Mohon tunggu...
Diana Sabilla
Diana Sabilla Mohon Tunggu... -

A person who likes writing..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kok Sendirian?

8 November 2018   12:35 Diperbarui: 8 November 2018   12:34 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Mataku tidak menunjukan tanda-tanda kantuk. Langit-langit kamarku yang dipenuhi motif awan mengajaku untuk terjaga malam ini. Sekelebat ingatan tentang obrolan ku dengan Dion diruang makannya kembali hadir. Aku ingat jelas, saat pemuda berlesung pipi itu mengatakan pernah melihatku sebelum pertemuan awal kita di perpustakaan. Jelas itu membuatku bertanya. Kapan? Dia tidak mau mengaku. Aku juga tidak punya hak untuk memaksanya lebih jauh. Jadi tadi, aku memutuskan untuk bertanya kenapa aku bisa berakhir di kamarnya. Dia jawab dengan jujur, aku bisa menilainya. Dia memulai ceritanya ketika dia hanya berniat untuk duduk dan menyapaku di taman, tapi aku malah tidak sadarkan diri setelah menyebut namaku. Dia mengaku cukup panik, kemana harus membawaku. Tidak ada pilihan, dia membawaku ke rumahnya.

            Aku menghela nafas. memiringkan tubuhku ke kiri. Satu kalimatnya membuatku benar-benar takjub. 'Aku bisa melihat apa yang kamu lihat yang tidak bisa orang lain lihat'. Err.. Sedikit rumit sih kalimatnya. Tapi aku bisa menangkap maksudnya. Aku percaya, ada banyak orang di dunia ini yang memiliki sesuatu sepertiku. Mereka menyebutnya, penjaga, ku rasa, atau itu hanya panggilan buatanku.

            Kembali ku tatap langit-langit. Aku baru sadar, selama mengisi perutku dengan nasi goring buatannya aku lebih banyak menyimak ceritanya. Singkat. Hanya cerita tentang empat orang anak kecil yang berdiri dibelakangku. Dion bilang, mereka menyukai Dion. Dan dia minta maaf tentang candaannya yang meledekku di perpustakaan tadi. Dia hanya mencoba akrab dengan ke-empat anak kecil dibelakangku. Seingatku, aku tersenyum, sedikit. Dion juga bilang, kalau dia yang benar-benar sendiri, bukan aku. Ku tarik kesimpulan, dia mengetahui keluh kesahku tentang orang-orang yang menganggapku selalu sendirian. Tapi mereka salah. Dan aku menghargai Dion sekarang.

            Kantuk mulai melanda. Aku yakin Dion bukanlah orang biasa, maksudku misteri tentangnya. Tapi sayangnya, aku belum bisa menyimpulkan sesuatu dari fakta yang terlihat. Fakta tentang dia yang mengetahui aku tidak sendirian. Fakta tentang dia yang tidak bisa ku baca sama sekali. Dan fakta dibalik kalimatnya saat mengantarku pulang sampai didepan gerbang perumahan. 'Kau tidak sendirian, aku yang sendirian. Ku rasa kita perlu berteman'. Lambat laun pasti aku akan mengetahuinya, nanti. Aku memiringkan tubuhku ke kiri. Tidur selama dua jam ke depan kurasa cukup. Itu yang aku simpulkan ketika jarum jam beker di meja kecilku berubah angka menjadi 3.00 A.M. Aku tersenyum sekilas melihat pigura foto diriku disamping jam beker. Foto saat aku berumur 10 tahun, disebuah taman. Aku sendirian disana, tapi tidak benar-benar sendirian. Teman sunyiku kembali menyapa, mataku akhirnya terpejam.

.

.

            Sekelompok anak kecil berlarian disebuah taman. Tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan. Mereka mengenakan pakaian khas anak kecil. Satu anak laki-laki menghitung angka dan yang lainnya sibuk berlarian. Langit berubah gelap. Mereka semua terdiam. Putaran angin menghampiri mereka. Mereka berkumpul, kecuali anak laki-laki yang tadi berhitung. Dia tidak bisa bergerak. Sama sekali. Teman-temannya berteriak, memanggil namanya. Tangannya mengepal, nafasnya narik turun. Dia memejamkan matanya. Sedetik kemudian, semua lenyap.

.

.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun