Mohon tunggu...
Nabilla Hadistia
Nabilla Hadistia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, aku Nabilla.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Inilah Cara Cepat Mengomposkan Sampah Makanan Hanya Bermodalkan Serbuk Gergaji

4 Oktober 2021   17:37 Diperbarui: 4 Oktober 2021   17:40 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis: Asyelia Amanda Putri, Nabilla Hadistia, Tatag Yudha Pranahadi

Problematika sampah makanan di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Hal tersebut didukung oleh data Economist Intelligent Unit pada tahun 2016 dimana setiap orang di Indonesia membuang makanan sekitar 300 kg setiap tahunnya.

Pada tahun 2019, Yeo dkk memberikan solusi untuk menguraikan sampah makanan menggunakan sistem S-FRB (Smart Food Waste Recycling Bin) dengan bantuan serbuk kayu dari pohon pinus. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadinya pengurangan massa sebesar 80% (dari total 607 kg menjadi 182 kg). Akan tetapi, kayu yang digunakan oleh Yeo hanya berasal dari kelompok Gymnospermae (biji terbuka---seperti pohon pinus, dll), sedangkan di dunia biologi ada pula kelompok kayu Angiospermae (biji tertutup---seperti pohon suren, albasiah, mahoni, dll).

Hal tersebut menstimulus 4 mahasiswa Departemen Pendidikan Biologi FPMIPA UPI yang dibimbing oleh Prof. Topik Hidayat, S.Pd., M.Si., Ph.D. untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam menemukan biochip kayu yang efektif sebagai media tumbuh mikroorganisme pengurai guna menghasilkan biochip yang tepat untuk sistem S-FRB. 

Selain itu, kami pun meneliti bagaimana apabila ada atau tidaknya gulma mengingat gulma ini merupakan tumbuhan liar yang dapat mengganggu tanaman produksi lain sehingga perlu dimanfaatkan keberadaannya. 

Kehadiran gulma pun diduga bisa berfungsi sebagai sumber mineral dan secara kualitatif memiliki kandungan unsur hara yang tinggi yaitu masing- masing 2.56% N, 0.38% P, dan 2.41% K (Nugroho, 2019).

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menyediakan 4 kelompok perlakuan pengomposan yaitu 2 kelompok menggunakan serbuk kayu Gymnospermae yang salah satunya ditambah dengan gulma, serta 2 kelompok menggunakan serbuk kayu Angiospermae yang salah satunya ditambah dengan gulma. 

Selanjutnya, proses penambahan sampah makanan pada metode pengomposan dilakukan secara bertahap sebanyak 1 kg per harinya, hal tersebut dilakukan karena mengadaptasi pada pola perilaku masyarakat khususnya di setiap rumah tangga. 

Pada umumnya setiap rumah tangga menghasilkan sampah makanan sekitar 1 kg setiap harinya. 

Oleh karena itu, metode yang dirancang dapat dijadikan sebagai solusi permasalahan sampah makanan di masyarakat. Parameter untuk mengetahui efektivitas bochip kayu adalah pH, salinitas, suhu, warna, dan aroma yang mengacu pada standardisasi hasil uji mutu kompos SNI 19-7030-2004, penelitian Laksono (2016), dan Mustika (2019).

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Proses pengomposan yang dibutuhkan hanya 30 hari. Kompos yang dihasilkan memiliki pH basa, salinitas berkisar di 3.5-7.00 ppt, dan suhu berkisar sekitar 28C. Sedangkan berdasarkan uji organoleptik untuk aroma berkisar di 2.7-2.9, dan untuk skor penerimaan warna berkisar di 2.4-4.1.

Pengolahan limbah makanan menjadi kompos dari metode S-FRB menjadi solusi yang berkelanjutan. Limbah makanan dari S-FRB ini mengalami penurunan massa dari bobot awal total kompos 130 kg menjadi hanya tersisa sekitar 30 kg. 

Hal ini akan mendukung bentuk dari hidup  berkelanjutan dengan pengurangan limbah makanan menjadi produk yang bermanfaat.

Selain itu, produk kompos diuji coba dengan menumbuhkan tanaman kembang telang (Clitoria ternatea) dengan media tanam (kompos) yang berbeda. 

Hasil menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam dengan kompos dari metode S-FRB dapat mengalami perbungaan lebih cepat. Sedangkan tanaman yang ditumbuhkan pada kompos yang ditemukan di pasaran tidak mengalami perbungaan.

 Hasil uji coba sebagai media tanam ini mendukung efektivitas biochip kayu yang digunakan dalam proses pengomposan. Dengan hasil yang demikian, diharapkan dapat menunjang petani tanaman hias sebagai alternatif kompos yang lebih murah dengan hasil maksimal.

Referensi

Badan Standardisasi Nasional. (2004). Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. Badan Standardisasi Nasional, 12.

Laksono, E.G., Priyambada, B., Ika, T. S. (2016). Penentuan Kompos Matang dan Stabil Diperkaya  dengan Penambahan Za (N-Enriched Compost) Berdasarkan Uji Toksisitas dan Biodegradabilitas. Jurnal Teknik Lingkungan. 5 (2): 1--9.

Mustika, A. M., Suryani, P., & Aulawi, T. (2019). Analisis Mutu Kimia Dan Organoleptik Pupuk Organik Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Dosis Em-4 Berbeda. Jurnal Agroteknologi. 9 (2): 13.

Nugroho, B., Mildaryani, W., & Candra Dewi, D. S. H. (2019). Potensi Gulma Siam (Chromolaena odorata L.) sebagai Bahan Kompos untuk Pengembangan Bawang Merah Organik. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy). 47 (2):180--187.

Yeo, J., Oh, J. ik, Cheung, H. H. L., Lee, P. K. H., & An, A. K. (2019). Smart Food Waste Recycling Bin (S-FRB) to turn food waste into green energy resources. Journal of Environmental Management. 234:290--296.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun