Tenologi yang dikembang pada masa silam mungkin belum secangih sekarang.
Di masa silam, pemuda-pemudi bisa hidup akrab satu sama lain. Mereka bisa saling menerima dan menghargai perbedaan (suku, budaya, dan agama).
Namun, pada konteks masa kini, di mana teknologi yang dikembang semakin cangih, nampaknya toleransi antar sesama anak bangsa semakin terkikis.
Kalau tidak percaya, lihat saja komentar-komentar yang bertebaran di kanal Youtube, Facebook, Instagram, atau Twitter.
Komentar-komentar itu penuh dengan bullying dan caci-maki antar sesama anak muda.
Era digitalisasi adalah sebuah era yang penuh tantangan bagi generasi muda dalam memajukan bangsa. Namun, bukan berarti pemuda-pemudi tidak sanggup melakukannya.
Pemuda-pemudi bisa melakukannya dengan cara-cara yang sederhana. Seperti memberikan tanggapan atau komentar positif di media sosial orang lain.
Memberikan infomasi yang benar,bukan hoaks. Bijaklah menggunakan media sosial, agar bermanfaat bagi orang lain.
Generasi muda perlu menggunakan produk-produk dalam negeri sebagai bentuk kecintaan terhadap bangsa Indonesia. Tetapi, masih banyak anak mudah bangsa ini yang senang pakai produk luar negeri.
Yang tidak kalah penting adalah generasi mudah perlu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Salah satu poin dalam Sumpah Pemuda adalah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Namun, persoalannya, masih banyak anak muda yang menggunakan bahasa asing. Bukannya tidak boleh menggunakan bahasa asing.