Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tulisanku Dimuat Lagi di Kompas.com, Bukti dari Ketekunan

1 Juli 2024   12:00 Diperbarui: 1 Juli 2024   13:04 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis artikel untuk Komposiana di tepi Pantai Pasir Perawan Pulau Pari Kepulauan Seribu | Sumber: Dokumen pribadi/Billy

Empat hari yang lalu, tepatnya 27 Juni 2024, artikel opini saya di Kompasiana berjudul, "Polemik PPDB, Opsi Kebijakan Peningkatan Daya Tampung Sekolah" tayang di Kompas.com.

Ini adalah kali kedua tulisan saya di Kompasiana dimuat di Kompas.com oleh tim Infinite. Puji Tuhan! Tulisan pertama yang dimuat di Kompas.com berjudul, "Pendidikan Gratis di Perguruan Tinggi, Bisakah Terwujud?"

Untuk diketahui saja, Kompas.com merupakan salah satu situs berita online terpopuler di Indonesia saat ini. Ia berada di bawah bendera PT Kompas Cyber Media alias KCM.

Kompas.com pernah memuncaki klasemen media paling banyak dibaca netizen berdasarkan survei yang diselenggarakan Ipang Wahid Stratejik (IPWS) tahun 2023.

IPWS adalah lembaga yang bergerak dalam bidang pemikiran stratejik berbasis data analitik, dengan tema survei "Referensi Media Pilihan Netizen".

Sebagai media massa nasional terpopuler di Indonesia, tentu saja, ia menjadi target para akademisi dan praktisi yang menginginkan tulisannya dimuat di sana.

Untuk dapat tembus ke media massa sekelas Kompas.com itu tidak mudah. Hanya tulisan-tulisan yang memenuhi syaratlah yang ditayangkan, baik yang menulis langsung di Kompas.com atau Kompasiana.

Sebagai pembanding saja, saya pernah mengirim tulisan ke IDN Times, media digital multi platform Indonesia untuk generasi muda, tapi hingga kini tidak ditayangkan redaksinya, apalagi sekelas Kompas.com.

Meski sulit tembus ke media massa nasional seperti Kompas.com, khususnya melalui platform Kompasiana, saya pribadi tidak mau menyerah untuk membuat tulisan yang berkualitas baik berupa opini maupun cerita perjalanan.

Terkadang, ketika sebuah artikel sudah berhasil ditayangkan di Kompasiana, saya merasa yakin sekali artikel itu sudah berkualitas baik dari segi isi, judul, maupun ilustrasi gambar.

Ternyata, apa yang menjadi keyakinan saya (baca: penilaian) itu tidak selalu sepenuhnya benar/tepat menurut redaksi Kompasiana. Ini ditandai dari artikel-artikel saya yang tidak diberi label "Pilihan".

Bahkan, tidak jarang, kawan-kawan Kompasianer memberikan tanggapan dan kritik atas artikel saya. Hal ini menunjukkan kualitas tulisan saya masih rendah.

Sejatinya, semua tanggapan dan kritik yang membangun dari kawan-kawan Kompasianer, saya terima sebagai bagian dari proses menulis dengan baik di Kompasiana.

Sembilan bulan aktif menulis di Kompasiana, saya telah belajar bahwa untuk menulis dengan baik itu sulit. Kalau menulis asal jadi sih, saya paling bisa. Ha-ha. Yang paling tidak bisa itu menulis dengan baik.

Menulis dengan baik memerlukan konsentrasi, argumen yang logis dan jernih, karena itu saya terus belajar dari kawan-kawan Kompasianer entah muda atau tua, entah junior atau senior.

Jika memang kualitas tulisan mereka bagus, saya akan baca dan menjadikannya sebagai acuan dalam menulis.

Tapi, saya juga tidak buang muka dari tulisan-tulisan kawan-kawan Kompasianer yang jelek, saya tetap baca dan pelajari, supaya saya bisa bedakan mana tulisan yang jelek dan mana yang tulisan yang bagus. He-he.

Kalau kita hanya membaca tulisan yang bagus saja dan tidak membaca tulisan yang jelek, maka kita tidak akan tahu tulisan yang jelek itu seperti apa.

Dalam konteks Kompasiana, untuk mendeteksi sebuah tulisan itu jelek sangat mudah, lihat saja apakah tulisan itu diberi label "Pilihan" oleh editor Kompasiana ataukah tidak - menurut saya lha ya - bisa jadi tidak benar.

Mungkin, menurut kita tulisan kita sudah bagus, tapi belum tentu bagus menurut editor Kompasiana; mungkin, menurut kita tulisan kita layak diangkat ke Kompas.com, tapi belum tentu layak menurut tim Infinite Kompasiana.

Hal terbaik yang bisa dilakukan tatkala artikel kita tidak diberi label "Pilihan" atau "Artikel Utama" adalah bukan ngambek atau marah-marah ke admin Kompasiana seperti yang pernah saya lakukan dulu, tapi berusaha untuk tampil lebih maksimal lagi.

Hanya dengan sikap inilah, kita bisa mencapai level menulis dengan baik. Tentu saja, untuk menulis dengan baik butuh latihan setiap hari.

Dua buah artikel opini saya yang tembus media massa nasional Kompas.com adalah bukti dari latihan menulis yang saya lakukan setiap hari.

Jadi, teruslah menulis, apapun yang kalian tulis itu, yang sekiranya bermanfaat bagi pembaca Kompasiana. Teruslah menulis hingga akhirnya tulisan kita dilirik oleh editor Kompasiana dan dibawa jauh ke Kompas.com.

Percaya diri adalah modal utama menulis, kata pendiri Kompasiana, Pepih Nugraha. Jujur, saya terkadang merasa kurang pede, apalagi ketika menulis berdasarkan Topik Pilihan admin Kompasiana.

Setelah membaca tulisan kawan-kawan Kompasianer yang menulis berdasarkan Topik Pilihan, saya lalu merasa tidak pede; merasa tidak yakin dengan tulisan sendiri.

"Bisakah tulisan saya menjadi "Artikel Utama?" pikir saya dalam hati. Tanpa modal percaya diri, selamanya kita tidak akan menjadi penulis yang sukses.

Setiap kita punya keunikan, menulislah sesuai keunikan diri sendiri, tanpa harus menjadi orang lain.

Fokuslah menulis dengan baik, maka dengan sendirinya artikel kita bakal dijadikan "Artikel Utama", bahkan dimuat di Kompas.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun