Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Polemik PPDB, Opsi Kebijakan Peningkatan Daya Tampung Sekolah

27 Juni 2024   20:28 Diperbarui: 29 Juni 2024   05:03 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irjen Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, dalam Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan PPDB di Jakarta | Sumber: Dok. inilah.com

Yang menjadi harapan orangtua terhadap keberlangsungan pendidikan anaknya ialah memeroleh pendidikan yang terbaik, bukan? Idealnya, pendidikan yang baik ditopang oleh ketersediaan fasilitas pendukung pembelajaran yang memadai, biaya sekolah yang murah meriah/bahkan gratis, dan tentu saja kualitas sekolah yang mencetak lulusan kompeten.

Saya masih ingat, dulu orangtua saya mendaftarkan saya di sekolah negeri, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat atas. Dalam pandangan orangtua saya, sekolah-sekolah negeri yang menjadi pilihan mereka kala itu, merupakan sekolah dengan kualitas terbaik.

Sekolah-sekolah negeri ini telah menjadi semacam sekolah favorit/unggulan bagi kebanyakan siswa dari berbagai desa, sehingga tidak heran, hampir setiap tahun pendaftarnya membludak.

Tentu saja, ada banyak alasan lain mengapa sekolah negeri, khusus SMP dan SMA di daerah saya kala itu mengalami lonjakan setiap tahun.

Apakah terjadi praktik kecurangan/malpraktik berkenaan dengan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kala itu? Saya kurang tahu pasti.

Isu-isu yang Diperbincangkan Media Massa Terkait PPDB

Menurut Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), isu-isu yang diperbincangkan di media massa terkait PPDB berfokus pada empat tema utama: (1) paradigma terkait PPDB, (2) metode pelaksanaan PPDB, (3) malpraktik, (4) kapasitas pendidik. (Sumber: PSPK, 2023). Berikut ini adalah penjelasannya.

Tema pertama adalah soal paradigma PPDB. Tema ini berkenaan dengan keluhan penyelenggara sekolah swasta yang selama ini berperan dalam memberikan layanan pendidikan, tetapi menurun peminatnya.

Ada pula persepsi mengenai disparitas antarsekolah negeri, di mana ada yang dianggap sebagai "sekolah unggulan", sementara ada juga yang dianggap sebagai "sekolah pinggiran", sehingga tidak semestinya ada jalur Zonasi yang membatasi peluang untuk masuk ke sekolah yang dianggap unggulan.

Tema kedua adalah soal metode pelaksanaan PPDB. Tema ini berkenaan dengan metode pengaturan PPDB oleh Pemerintah Daerah, terutama mengenai jalur Zonasi, sehingga berakibat pada keluhan-keluhan anak dan orangtua.

Selain itu, kurangnya sebaran sekolah negeri, misalnya dalam satu Kecamatan tidak ada SMP Negeri, sehingga kebijakan Zonasi dianggap tidak relevan.

Tema ketiga adalah soal malpraktik/kecurangan. Salah satu yang menjadi perhatian banyak pihak kini adalah dugaan kecurangan seperti praktik suap, pungutan liar, dan pemalsuan data siswa, misalnya adanya Kartu Keluarga (KK) fiktif supaya tercatat lebih dekat dengan sekolah yang dituju.

Kasus-kasus tersebut di atas menunjukkan rendahnya kapasitas Pemerintah Daerah dalam menangani malpraktik di sekolah negeri. Publik kemudian menduga kecurangan tersebut terjadi lantaran sulitnya mengakses sekolah negeri.

Tema keempat adalah soal kapasitas pendidik. Tema ini berkenaan dengan kemampuan pendidik yang belum optimal dalam memberikan layanan yang berkeadilan kepada kelompok anak yang heterogen.

Meski isu ini tidak seheboh isu mengenai malpraktik dalam proses seleksi ataupun isu terkait metode pengaturan PPDB, namun terdapat orangtua dan pendidik, terutama dari sekolah negeri yang dianggap unggulan/favorit, yang takut jika sekolah menjadi lebih heterogen, maka anak-anak bakal tidak dapat belajar dengan baik.

Dari keempat tema tersebut di atas, saya melihat akar masalah yang terus terulang dari tahun ke tahun, yakni kurangnya daya tampung sekolah negeri, terutama jenjang SMP dan SMA. Bukan berarti hanya ini satu-satunya akar masalahnya, tentu saja, masih ada yang lain.

Bagaimana Peran Pemerintah dalam Memitigasi PPDB

Irjen Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, dalam Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan PPDB di Jakarta | Sumber: Dok. inilah.com
Irjen Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, dalam Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan PPDB di Jakarta | Sumber: Dok. inilah.com

Sekolah Negeri merupakan komitmen serius Pemerintah dalam menyediakan akses pendidikan yang berkualitas bagi seluruh anak Indonesia. Namun, kondisi saat ini, terbilang masih jauh dari ideal, karena rata-rata sekolah negeri tidak mampu menampung seluruh siswa jenjang SMP dan SMA.

Berdasarkan data Depodik dan EMIS, seperti dikutip dari PSPK, sekitar 46 persen Kabupaten/Kota di Indonesia tidak dapat menampung seluruh lulusan SD/sederajat di SMPN ataupun MTsN. Dan, angka ini sebesar 67 persen untuk jenjang SMA/MA.

Selain itu, lima Kabupaten/Kota dengan kekurangan daya tampung SMPN/MTsN serta SMAN/MAN paling tinggi di seluruh Indonesia berada di Pulau Jawa, wilayah yang selama ini dianggap paling berkembang dalam sektor pendidikan.

Hemat saya, upaya terbaik yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) terkait problem ini adalah menggratiskan sekolah-sekolah swasta dan membangun unit sekolah baru.

Ini sejalan dengan Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi, "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya".

Maksud Pasal di atas adalah Pemerintah punya kewajiban menyediakan akses pendidikan bagi seluruh warga negara, di mana pun mereka berada, bersifat inklusif, dan punya kewajiban konstitusional membiayai seluruh kegiatan pendidikan dasar ini.

Menurut laporan RRI.co.id, saat ini, ada sekitar 146 sekolah swasta di Tangerang, Banten yang telah menggratiskan siswanya. Kebijakan ini tentu perlu diapresiasi.

Selain menggratiskan sekolah-sekolah swasta, Pemerintah perlu juga membangun unit sekolah baru, dengan catatan pembangunannya mesti merata dan difokuskan pada daerah-daerah terpencil atau tertinggal di Indonesia.

Sebab, kenyataannya, hingga saat ini, jumlah gedung sekolah negeri di daerah-daerah terpencil masih sangat minim dan belum merata. Pun kalau ada, gedung sekolah yang ada masih dalam kondisi yang buruk. Kurangnya sarana dan prasaran pendidikan di daerah terpencil berpengaruh pada kualitas pembelajaran siswa.

Jika jumlah bangku tersedia cukup untuk seluruh usia sekolah, baik di perkotaan dan daerah-daerah terpencil, dan seluruh pembiayaan operasional sekolah ditanggung oleh Pemerintah, maka polemik PPDB otomatis bakal berhenti dengan sendirinya.

Sebagai kesimpulan: kesuksesan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), tentu saja, bukan hanya bergantung pada andil Pemerintah Daerah, tetapi juga andil dari Pemerintah Pusat.

Jika ada kolaborasi yang baik di antara kedua belah pihak, diskriminasi dan ketidakadilan selama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) bakal berkurang/bahkan hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun