Guru maupun orangtua tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, mereka harus bahu-membahu untuk mendidik anak-anak agar menjadi pemimpin yang berhasil di masa depan
Membicarakan perihal kepemimpinan merupakan hal yang selalu menarik, apalagi untuk masa depan anak-anak didik. Untuk melatih atau mengasah jiwa kepemimpinan dalam diri anak didik sejak dini, tentu diperlukan kerjasama yang baik antara guru dan orangtua.
Baik guru dan orangtua dapat mengajarkan dan melatih jiwa kepemimpinan anak sejak dini dengan beberapa cara yang sebentar lagi akan kita bahas.
Alasan Kenapa Guru dan Orangtua Perlu Bekerjasama untuk Melatih Jiwa Kepemimpina Anak
Saya menyakini kalau setiap anak yang terlahir ke dalam dunia ini dikaruniai oleh Tuhan kemampuan-kemampuan khusus. Setiap kemampuan yang dimiliki oleh anak tentu berbeda satu sama lainnya. Singkatnya, setiap anak memiliki keunikan masing-masing.
Peran guru dan orangtua di sini adalah melatih atau mengasah kemampuan dalam diri anak, terutama kemampuan memimpin, sehingga kemampuan itu dapat berkembang dan berguna untuk masa depan mereka.
Tentu saja, guru maupun orangtua harus terlebih dahulu menjadi role model bagi anak didik, sebelum melatih mereka menjadi seorang pemimpin. Guru dan orangtua haruslah kaya akan pengalaman dan mampu menginformasikan pengalamannya itu kepada anak didik, baik dalam bentuk kata-kata maupun tindakan.
Jadi, semua tutur kata dan gerak langkah guru maupun orangtua akan menjadi teladan bagi setiap anak didik. Karena itulah, peran guru di sekolah maupun orangtua di rumah sangatlah penting bagi keberhasilan anak didik di masa depan.
Cara Guru dan Orangtua Melatih Jiwa Kepemimpinan dalam Diri Anak Sejak Dini
Pertanyaannya adalah bagaimana cara guru dan orangtua mengajarkan atau melatih jiwa kepemimpinan anak sejak dini? Ada beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain sebagai berikut.
- Memupuk Rasa Percaya Diri
Kepercayaan diri adalah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam diri seseorang. Dengan kepercayaan diri, seorang anak akan mampu mengaktualisasikan segala kemampuan atau potensi dirinya. Menurut Lauster (1978), ciri-ciri individu yang percaya diri antara lain: mandiri, tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleran, ambisius, optimis, tidak pemalu, yakin dengan pendapatnya sendiri dan tidak berlebihan.
Sedangkan, menurut Thursan Hakim (2002), ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri kurang antara lain: mudah cemas, memiliki kelemahan dari segi mental, fisik, sosial, gugup dan terkadang bicaranya gagap, sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dari dirinya, mudah putus asa, dan cenderung bergantung pada orang lain.
Selanjutnya, Lauster mengatakan kalau kepercayaan diri bukan merupakan sifat yang diturunkan (bawaan), tetapi diperoleh dari pengalaman hidup. Jadi, di sini, guru dan orangtua bisa mengajarkan dan melatih kepercayaan diri anak didik sejak dini melalui pengalaman hidup mereka.
Contohnya, guru memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengemukakan pendapat mereka di ruang kelas. Apa pun pendapat anak haruslah dihargai. Di rumah pun begitu, berikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapat mereka. Misalnya, dengan meminta mereka memberikan pandangan terkait menu makanan siang atau meminta mereka memilih destinasi liburan akhir pekan.
Upaya-upaya kecil ini akan membentuk dan meningkatkan kepercayaan diri anak. Mereka bisa mengekspresikan diri mereka dengan baik dalam lingkungan mereka, baik di sekolah, di rumah maupun di masyarakat.
- Memupuk Rasa Empati dan Simpati
Empati dan simpati merupakan aspek dari kompetensi emosional. Ia merupakan dasar dari karakter kepemimpinan yang harus ditanamkan dan dipupuk sejak dini oleh guru dan orangtua. Anak-anak harus tanggap sosial seperti bisa berbagi dan menolong orang lain yang terkena musibah. Mereka harus memiliki perasaan altruisme untuk membantu orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri.
Salah satu pelajaran kecil berharga yang bisa diberikan guru dan orangtua kepada anak didik adalah mengajak mereka membantu teman mereka yang tidak memiliki atau lupa membawa peralatan tulis. Ajak mereka untuk berbagi makanan ke teman mereka yang tidak memiliki bekal makanan. Jelaskan mengapa mereka harus membantu temannya.
Di rumah, orangtua bisa mengajarkan anak saling berbagi satu sama lain. Apabila kakak beradik hanya punya 1 permen, ajak mereka untuk berbagi. Dengan berbagi, mereka tidak tumbuh sebagai individu yang egois yang mementingkan dirinya sendiri. Tentu saja, guru dan orangtua harus menjadi model terlebih dahulu. Karena proses belajar anak adalah dari meniru orang yang lebih tua dari mereka.
- Mengenalkan Tanggung Jawab
Ciri utama dari seorang pemimpin yang baik adalah mereka memiliki tanggung jawab. Dengan mengenalkan tanggung jawab kepada anak didik sejak dini, maka mereka bisa lebih disiplin dan teratur dalam mengerjakan tugas-tugasnya, baik di sekolah maupun di rumah.
Sebelum membentuk karakter tanggung jawab, tentu guru dan orangtua harus memahami dan memaknai terlebih dahulu apa itu tanggung jawab dan pentingnya tanggung jawab bagi diri anak. Tanggung jawab adalah kewajiban yang menjadi tanggungan seseorang yang harus ditunaikan. Tanggung jawab tidak melulu soal tindakan, tetapi juga suatu janji yang harus ditepati.
Di sekolah, guru bisa melibatkan anak didik dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (disingkat OSIS). Model pembelajaran kelompok juga berperan penting dalam pembetukan kepemimpinan anak. Sedangkan di rumah, orangtua dapat mengajak anak bekerjasama dengan membagikan tugas-tugas rumah kepada anak seperti membantu membersihkan kamar tidur, dan lain-lain.
Saya beruntung orangtua saya dulu mendidik saya untuk mandiri sejak kecil. Kami diajar untuk membantu pekerjaan rumah seperti merapikan kamar tidur, menyapu dan mengepel lantai rumah, mencuci piring hingga pakaian. Makanya, ketika saya kuliah dan harus tinggal di asrama, saya sudah terbiasa mengurus diri sendiri.
Dengan mengenalkan tanggung jawab kepada anak didik sejak dini baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah, maka akan menghindarkan mereka dari kebiasaan menunda-nunda dan kebiasaan ingkar janji. Kelak, mereka akan menjadi pemimpin yang bertanggung jawab.
Kesimpulan
Nah, itu dia, 3 cara yang dapat dilakukan oleh para guru dan orangtua dalam melatih atau mengasah jiwa kepemimpinan dalam diri anak. Guru maupun orangtua tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, mereka harus bahu-membahu untuk mendidik anak-anak agar menjadi pemimpin yang berhasil di masa depan. Kalau mereka berhasil di kemudian hari, bukankah kita yang diuntungkan?
Selamat Hari Guru Nasional 25 November 2023! Semoga para guru di Indonesia senantiasa mengajar dan membimbing anak didik kita kepada hal-hal baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H