Saya tergelitik membahas lebih dalam mengenai topik subsidi premium ini. Ceritanya begini, kemarin pagi dalam perjalanan menuju tempat kerja, saya masih mengingat-ingat topik dan pembahasan yang saya tulis. Apa lagi sementara dalam perjalanan itu, sejumlah sepeda motor ada di depan, belakang dan berpapasan dengan kendaraan saya, itu semakin memicu saya berpikir dan berdialog sendiri dengan pikiran saya mengenai topik ini.
Sedang asik berdialog dan fokus berkendaraan, tiba-tiba sebuah sepeda motor yang dikendarai seorang pria dan wanita di belakangnya menyalip dari samping kanan saya, kemudian ia terus mencoba menyalip pula kendaraan Avanza yang ada didepan saya, tetapi secara mendadak ia terlihat mencoba membatalkan niatnya karena sudah berhadapan langsung dengan kendaraan beroda empat yang berlawanan arah dan bergerak dengan kecepatan yang relatif tinggi untuk ukuran jalan itu. Rupanya niat untuk memperlambat dan menghindar agak terlambat, sehingga, ketika ia bermaksud membelokkan motornya ke kiri, bagian depan motornya membentur bemper belakang kanan Avanza. Seketika pria itu nampak kehilangan kontrol, ditambah kondisi besar tubuh dan beban keduanya yang tidak proposional dengan ukuran sepeda motor itu, terlihat jelas, motor langsung oleng dan...gubrak! keduanya terpental persis 6 meter di depan kendaraan saya.
Kejadian seperti ini mungkin terjadi setiap hari, namun belum ada data statistik yang memadai yang bisa menyatakan berapa menit sekali terjadi, apalagi untuk kota besar seperti Jabotabek ini.
Kembali pada ungkapan saudara Syam, dan teman-teman yang lain, faktanya kita harus berani menyatakan:
1. Sistem transportasi angkutan umum masih jauh dari fasilitas kehidupan manusia yang sejahtera
2. Khususnya di kota-kota besar di Indonesia, sistem lalu-lintas dan kepadatan jalan belum tertata baik
3. Susidi BBM premium, mematok harga yang terhitung murah dan mudah didapat
4. Pajak sepeda motor murah, dan proses administrasi pemilikannya mudah
Keempat faktor di atas telah mendorong kecenderungan pemikiran berikut:
1. Sepeda motor menjadi kendaraan yang praktis, gesit, tidak ada batasan untuk menembus jalur alternatif, dan masih lebih nyaman dibanding naik angkutan umum
2. Tidak dibatasi oleh aturan lalu-lintas atau etika berkendaraan sepeda motor, masih banyak daerah yang masih berlaku "Selebarnya jalan, selebarnya juga yang boleh dilalui sepeda motor."