Beberapa kali, saya dan istri melakukan perjalanan ke sekitaran teluk Jakarta, kami selalu menemukan pemandangan yang sama di pantai dan laut: sampah plastik. Sampah plastik di teluk Jakarta, bahkan telah menjangkau hingga ke pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.
Pada akhir bulan Desember 2023 lalu, saya dan istri melakukan perjalanan ke Pulau Pari untuk berlibur. Kami hampir tak percaya dengan apa yang kami lihat di sana: sampah plastik berserakan di tepi Pantai Pasir Perawan. Setiap hari (pagi dan sore), para petugas pantai membersihkan sampah-sampah itu dari bibir pantai.
Selama 4 hari di Pulau Pari, kami menyaksikan sampah plastik yang tak pernah habis-habisnya dibawa oleh angin dan ombak laut menuju tepi pantai. Menurut salah seorang petugas pantai yang saya wawancarai, sampah-sampah itu berasal dari teluk Jakarta.
Pengalaman kami itu, diteguhkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Abrar dan Ricoh (2005). Menurut mereka, jumlah sampah di pulau pada Kepulauan Seribu telah mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2005, jumlah sampah di Pulau Pari mencapai 449,4. Angka ini, lebih tinggi dari 7 pulau lainnya, yaitu Pulau Untung Jawa, Lancang Besar, Damar Kecil, Damar Besar, Ayer, dan Tidung Kecil.
Lautan sampah di teluk Jakarta yang kini menyebar luas ke pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu, sebagian besarnya di dominasi oleh styrofoam. Styrofoam sendiri termasuk kedalam kategori sampah plastik yang mengandung zat berbahaya seperti benzene dan styrene.
Fenomena sampah plastik ini tidak hanya ditemukan di perairan laut Jakarta saja, melainkan juga di hampir seluruh perairan laut Nusantara. Karena itu, pemerintah Indonesia sedang melaksanakan beragam program dan kegiatan untuk mewujudkan target pengurangan produksi sampah plastik yang masuk ke parairan laut.
Di mana, pada tahun 2025 mendatang, sampah plastik ditargetkan bakal berkurang hingga 70 persen di perairan laut Indonesia. Itu untuk jangka pendeknya. Sedangkan, untuk jangka panjangnya sampah plastik ditargetkan bakal bersih atau bebas pada tahun 2040.
Presiden Jokowi telah mengambil langkah strategis dengan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis, serta Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, yang di dalamnya memuat Rencana Aksi Penanganan Sampah Plastik di Laut Tahun 2018-2015. (Sumber: Antaranews.com).
Pertanyaannya, bisakah sampah plastik, khususnya di teluk Jakarta berkurang tahun 2025? Beranikah masyarakat Jakarta menerima tantangan dari pemerintah ini?
Dari Mana Asal Sampah Plastik di Teluk Jakarta?
Mungkin, kita bertanya-tanya, dari mana sih asal sampah plastik yang bermuara di teluk Jakarta, kok banyak banget hingga tersebar ke Kepulauan Seribu? Masa iya hanya berasal dari warga Jakarta saja, ataukah dari daerah lain? Yuk, mari kita cek faktanya.
Pada tahun 2015-2016, M. Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati dari Pusat Penelitian Oseannografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkirakan bahwa sebanyak 8,32 ton per hari sampah plastik yang sampai di teluk Jakarta melalui 13 sungai yang bermuara di teluk Jakarta.
Ke-13 sungai yang bermuara di di teluk Jakarta antara lain: Sungai Mookevart, Sungai Angke, Sungai Pesanggrahan, Sungai Grogol, Sungai Krukut, Sungai Baru Barat, Sungai Ciliwung, Sungai Baru Timur, Sungai Cipinang, Sungai Sunter, Sungai Buaran, Sungai Jati Kramat, dan Sungai Cakung.
Dari 13 sungai tersebut, sampah plastik paling banyak masuk ke teluk Jakarta adalah melalui sungai di Tangerang, yakni 71 persen, diikuti Jakarta sebesar 57 persen, dan Bekasi sebesar 53 persen. Demikian, dikutip dari penelitian M. Reza Cordova dan Intan Suci Nuhati. (Sumber: Nationalgeographic.grid.id).
Dengan demikian, penyumbang sampah plastik terbesar di teluk Jakarta bukan berasal dari Jakarta saja, melainkan juga dari daerah-daerah tetangganya, yaitu Tangerang dan Bekasi.
Apa Saja Dampak Sampah Plastik di Teluk Jakarta?
Riset yang mengonfirmasi bahwa sebagian besar jumlah sampah yang bermuara di teluk Jakarta berjenis styrofoam semakin menunjukkan betapa tidak sehatnya perairan laut utara Ibu Kota.
Kondisi ini, apabila tidak segera diselesaikan, maka akan berdampak buruk pada berbagai sektor, seperti terganggunya ekosistem laut, terganggunya mata pencaharian nelayan kecil, dan terganggunya sektor pariwisata (wisata bahari).
Terganggunya Ekosistem Laut
Sampah plastik dapat merusak ekosistem laut di teluk Jakarta. Masuknya sampah jenis styrofoam di teluk Jakarta dapat menimbulkan kerusakan pada terumbu karang dan kematian biota laut. Ikan-ikan akan memakan partikel mikroplastik yang tenggelam di dasar laut maupun yang mengapung di permukaan laut.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ratusan ikan di lautan telah menelan plastik. Dari 555 ikan yang diteliti, sekitar 385 spesies ikan telah memakan plastik. Mikroplastik adalah partikel kecil yang mudah dikonsumsi oleh makhluk hidup, baik sengaja maupun tidak sengaja. (Sumber: Tempo.co).
Selain sampah plastik, masalah lain yang memperparah kehidupan biota laut di teluk Jakarta ialah masuknya lumpur yang barasal dari ke-13 sungai.
Ketika saya dan istri naik kapal dari Pelabuhan Muara Angke ke Pulau Pari tahun lalu, kami terkejut luar biasa ketika melihat warna air laut. Warna air laut tidak lagi bening, tapi coklat kehitaman. Pemandangan yang sama, saya temui ketika mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa beberapa waktu lalu.
Kondisi air yang keruh dapat menyebabkan ikan mabuk hingga mati, karena kekurangan oksigen. Jadi, mohon jangan lagi membuang sampah sembarangan di sungai dan di laut Jakarta, ya! Kasihan biota lautnya, mereka sekarang terancam mati karena ulah kita.
Terganggunya Mata Pencaharian Nelayan Kecil
Keberadaan sampah plastik di teluk Jakarta tidak hanya menganggu ekosistem bawah laut, tapi juga menganggu aktivitas nelayan yang mencari ikan, udang, dan kerang di pesisir. Banyaknya sampah plastik yang masuk ke teluk Jakarta akan mempersulit nelayan untuk menjaring ikan.
Bahkan, kondisi itu berdampak juga pada peralatan tangkapan yang mereka gunakan. Sampah-sampah plastik akan merusak baling-baling kapal, juga merobek jaring tangkapan ikan.
Selain masalah sampah, masalah reklamasi pulau juga berdampak pada aktivitas nelayan kecil di teluk Jakarta. Kalau dulu, para nelayan mencari ikan dalam jarak yang dekat dari bibir pantai, sekarang mereka harus pergi mencari ikan dalam jarak yang jauh dikarenakan reklamasi pulau.
Kondisi ini, jelas menyebabkan nelayan mengalami kerugian waktu, tenaga, dan dana yang tak sedikit. Pemerintah diharapkan tegas terhadap masalah sampah dan reklamasi yang merugikan nelan kecil.
Terganggunya Sektor Pariwisata
Keberadaan sampah plastik di teluk Jakarta, apabila tidak diolah dengan baik akan berdampak buruk bagi sektor pariwisata, khususnya wisata bahari.
Apa yang dimaksud dengan wisata bahari? Wisata bahari ialah seluruh kegiatan yang bersifat rekreasi yang aktivitasnya dilakukan di media kelautan atau bahari.
Adapun, daerah yang termasuk dalam wisata bahari meliputi daerah pantai, pulau-pulau sekitarnya, serta kawasan lautan dalam pengertian pada permukaannya, dalamnya, ataupun pada dasarnya termasuk di dalamnya seperti taman laut.
Bagaimana sampah plastik memengaruhi sektor wisata bahari? Sampah plastik yang menumpuk di kawasan wisata bahari baik di pantai maupun di laut akan mengurangi keindahan lokasi wisata dan menurunkan potensi datangnya wisatawan ke lokasi wisata.
Selain kawasan wisata bahari Ancol, pulau-pulau di Kepulauan Seribu juga termasuk wisata bahari yang popular di Jakarta. Karena itu, pembersihan sampah plastik di teluk Jakarta harus menjadi prioritas Pemprov, sehingga kawasan wisata bahari di Jakarta tetap lestari.
Usulan untuk Mengurangi Sampah Plastik di Teluk Jakarta
Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi sampah plastik hingga 70 persen di teluk Jakarta pada tahun 2025 sebagai berikut.
Terkait hal ini, Emil Salim, Mantan Menteri Lingkungan Hidup pernah menyampaikan 3 langkah untuk mengurangi sampah plastik di teluk Jakarta. Mari kita lihat 3 langkah yang Beliau usulkan.
Pertama, harus kendalikan 13 sungai yang melewati wilayah DKI Jakarta. Menurutnya, sungai jangan lagi dijadikan tempat untuk membuang sampah baik organik maupun plastik. Hemat saya, mungkin, pelu juga memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku yang membuang sampah di sungai ataupun laut.
Kedua, perlunya mengintensifkan program pelarangan plastik sebagai alat untuk membawa barang. Menurutnya, perlu juga memberikan insentif kepada mereka yang mengembalikan sampah plastik.
Ketiga, perlunya membuat waduk di lepas pantai. Menurutnya, pengendalian sampah plastik bisa dilakukan lewat waduk. Nantinya, waduk ini bisa mencegah pencemaran sampah, terutama di level hilir. Karena, selama ini, penanganan sampah plastik di Jakarta sering kali hanya mengandalkan pengerukan dan pembersihan sampah di bagian hilir dibandingkan hulu.
Untuk merealisasikan ketiga cara di atas diperlukan kerja sama antardaerah penyanggah. Pemprov DKI Jakarta mesti berkolaborasi dengan Pemkot Tangerang dan Bekasi, sebab penyumbang sampah plastik terbesar berasal dari dua kota tersebut.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta mesti berusaha menerapkan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai kepada pelaku UMKM dan e-commerce. Karena kenyataannya, masih banyak pelaku UMKM dan e-commerce yang menggunakan plastik sebagai pembukus paket.
Saya mengajak seluruh masyarakat Jakarta untuk peduli sampah plastik di kawasan teluk Jakarta. Stop penggunaan plastik sekali pakai dan stop membuang sampah ke sungai atau laut. Biota laut saat ini sedang sekarat dan banyak nelayan kecil pesisir yang kehilangan mata pencaharian mereka, karena ulah kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H