Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Indonesia Darurat ISBN, Apa yang Harus Dilakukan?

5 Desember 2023   15:45 Diperbarui: 5 Desember 2023   16:43 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penerbit-penerbit yang baru bermunculan ini, melancarkan aksi mereka melalui penawaran-penawaran via media sosial, dengan iming-iming terbit gratis. Ada juga yang menawarkan jasa terbit dengan harga yang murah meriah. Siapa coba yang tidak tertarik dengan penawaran seperti ini? Saya pribadi sih tertarik, ya! Beberapa buku saya diterbitkan di penerbit kecil. Ini jujur.

Kasus novel cringe yang jadi perdebatan di media sosial X beberapa hari ini, sebenarnya, hanya salah satu kasus dari sekian banyak kasus yang tidak sempat viral di media sosial. Penerbit-penerbit baru yang bermunculan belakangan ini begitu mudah sekali menarik cerita dari platform online untuk dijadikan buku ber-ISBN, tanpa melalui seleksi yang ketat.

Bahkan, penerbit-penerbit baru ini, menawarkan jasa terbit murah untuk naskah Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jelaslah, penerbit-penerbit ini menargetkan penulis-penulis yang berstatus guru dan dosen. Kenapa menargetkan mereka? Karena berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi dan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta sejumlah regulasi yang dikeluarkan Kemenristek dan Dikti, dosen diwajibkan untuk menulis buku atau jurnal susuai bidang mereka.

Semakin dosen dan guru produktif menulis buku, semakin berpangaruh pada mutu institusi di mana mereka mengabdi saat ini dan juga berpengaruh pada karir mereka dalam dunia pendidikan. Jadi, wajar saja, kalau hari ini ISBN menjadi barang yang langka. 

Beberapa Langkah untuk Mengatasi Krisis ISBN

Lalu, bagaimana mengatasi darurat ISBN hari ini? Pihak Perpusnas telah mengambil beberapa langka dalam mengatasi krisis ISBN, di antaranya ISBN tidak diperuntukan untuk penelitian ilmiah seperti Skripsi, Tesis, Disertasi, laporan/hasil kegiatan KKN, PKL, dan sejenisnya. Untuk jenis penelitian ini bisa diterbitkan tanpa ISBN atau menerbitkan dengan jalur self publishing (jalur mandiri). 

Ada satu penerbit yang saat ini sedang mengurus ISBN buku teman saya, sejak Agustus lalu hingga awal Desember ini belum juga keluar ISBNnya. Alasan Perpusnas menolak adalah karena buku yang berupa tesis itu, belum sepenuhnya dikonversi ke dalam format buku. Saya setuju dengan langkah yang diambil pihak Perpusnas ini. Biarlah ISBN diperuntukan untuk buku-buku yanglayak dibaca oleh masyarakat umum, buku-buku penelitian tidak perlu memiliki ISBN.

Langkah lain yang dilakukan oleh pihak Perpunas adalah aturan baru menerbitkan buku dalam bentuk Quick Response Code Book Number (selanjutnya disingkat QRCBN). Apa itu QRCBN? Mengutip laman ciptapublishing.id, QRCBN adalah sebuah teknologi pengidentifikasi sebuah buku yang berbentuk Quick Response (QR) Code atau kode batang, di mana hasil pindaiannya akan menampilkan lebih banyak informasi tentang buku yang sudah diterbitkan. Pelayanan QRCBN sepenuhnya gratis dan setiap buku yang sudah diterbitkan akan memiliki nomor identifikasi yang berbeda dengan buku yang lain.

Pada dasarnya, fungsi QRCBN ini memiliki fungsi yang sama seperti ISBN, yakni untuk memberikan identifikasi pada sebuah buku yang diterbitkan oleh penerbit, memperlancar distribusi buku, menjaga keamanan buku, dan sebagai media promosi yang sudah pasti menguntungkan penulis. Di tengah-tengah krisis ISBN, QRCBN menjadi solusi alternatif terbaik bagi para penulis. Seorang teman saya yang memiliki usaha penerbit sudah menerapkan layanan ini.

Kesimpulan

Krisis ISBN adalah sebuah kondisi ketika jumlah ISBN di suatu negara berkurang secara drastis, yang disebabkan oleh tingginya angka penerbitan buku ber-ISBN dalam waktu singkat. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Indonesia tengah mengalami krisis ISBN yang diperkirakan terjadi dalam kurun waktu yang relatif cukup singkat, yakni 4 tahun (2018-2022). Penyebabnya beragam, seperti menjamurnya penerbit-penerbit baru, kebutuhan ISBN bagi para akademisi atau dosen, dan lain-lain.

Terhadap krisis ini, pihak Perpusnas telah mengambil langkah konkrit, yaitu membatasi ISBN untuk buku kategori penelitian dan menciptakan aplikasi QRCBN yang fungsinya sama dengan ISBN. Langkah-langkah ini, menurut saya, cukup untuk meminimalisir penggunaan ISBN untuk buku yang tidak perlu.

Namun demikian, kalau boleh saya usul, pihak Pemerintah harus membatasi usaha-usaha penerbit yang kini menjamur di mana-mana. Pihak Perpusnas juga harus mulai membatasi jatah ISBN pada setiap penerbit, baik penerbit indie maupun penerbit mayor. Perpusnas harus meningkatkan seleksi yang ketat terhadap naskah buku yang akan memiliki ISBN. Sehingga, buku-buku yang diterbitkan itu benar-benar adalah buku-buku yang berkualitas dan bermanfaat bagi pembaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun