Mohon tunggu...
Bijogneo Bijogneo
Bijogneo Bijogneo Mohon Tunggu... profesional -

Menulis, membaca, mengomentari, dikomentari, ok-ok saja. http://bijogneo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Diskusi: Hapuskan Subsidi Premium untuk Sepeda Motor - Menghemat Rp 32 Triliun

18 Januari 2010   22:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:23 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tergelitik membahas lebih dalam mengenai topik subsidi premium ini.  Ceritanya begini, kemarin pagi dalam perjalanan menuju tempat kerja, saya masih mengingat-ingat topik dan pembahasan yang saya tulis. Apa lagi sementara dalam perjalanan itu, sejumlah sepeda motor ada di depan, belakang dan berpapasan dengan kendaraan saya, itu semakin memicu saya berpikir dan berdialog sendiri dengan pikiran saya mengenai topik ini.

Sedang asik berdialog dan fokus berkendaraan, tiba-tiba sebuah sepeda motor  yang dikendarai seorang pria dan  wanita di belakangnya menyalip dari samping kanan saya,  kemudian ia terus mencoba menyalip pula kendaraan Avanza yang ada didepan saya,  tetapi secara mendadak ia terlihat mencoba membatalkan  niatnya karena sudah berhadapan langsung dengan kendaraan beroda empat  yang berlawanan arah dan bergerak dengan kecepatan yang relatif tinggi untuk ukuran jalan itu. Rupanya niat untuk memperlambat dan menghindar agak terlambat, sehingga, ketika ia bermaksud membelokkan motornya ke kiri, bagian depan motornya membentur bemper belakang kanan Avanza. Seketika pria itu nampak kehilangan kontrol, ditambah kondisi besar tubuh dan beban keduanya yang tidak proposional dengan ukuran sepeda motor itu,  terlihat jelas, motor langsung oleng dan...gubrak! keduanya terpental persis 6 meter di depan kendaraan saya.

Kejadian seperti ini mungkin terjadi setiap hari, namun belum ada data statistik yang memadai yang bisa menyatakan berapa menit sekali terjadi, apalagi untuk kota besar seperti Jabotabek ini.

Kembali pada ungkapan saudara Syam, dan teman-teman yang lain, faktanya kita harus berani menyatakan:

1. Sistem transportasi angkutan umum masih jauh dari fasilitas kehidupan manusia yang sejahtera

2. Khususnya di kota-kota besar di Indonesia, sistem lalu-lintas dan kepadatan jalan belum tertata baik

3. Susidi BBM premium, mematok harga yang terhitung murah dan mudah didapat

4. Pajak sepeda motor murah, dan proses administrasi pemilikannya mudah

Keempat faktor di atas telah mendorong kecenderungan pemikiran berikut:

1. Sepeda motor menjadi kendaraan yang praktis, gesit, tidak ada batasan untuk menembus jalur alternatif, dan masih lebih nyaman dibanding naik angkutan umum

2. Tidak dibatasi oleh aturan lalu-lintas atau etika berkendaraan sepeda motor, masih banyak daerah yang masih berlaku "Selebarnya jalan, selebarnya juga yang boleh dilalui sepeda motor."

3. Dengan konsumsi BBM 35 km per liter, dan Harga Premium (bersubsidi) Rp 4500 membuat biaya transportasi menjadi sangat irit (diluar biaya perawatan kendaraan tentunya)

4. Pemilikan sepeda motor, menjadi terdorong ke arah konsumtif oleh mudahnya proses administrasi, dan rendahnya pajak tahunan.

Berikut adalah ungkapan saudara Ian Toro dan teman-teman lain, yang perlu dicermati:

Memang tidak mudah mewujudkan pemikiran "hapuskan subsidi premium!" akan menimbulkan kritik yang tajam bahkan bentuk penolakan. Mungkin awal membuat rakyat ini cepat makmur, kita perlu energi yang besar, tulisan ini mencoba membuka pengertian, dan perlu mengamati lebih jauh dengan memperhatikan gambaran menyeluruhnya. Daripada energi itu dibakar habis, kenapa tidak disiasati, ditransformasi menjadi sesuatu yang berguna, untuk masyarakat kecil khususnya, yaitu mereka yang jauh lebih banyak, yang saat ini, mereka bahkan tidak mempunyai kendaraan sekalipun, serta  masyarakat umum yang masih membutuhkan lebih banyak pelayanan sosial.

Saya berpikir memang masih mungkin untuk subsidi bagi angkutan umum (komersial), dalam arti rakyat akan membayar pada tingkat yang rendah, sementara 32 T itu juga bisa digunakan untuk meningkatkan fasilitas transportasi publik, dengan demikian kita bisa merasa impas, subsidi dicabut, fasilitas umum berkualitas pada biaya yang terjangkau. Demikian juga, jika ditemukan cara yang tepat, adalah sangat baik untuk mencabut subsidi premium bagi mobil yang bukan angkutan umum. Dengan penghapusan ini, maka akan lebih besar lagi alokasi dana yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat golongan bawah.

Pendapat tiga rekan berikut, yaitu Saudara Irfan, Bambang, dan Riyadi:

Mendorong saya untuk menyatakan bahwa sebagian dari kita telah berpikir jauh ke depan, kita telah dewasa, bangsa yang dewasa perlu menunjukkan sikap yang mandiri. Mungkin kita sudah terlalu lama hidup dimanja, baik dari apa yang telah diberikan Tuhan memalui tanah yang subur, air yang melimpah sampai dengan sumber energi yang tidak terbatas.

Sebelum semuanya terlambat, sekaranglah saatnya, atau  kehancuran ekonomi dan tatanan kebangsaan terjadi hanya karena dipicu oleh kebodohan dalam keterlambatan pengambilan keputusan untuk menghentikan subsidi BBM.

Selanjutnya menjadi tugas departemen terkait untuk mampu menjelaskan dan membuktikan bahwa 32 T tau lebih besar lagi itu akan lebih berarti bila dialokasikan untuk membuka lapangan kerja baru. Seperti kita melihat fakta setiap tahunnya hadir generasi muda dan jumlahnya terus bertambah, yaitu generasi muda yang masuk dalam usia pencari kerja.

Dengan bisa berhemat, berarti akan lebih besar lagi dana yang dialokasikan untuk dunia usaha, dan kesejahtereaan golongan bawah, seperti kemudahan untuk mendapatkan modal usaha, pendidikan yang murah, biaya kesehatan yang terjangkau, serta masalah-2 sosial lain yang faktanya saat ini banyak terabaikan. Ini hanya satu pandangan bagaimana kita mencoba memanfaatkan dana yang ada, menjadi produktivitas bagi golongan bawah sendiri, dan berpaling dari menyia-nyiakan energi yang mahal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun