Dengan menlajutkan studi ke jenjang S2, maka akan memperluas koneksi pertemanan.Â
Bagi saya, melanjutkan studi ke janjang S2 bukan hanya sekadar memperluas kapasitas pengetahuan, tetapi juga memperluas koneksi pertemanan.
Jika dulu ketika studi S1, lingkaran pertemanan saya didominasi oleh anak-anak muda yang baru lulus SMA. Maka di S2 lingkaran, pertemanan saya didominasi oleh orang-orang tua yang kebanyakan mereka telah bekerja. Ada yang bekerja sebagai pendeta, ada pula yang bekerja sebagai business man. Saya banyak belajar dari pengalaman hidup mereka sebagai seorang pendeta dan bisnismen.
3. Membuka Kesempatan Berkarir
Nah, ini dia, yang menarik dari kuliah S2, yaitu terbukanya kesempatan berkarir. Gelar magister (S2) dan gelar doktor (S3) merupakan syarat untuk sejumlah profesi, salah satunya dosen.Â
Tenaga dosen bergelar S2 di kalangan STT di Indonesia tergolong masih sedikit. Karena itu, setelah lulus S2, saya langsung ditawarkan menjadi dosen di salah satu STT di Jakarta.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 yang diubah dengan dengan PP Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang berhak mengajar mahasiswa diploma dan sarjana adalah lulusan S2. Sedangkan, yang berhak mengajar mahasiswa magister dan doktor adalah lulusan S3.
4. Membanggakan Orangtua
Di atas semuanya itu, alasan saya kuliah S2 adalah saya ingin membanggakan kedua orangtua saya.Â
Ayah saya (alm.) adalah seorang pendeta lulusan diploma, sedangkan ibu saya adalah lulusan diploma jurusan Fisika.
Setelah lulus S1 dari Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti Malang tahun 2014, saya bertekad untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 di Jakarta. Meskipun saya tahu orangtua saya tidak mampu membiayai kuliah S2 saya, saya tetap nekat mengambil resiko.
Singkat cerita, saya diterima di salah STT di daerah Jakarta Selatan tahun 2019.Â
Kebetulan, pihak STT memperbolehkan mahasiswa menyicil biaya kuliah hingga selesai studi -- sebuah kebijakan yang jarang terjadi di kalangan STT di Indonesia.Â