Jawa Barat, sebagai pusat pembangunan jalan tol di Indonesia, telah melahirkan berbagai jaringan tol yang menjadi tulang punggung ekonomi di daerah tersebut. Tol Cisumdawu, yang dianggap sebagai tol paling menonjol, memiliki karakteristik unik dengan dua terowongan kembar yang menjadi ikonnya.Â
Namun, keberhasilan proyek ini ternyata tidak terlepas dari kendala, terutama dalam proses pembebasan lahan yang mengakibatkan penundaan signifikan. Meskipun demikian, diharapkan bahwa kontribusi ekonomi yang dihasilkan oleh Tol Cisumdawu dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Jawa Barat di masa mendatang.Â
Pemerintah, dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, terlibat dalam penyelenggaraan pembangunan untuk kepentingan umum. Salah satu aspek krusial dalam proses ini adalah pengadaan tanah, yang pada kenyataannya sering kali menimbulkan sengketa, khususnya terkait dengan ganti kerugian kepada warga yang tanahnya terdampak.Â
Meskipun regulasi pengadaan tanah sudah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan, pelaksanaannya masih menyisakan sejumlah permasalahan, terutama terkait ganti kerugian. Dalam proyek Jalan Tol Cisumdawu, terdapat inkonsistensi dalam pengaturan ganti kerugian, yang pada akhirnya menyebabkan implementasi yang berbeda di setiap daerah yang terkena dampak pengadaan tanah.
Proses pengadaan tanah untuk Jalan Tol Cisumdawu menunjukkan adanya inkonsistensi terkait penentuan nilai ganti kerugian. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya, yang menyebabkan ketidaksesuaian antara aturan di tingkat nasional dan daerah. Akibatnya, muncul ketidakpastian dalam penentuan besaran ganti kerugian.
Selain inkonsistensi dalam besaran ganti kerugian, terdapat beberapa permasalahan lain yang mempengaruhi kepastian hukum dalam proyek ini yaitu keterlambatan pembayaran kepada warga yang terdampak.
Untuk mengatasi beberapa permasalahan yang muncul, terbitnya Perpres Nomor 66 Tahun 2020 dianggap sebagai solusi yang dapat memberikan kepastian hukum. Perpres ini menciptakan mekanisme pembayaran ganti kerugian melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dengan membentuk dana jangka panjang. Hal ini diharapkan dapat mempercepat penyaluran dana ganti kerugian, menjawab beberapa permasalahan terkait pelaksanaan pengadaan tanah.
Solusi yang diusulkan dalam Perpres Nomor 66 Tahun 2020 memiliki beberapa keunggulan. Pertama, pembayaran ganti kerugian melalui LMAN dilakukan dengan menggunakan dana jangka panjang dan/atau dana cadangan lintas tahun anggaran, sehingga selalu siap dicairkan. Kedua, sistem pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di luar tahapan pengadaan tanah memungkinkan pengawasan yang lebih fleksibel dan lebih cepat, menghindari verifikasi ganda yang berlarut-larut.
Kunci utama untuk memastikan keberhasilan dari solusi yang diajukan adalah adanya transparansi dan keterbukaan dalam seluruh rangkaian proses pengelolaan ganti kerugian tanah. Keterbukaan ini mencakup dua aspek utama, yaitu proses penyaluran dana dan pengawasan yang harus dilakukan secara terbuka dan mudah dipahami oleh masyarakat luas. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang jelas dan percaya bahwa pemberian ganti kerugian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan implementasi Perpres Nomor 66 Tahun 2020, diharapkan akan terjadi perbaikan yang signifikan dalam pelaksanaan ganti kerugian tanah, terutama pada proyek-proyek infrastruktur yang melibatkan pengadaan tanah. Keberhasilan penerapan solusi ini tidak hanya akan menciptakan dampak positif pada kepastian hukum, tetapi juga berpotensi mengurangi potensi sengketa dan ketidakpuasan masyarakat.
Pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Cisumdawu memperlihatkan betapa kompleksnya pelaksanaan ganti kerugian. Dengan mengusulkan solusi melalui Perpres Nomor 66 Tahun 2020, diharapkan dapat menjadi tonggak keberhasilan yang akan membuka jalan bagi proyek-proyek infrastruktur lainnya untuk mengadopsi langkah serupa.Â
Pada akhirnya, perbaikan dalam sistem pengadaan tanah akan membawa dampak positif yang luas bagi kepentingan umum, dengan kepastian hukum sebagai pondasi kokoh yang mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Solusi ini tidak hanya menciptakan sistem yang lebih efisien dan adil tetapi juga menegaskan komitmen pemerintah terhadap partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap proses pembangunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H