Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rakyat Sejahtera Lewat Program Tapera, Bisa?

29 Juni 2024   20:40 Diperbarui: 29 Juni 2024   20:40 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga kini, isu mengenai program Tabungan Perumahan Rakyat, alias Tapera, masih menjadi polemik di tengah masyarakat.

Salah satu isu yang disoroti ialah pungutan iuran Tapera bagi karyawan swasta yang gajinya di atas upah minimum.

Disebutkan, iuran Tapera ditetapkan pemerintah sebesar 3 persen, rinciannya sebagai berikut, 2,5 persen ditanggung karyawan dan 0,5 persen dibebankan ke perusahaan sebagai pemberi jasa, sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera.

Sederhananya begini, jika seorang karyawan memperoleh penghasilan gaji setara upah minimum Daerah Khusus Jakarta (DKJ) sebesar Rp 5.067.381, maka besaran potongan Tapera ialah Rp 126.684 per bulan atau Rp 1,52 juta per tahun.

Sebagaimana yang diketahui, kepesertaan Tapera untuk pembiayaan perumahan secara gotong royong ini bakal dilaksanakan paling lambat tahun 2027. Sementara itu, karyawan dan pengusaha merasa kebijakan yang diambil pemerintah memberatkan mereka.

Bagaimana tidak memberatkan, kewajiban iuran Tapera tersebut bakal menambah daftar panjang potongan gaji mereka setiap bulan seperti potongan pajak penghasilan, jaminan hari tua, jaminan kematian, BPJS kesehatan, dan lain sebagainya.

Manfaat Jangka Panjang Program Tapera

Sebagai informasi saja bahwa pengelolaan dana Tapera dilakukan Badan Pengelola (BP) Tapera (dulunya Bapertarum).

Dana yang terkumpul, selanjutnya diinvestasikan BP Tapera dengan harapan memberikan manfaat maksimal bagi peserta dalam bentuk kemudahan akses kepemilikan rumah.

Melalui program Tapera ini, pemerintah mengharapkan masyarakat dapat memiliki rumah layak huni, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan hidup - mengingat angka kesenjangan ketersediaan rumah hingga akhir 2023 mencapai hingga 9.9 juta, menurut data Kementerian PUPR.

Lantas, seperti apakah manfaat yang bakal diterima oleh peserta Tapera, jika mengikuti program ini? Mengutip laman TAPERA.go.id, terdapat tiga manfaat yang diperoleh peserta Tapera sebagai berikut.

Pertama, peserta pekerja dapat mengajukan pembiayaan untuk pembelian rumah, khususnya rumah pertama. Syaratnya sudah menjadi peserta Tapera minimal 12 bulan dan mengikuti prosedur yang berlaku.

Kedua, peserta pekerja dapat mengajukan pembiayaan untuk pembangunan rumah pertama baru. Syaratnya sudah menjadi peserta Tapera minimal 12 bulan dan mengikuti prosedur yang berlaku.

Ketiga, peserta pekerja dapat mengajukan pembiayaan untuk perbaikan rumah (renovasi). Syaratnya sudah menjadi peserta Tapera minimal 12 bulan dan mengikuti prosedur yang berlaku.

Dilihat dari manfaatnya, program Tapera ini jelas memberikan peluang yang besar bagi setiap keluarga Indonesia untuk memiliki rumah sendiri dengan biaya yang murah di masa depan.

Bisakah Program Tapera Terealisasikan?

Meski program Tapera mempunyai tujuan yang mulia, yakni membantu masyarakat untuk memiliki rumah hunian yang layak, namun banyak pihak yang khawatir program ini bisa membuka peluang terjadinya tindak korupsi atas dana Tapera.

Ada beberapa titik rawan yang perlu diidentifikasi sejak dini sebagai peluang terjadinya tindak korupsi, antara lain sebagai berikut.

Pertama, pada tahap pengumpulan dan pengelolaan dana Tapera sebesar 3 persen, di mana 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen ditanggung perusahaan. Mengingat besarnya dana yang dikumpulkan BP Tapera, tanpa pengawasan yang ketat bisa terjadi penyalahgunaan dana.

Kedua, pada tahap pengadaan lahan dan pembangunan perumahan Tapera bisa menjadi lahan subur bagi tindak korupsi seperti mark-up biaya konstruksi, penggunaan bahan bangunan berkualitas rendah, dan penyelewengan anggaran.

Ketiga, pada tahap distribusi rumah kepada peserta Tapera, juga bisa membuka peluang terjadinya tindak korupsi. Tanpa transparansi dan adil, distribusi rumah bisa dikendalikan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan.

Ketiga tahap di atas, tentu saja, melibatkan berbagai pihak mulai dari Pemerintah Daerah (Pemda) hingga pengembang properti, sehingga tanpa pengawasan yang ketat, pengadaan lahan untuk pembangunan hunian bisa diwarnai praktik suap dan korupsi.

Selain lembaga independen yang memastikan program Tapera berjalan sesuai aturan dan standar yang sudah ditetapkan, masyarakat umum dan media bisa berperan menjadi pengawas.

Partisipasi publik dapat memberikan tekanan moral bagi para pelaksana program Tapera untuk bertindak jujur, transparan, dan adil.

Sebagai kesimpulan: sejatinya program Tapera dari pemerintah memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, ia sekaligus, berpotensi menjadi lahan yang subur bagi pratik suap dan korupsi. Oleh karena itu, perlu diawasi secara ketat.

Jika program Tapera sukses dijalankan, maka ia bisa menjadi simbol keberhasilan pemerintah dalam mengangkat martabat masyarakat kalangan bawah dan menengah karena menyediakan hunian yang layak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun