Hal tersebut bisa terjadi karena kalian memahami dengan baik hal-hal terkait apa yang dimuat dalam tulisan. Pembaca pun bisa menilai seberapa tinggi pengetahuan kalian dari argumentasi yang dibuat.
Argumentasi yang baik harus runut/logis, jernih dan didukung oleh data. Tentu saja, yang diutamakan adalah data yang diambil dari sumber yang terpercaya.
Dalam artikel saya yang dimuat di Kompas.com, misalnya, saya membahas dengan runut dan jernih. Selain itu, saya mengambil data dari Laporan Tahunan SDGs 2023 untuk memperkuat argumentasi saya.
Intinya, semakin logis dan jernih argumennya, serta sumber datanya terpercaya, semakin bagus pula kualitas opini kalian, sehingga layak untuk masuk dapur redaksi media.
Ketiga, menggunakan bahasa yang popular. Dalam menulis opini, bahasa tidak boleh disepelekan. Gunakanlah bahasan yang popular. Tujuannya supaya pembaca lebih mudah menerima gagasan yang kalian tulis.
Jangan pernah menganggap pembaca opini kalian adalah orang-orang yang bisa mengerti istilah-istilah asing atau bahasa-bahasa teknis. Setiap pembaca, tentu terdiri dari beragam usia dan pendidikan.
Karena itu, usahakanlah menggunakan bahasa yang sederhana dan lugas, sehingga gagasan yang disampaikan mudah dipahami pembaca. Inilah yang saya lakukan ketika menulis opini di Kompasiana.
Sebagai kesimpulan: menulis opini untuk media massa bukan perkara yang mudah untuk dilakukan, khususnya bagi para penulis pemula, dibutuhkan usaha keras dan kesabaran yang tinggi.
Bagi Kompasianer yang artikelnya belum dibawa oleh tim Kompasiana melintasi batas ruang dan waktu melalui program Infinite, jangan patah semangat dulu.
Kalian bisa kok mencoba menerapkan ketiga elemen kunci yang saya bagikan di atas dalam pembuatan tulisan opini di media massa. Semoga bermanfaat, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H