Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nominee Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengoptimalkan Potensi Blue Economy di Pulau Saparua

12 November 2023   14:14 Diperbarui: 17 November 2023   00:36 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengoptimalkan Potensi Blue Economy di Pulau Saparua. (sumber: travel.kompas.com)

Pulau Saparua sekaligus Kecamatan Saparua, merupakan salah satu pulau yang masuk dalam gugusan Kepulauan Lease, yaitu Saparua, Haruku, dan Nusalaut. Pulau ini memiliki tiga ekosistem utama pada wilayah pesisir, yaitu ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Pulau Saparua juga termasuk ke dalam segitiga terumbu karang dunia (CTI).

Karenanya, Pulau Saparua memiliki potensi ekonomi laut yang sangat menjanjikan. Sayangnya, kondisi terumbu karang di Pulau ini terus mengalami kerusakan dari waktu ke waktu dan kurang mendapat perhatian serius dari masyarakat maupun Pemerintah. Menurut pengamatan saya lho, ya!

Penelitian yang dilakukan oleh Fismatman Ruli, Terrri Indrabudi, dan Robert Alik pada bulan Maret tahun 2018 mengungkapkan kalau kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Saparua, khususnya di bagian selatan (Porto, Haria, Ouw, Booi, Paperu, dan Sirisori Islam), rata-rata tutupan karang hidup adalah 33,59% atau tergolong ke dalam sedang.

Tutupan tertinggi ditemukan di Haria (60,67%) dan terendah di Porto (14,27%) dan Paperu (7,27%). Setiap stasiun didominasi oleh jenis substrat yang berbeda. Pada stasiun Porto didominasi oleh substrat berpasir; stasiun Haria, Ouw, dan Booi didominasi oleh karang hidup; dan stasiun Paperu dan Sirisori Islam didonimasi oleh karang mati yang telah ditumbuhi alga.

Adapun bentuk pertumbuhan karang hidup di stasiun Porto didominasi oleh karang bercabang (non-Acropora), stasiun Haria didominasi oleh karang bercabang (Acropora), stasiun Ouw didominasi karang encrusting, stasiun Booi dan Sirisori Islam didominasi oleh karang masif, dan pada stasiun Paperu didominasi oleh karang Acropora tabulate/karang meja.

Selain Haria yang memiliki terumbu karang bagus, menurut Julian J. Pattipeilohy, stasiun Tuhaha, Ihamahu, dan Noloth juga memiliki terumbu karang yang masih bagus dan hutan mangrove yang masih terawat.

Fenomena kerusakan terumbu karang ini pernah dikeluhkan oleh Gubernur Maluku, K. A. Ralahalu dalam sebuah acara tahun 2013 silam. Beliau mengakui kalau wilayah Maluku memiliki ekosistem terumbu karang seluas 423.257,90 Ha, yang terus berkurang akibat aktivitas manusia dan hanya tersisa 10% yang masih baik.

Tulisan ini bertujuan menggali penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Saparua dan upaya yang mesti dilakukan Pemerintah bersama masyarakat pesisir dalam melestarikan terumbu karang. Dengan upaya ini, niscaya potensi ekonomi laut di Pulau Saparua menjadi optimal.  

Penyebab Kerusakan Terumbu Karang di Pulau Saparua

Lantas, apa yang menjadi penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Saparua? Ada banyak faktor. Faktor cuaca (arus dan gelombang) laut yang kuat bisa mengakibatkan terumbu karang menjadi rusak atau tidak bertumbuh maksimal. Misalnya, pada stasiun Booi dan Ouw, yang berhadapan langsung dengan lautan lepas Pulau Banda, pada daerah ini terumbu karang akan sulit berkembang.

Penyebab lain adalah aktivitas nelayan. Sadar atau tidak, alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Pulau Saparua berpotensi merusak terumbu karang. Alat-alat penangkapan ikan seperti racun potas, jaring atau jala, bubu, dan bahkan bom rakitan - tidak ramah lingkungan.

Padahal, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono telah mengeluarkan aturan tentang larangan alat penangkapan ikan yang dapat merusak lingkungan (lih. Permen KP No. 18/2021).

Selain itu, yang membuat terumbu karang rusak parah juga adalah aktivitas membuang sampah di laut. Saya beberapa kali melakukan perjalanan menggunakan kapal laut, baik dari Saparua ke Ambon atau sebaliknya. Tidak jarang saya melihat masyarakat yang membuang sampah plastik ke laut. Tidak heran, di pinggir pantai banyak sekali sampah plastik.

Tahukah kalian kalau sampah-sampah plastik yang dibuang ke laut itu, akan tenggelam dan menempel pada terumbu karang, dan itu juga akan membuat ikan-ikan kita mati.

Upaya yang Bisa Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat Pulau Saparua

Setelah mengetahui penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Saparua, tentu pertanyaan selanjutnya adalah upaya-upaya apa yang bisa masyarakat dan Pemerintah lakukan?

Pertama-tama, perlunya sosialisasi Pemerintah kepada masyarakat lokal pesisir pantai tentang manfaat terumbu karang dan jenis ikan tertentu yang tidak boleh dikonsumsi demi menjaga kestabilan ekosistem laut.

Pemerintah perlu mengedukasi para nelayan di Pulau Saparua tentang penggunaan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan, serta melakukan pengawasan di laut Saparua.

Pemerintah mengajak masyarakat untuk melakukan transplantasi karang. Transplantasi karang adalah salah satu upaya kegiatan rehabilitasi terumbu karang melalui propagasi karang/pemotongan karang indukan yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan. Upaya ini, bisa dilakukan di pantai-pantai yang mengalami kerusakan karang seperti pantai Porto dan Haria.

Sedangkan, untuk pantai-pantai yang didominasi oleh pasir putih bisa menggunakan substrat buatan (artificial substrate). Dalam melakukannya, perlu untuk mempertimbangkan kondisi perairan. Bila kondisi perairan berombak seperti pantai pasir putih Belakang Kota, maka substrat buatan yang direkomendasikan adalah model yang kuat dan kokoh.

Desain bagian kakinya agak runcing, shingga bisa menancap ke dalam sekitar 50 cm ke dasar perairan. Bahannya disarankan menggunakan semen bukan besi. Dengan semen, bisa tahan terhadap goncangan arus dan gelombang laut, umurnya pun lebih lama.

Contoh substrat buatan. (sumber: mongabay.co.id)
Contoh substrat buatan. (sumber: mongabay.co.id)

Dampak Positif Pelestarian Terumbu Karang di Pulau Saparua

Lantas, dampak positif apa yang dapat dirasakan oleh Pemerintah maupun masyarakat Saparua, kalau terumbu karang dilestarikan?

Keuntungan yang dirasakan pada pihak masyarakat lokal adalah populasi biota laut semakin bertambah banyak seperti ikan, teripang, siput lola, dan kerang-kerangan. Dengan begitu, masyarakat dengan mudah memperoleh tangkapan hasil laut dan menjualnya.

Sementara itu, keuntungan bagi pihak Pemerintah Daerah adalah pantai-pantai di Pulau Saparua dijadikan objek wisata yang bermanfaat demi pembangunan daerah.

Pulau Saparua sendiri memiliki nilai sejarah dan termasuk ke dalam segitiga terumbu karang dunia, sayang kalau pantainya tidak dirawat dengan baik. Jangan sampai kita hanya tersisa nama saja, tapi terumbu karangnya sudah tidak tersisa lagi.

Pelestarian terumbu karang jelas berdampak positif bagi ekosistem laut itu sendiri dan berdampak bagi ekonomi laut Pulau Saparua. Salam lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun