Reza mengatakan bahwa sampah yang terperangkap di hutan mangrove Muara Angke itu bersumber dari Kali Adem, Kali Pluit, dan Kali Marunda -- lokasinya tidak jauh dari kawasan mangrove tersebut. Jaraknya sekitar 10 hingga 30 kilometer. (Sumber: Tempo.co).
Pertanyaannya, apa jadinya ya, kalau hutan mangrove di pesisir utara Jakarta rusak akibat tertutup sampah? Apa saja dampak yang ditimbulkan dari keruskan mangrove ini? Yuk, mari kita cek faktanya.
Perlu diketahui bahwasannya hutan mangrove memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan di wilayah pesisir dan berkontribusi bagi kesejahteraan penduduk yang menempati wilayah pesisir. Fungsi hutan mangrove bisa kita lihat dari dua kaca mata: kaca mata ekologis dan kaca mata ekonomis.
Pertama, kaca mata ekologis. Hutan mangrove memiliki berbagai fungsi ekologi seperti tempat tinggal bagi satwa air seperti ikan, udang, penyu, dan kepiting. Juga, sebagai tempat tinggal bagi satwa darat seperti monyet ekor panjang, burung bangau bluwok, elang bondol, biawak, dan lain-lain.
Apabila hutan mangrove rusak, maka hewan-hewan yang tinggal di dalamnya akan kehilangan tempat tinggal, tempat menyimpan dan menetaskan telur, tempat berlindung, dan mengalami kematian. Dengan demikian, populasi mereka akan berkurang.
Pasalnya, kerusakan mangrove di Muara Angke, Jakarta Utara berdampak pada spesies burung bangau bluwok, bubut jawa, dan burung elang bondol. International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menetapkan bangau bluwok sebagai spesies burung yang terancam punah.
Selain sebagai tempat tinggal bagi banyak satwa, fungsi ekologi hutan mangrove ialah untuk mencegah terjadinya abrasi. Akar mangrove dapat memecah gelombang sebelum menerpa pesisir. Pasalnya, pada Tsunami Aceh tahun 2004 silam, beberapa daerah lolos dari terpaan gelombang tsunami karena terlindung hutan mangrove.
Apabila hutan mangrove di Muara Angke rusak, hal ini akan membahayakan keselamatan penduduk yang mendiami wilayah pesisir dan menimbulkan kerusakan besar pada infranstruktur di Muara Angke, Jakarta Utara.
Barangkali, fungsi ekologi hutan mangrove yang paling penting ialah perannya dalam menyerap emisi karbon. Hutan mangrove di Indonesia, rata-rata, mampu menyerap 52,85 ton karbon diosida per hektar per tahun -- angka ini lebih tinggi dari estimasi global, yaitu 26,42 ton karbon diosida per hektar per tahun. (Sumber: Kompas.id).
Apabila hutan mangrove rusak, jumlah karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer. Jumlah karbon dioksida yang tinggi akan membuat udara kurang bersih dan menyebabkan efek gas rumah kaca (GRK), sehingga ujung-ujungnya menyebabkan pemanasan global yang berpotensi merusak bumi dan isinya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya