ia merupakan aspek utama dan terpenting dalam pembangunan suatu negara.
Keempat, krisis iklim. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan kerentanan terhadap perubahan iklim, menghadapi ancaman dari bencana alam seperti banjir dan kekeringan yang dapat merusak hasil pertanian.
Strategi Pengentasan Kelaparan di Indonesia
Lantas, strategi seperti apa yang petrlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan masalah kelaparan? Berikut ini adalah beberapa strategi khusus yang bisa diterapkan.
Pertama, meningkatkan produksi pangan lokal. Mengembangkan teknologi pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dapat meningkatkan hasil panen.
Program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) juga membantu keluarga miskin dengan memberikan bantuan untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Kedua, pengurangan pemborosan pangan. Edukasi mengenai pengelolaan pangan dan pemanfaatan sisa makanan dapat membantu mengurangi pemborosan pangan.
Inisiatif untuk mendaur ulang makanan dan redistribusi pangan juga penting. Misalnya, membuat kerupuk dari sisa nasi, dan lain sebagainya.
Ketiga, penguatan infrastruktur pangan. Investasi dalam infrastruktur seperti jalan, pasar, dan fasilitas penyimpanan dapat memperbaiki distribusi pangan dan memastikan pasokan yang lebih merata di seluruh wilayah.
Keempat, program bantuan sosial dan gizi. Program pemerintah seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) memberikan bantuan pangan langsung kepada keluarga kurang mampu.
Atau, Program Makan Bergizi Gratis yang merupakan program unggulan presiden terpilih Prabowo-Gibran dapat memperbaiki gizi anak dan wanita hamil.
Kelima, ketahanan terhadap krisis iklim. Mengadopsi praktik pertanian yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan meningkatkan sistem peringatan dini dapat membantu meminimalkan dampak bencana alam terhadap produksi pangan.
Kesimpulan: Pentingnya Kerjasama Berbagai Sektor
Sebagai penutup: keberhasilan pengentasan kelaparan di Indonesia tentu saja memerlukan kerjasama yang baik dari berbagai sektor, baik pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Tugas pemerintah adalah perlu terus-menerus meningkatkan kebijakan dan program yang mendukung ketahanan pangan.
Sedangkan tugas masyarakat dan organisasi lokal adalah berperan aktif dalam mendistribusikan bantuan, meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi, dan berkontribusi pada inisiatif lokal yang mendukung ketahanan pangan.
Mengatasi kelaparan di Indonesia jelas memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai aspek, mulai dari peningkatan produksi pangan, hingga penguatan sistem perlindungan sosial.
Dengan kerja sama dan komitmen yang kuat ini, Indonesia dapat mengatasi tantangan kelaparan dan menuju pencapaian Tujuan SDGs ke-2: Tanpa Kelaparan pada tahun 2030.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya