Mohon tunggu...
Big Forever
Big Forever Mohon Tunggu... -

Bekerja di industri jasa keuangan, hobi membaca buku otobiografi orang sukses dan terkenal serta mengamati perkembangan ilmu manajemen. Hidup mengalir seperti air.

Selanjutnya

Tutup

Money

Presiden Jokowi, Mana Mungkin Suku Bunga Kredit Satu Digit!

19 Juni 2016   16:08 Diperbarui: 19 Juni 2016   16:20 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintahan Presiden JOKOWI - JK mempunyai tujuan untuk menurunkan bunga kredit perbankan Indonesia menjadi 1 digit untuk memungkinkan produk-produk bersaing di pasar internasional. Adalah suatu tujuan yang mulia dimana segenap lapisan masyarakat Indonesia wajib untuk mendukungnya sehingga tujuan tersebut cepat tercapai. Namun sebelum kita melihat bagaimana kemungkinan tujuan itu tercapai maka alangkah baiknya kalau kita melihat komponen apa yang mendasari penetapan suatu tingkat bunga kredit bank.

Untuk mendekati analisanya marilah kita ambil analog dengan seorang pedagang buah di pasar. Seorang pedagang pastilah menginginkan untuk mengambil untung yang sebesar-besarnya atas barang dagangannya. Harga jual buahnya haruslah bisa menutup harga pembeliannya + perkiraan biaya buah yang busuk + ditambah biaya sewa, tenaga kerja, pungutan retribusi usaha + target keuntungan yang akan dicapainya. Target keuntungan itu perlu ditetapkan karena dengan keuntungan itulah maka usahanya dapat dikembangkan lebih lanjut.

Kemudian analog dengan pedagang buah itu maka kita lihat bagaimana seorang CEO Bank besar yang sudah listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) menentukan tingkat suku bunga kreditnya. Sebelum menentukan formula penetapan tingkat suku bunga kredit maka harus diperhatikan hal-hal apa yang menjadi pertimbangannya yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai Bank BUMN harus menghasilkan laba setelah pajak yang besar untuk:

a. menyumbangkan dividen kepada Negara sebagai salah satu penerimaan negara bukan pajak.

b. memperoleh Tantiem yang besar sebagai kompensasi atas risiko pribadi yang besar seperti masuk hotel prodeo.

2. Sebagai perusahaan yang sudah terdaftar di BEI maka perusahaan harus bisa meyakinkan para investor BEI bahwa perusahaannya mempunyai prospek baik dimasa yang akan datang dengan pertumbuhan laba yang besar dan pertumbuhan kredit yang tinggi karena kredit masih merupakan penyumbang yang dominan saat ini di perbankan Indonesia.

3. Sebagai Bank BUMN harus juga bertindak sebagai agen pembangunan (agent of development) sehingga tidak bisa begitu saja menutup Kantor Cabang di salah satu Kabupaten walaupun Kantor Cabang itu mengalami kerugian dan Bank BUMN tidak bisa memecat SDM sesuka hatinya walaupun bisnis bank sedang turun....

4. Situasi dan kondisi persaingan yang ketat serta masih banyaknya informasi yang asimetris yang memaksa perusahaan untuk lebih berhati-hati karena bisa meningkatkan potensi risiko bisnis..

5. Ekspektasi akan tingkat inflasi yang akan terjadi.

Itulah beberapa faktor yang harus diperhatikan bagi seorang dalam mengelola Bank dalam menentukan tingkat suku bunga kredit.

Formula penetapan suku bunga kredit bank dapat dicerminkan sebagai berikut yaitu :

Bunga kredit bank = Biaya dana + beban operasional + risk premium + target laba

Biaya Dana.

Dana (likiditas) bisa diibaratkan darah dalam usaha perbankan. Tidak ada bank yang kolap karena mengalami kerugian tapi banyak bank yang kolap karena tidak mempunyai likiditas yang cukup. Oleh karena itu pengelolaan likiditas sangat penting. Dana Bank terdiri dari 2 jenis yaitu dana yang berbiaya seperti giro, tabungan, deposito, penempatan antar bank. Dana yang tidak berbiaya seperti kiriman uang yang belum diambil, setoran sementara pajak yang belum disetorkan ke rekening Bendahara Negara. Namun dengan kemajuan teknologi maka pada saat ini maka jenis dana seperti ini semakin minim.

Karena Pemerintah minta suku bunga kredit menjadi 1 digit maka yang harus ditekan adalah suku bunga dana yang dalam hal ini suku bunga deposito. Namun demikian karena ini merupakan ancaman bagi pengelola dana (funds manager) maupun pemilik dana maka pada saat ini terjadi pergeseran tenor penempatan dana yaitu menjadi deposito jangka panjang minimal 1 tahun dimana tingkat suku bunga masih bisa mencapai 7,50 % untuk deposito besar. Apalagi struktur pendanaan Bank itu pada umumnya masih di dominasi dana deposito yang berbiaya tinggi. Oleh karena itu untuk menekan suku bunga kredit dengan mengandalkan dari penekanan suku bunga dana maka kelihatannya agak sulit.

Dari data yang disampaikan Bank Indonesia maka dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan suku bunga deposito untuk tenor 1, 3, 6, 12, dan 24 bulan masing-masing tercatat sebesar 6,95%, 7,27%, 8,13%, 8,02% dan 9,03% pada bulan April 2016 dan turun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,06%, 7,75%, 8,13%, 8,19%, dan 9,12%

Beban Operasional.

Beban operasional dapat didefinisikan sebagai biaya untuk melaksanakan fungsi intermediari bank yaitu menghubungkan antara pemilik dana dan yang membutuhkan dana. Termasuk beban operasional ini adalah biaya SDM, biaya IT, biaya gedung, biaya overhead dan lain sebagainya. Banyak kantor cabang Bank BUMN yang berada jauh di pelosok negeri karena pada saat itu paradigma pengelolaan bank BUMN adalah sebagai agen pembangunan sehingga pertimbangan perhitungan bisnis mungkin menempati nomor urut ke sekian. Dengan pertimbangan untuk efisiensi biaya apabila Bank BUMN mau menutup kantor cabang di daerah terpencil maka pasti akan berhadapan dengan birokrasi daerah yang bersangkutan. Bahkan mungkin akan ada penolakan dari masyarakat setempat atas inisiatip setiap penutupan kantor cabang.

Beban operasional dapat dibagi menjadi beban operasional tetap ( fixed cost ) dan beban operasional yang tidak tetap ( variabel cost ). Penghematan hanya dapat dilakukan dari biaya operasional tidak tetap tapi kalau diinginkan hasil penghematan yang besar maka  harus menyentuh biaya operasional tetap seperti mengurangi jumlah SDM, melakukan penutupan kantor cabang, mengganti IT dengan sistem yang lebih efisien, mengurangi penghasilan karyawan, dan lain sebagainya. Sehingga dari ruang penurunan suku bunga kredit dari sisi biaya operasional akan terbuka lebar apabila disertai dengan pengurangan biaya operasional tetapnya. Untuk bank BUMN maka wacana merger dan menyatukan sistem operasi ATM merupakan salah satu bentuk untuk menurunkan biaya operasional ini.

Untuk beban operasional ini maka dalam kerangka untuk mengukur kesehatan bank maka ada terminologi yang disebut dengan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional bank (BOPO). Untuk mempercepat tercapainya suku bunga kredit 1 digit maka telah diluncurkan insentip dalam permodalan untuk bank yang bisa mempunyai BOPO mencapai rasio tertentu.

Risk Premium.

Risk Premium dapat didefinisikan sebagai harga yang dikenakan atas pengoperasian dana masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit). Biasanya bank dalam pemberian kredit itu membagi debitur menurut segmentasi tertentu misalnya pembagiannya adalah debitur korporasi, debitur komersial, debitur retail dan debitur konsumer. Yang menjadi faktor untuk pembagian debitur adalah besarnya kredit, besarnya volume bisnis debitur, besarnya daerah operasional debitur, dan lain sebagainya. Masing-masing klassifikasi penggolongan debitur itu dapat mencerminkan tingkat risiko yang melekat untuk masing-masing debitur tersebut. Risk premium untuk debitur korporasi biasanya lebih rendah dari debitur segmen konsumer dengan asumsi bahwa debitur korporasi itu merupakan perusahaan besar yang sudah baik tata kelola perusahaannya.

Sedangkan risk premium untuk debitur konsumer biasanya yang tertinggi khususnya untuk kartu kredit. Secara total risk premium untuk seluruh segmen debitur tersebut mencerminkan berapa tingkat risiko kredit yang diberikan menjadi bermasalah. Menurut OJK kredit bermasalah (NPL) bank umum per Maret 2016 sebesar 2,8 % (Bisnis Indonesia, 15 Juni 2016). Besarnya NPL ini menunjukkan besarnya cadangan pinjaman bermasalah yang harus dibentuk yang akan membebani rugi-laba bank yang bersangkutan. Menurut perkiraan para ekonom NPL ini masih akan cenderung naik tapi tidak akan menyentuh angka 3,5% hal ini sejalan dengan belum pulihnya kondisi perekonomian Indonesia dan dunia serta NPL ini akan menurun setelah September 2016.

Target Laba.

Target laba setiap bank itu akan berbeda. Sumber dari pengembangan usaha bank salah satunya adalah berasal dari perolehan laba yang tidak dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham. Untuk bank yang telah tercatat di bursa maka target laba ini harus sedemikian rupa besarnya sehingga bisa menunjukkan pertumbuhan dari waktu ke waktu disamping harus cukup besar dalam rangka untuk dapat memberikan dividen yang cukup kepada pemegang saham dan untuk ditahan sebagai sumber pengembangan usaha di masa mendatang. Menurut OJK laba bank umum per Maret 2016 adalah sebesar 2,29 %. Untuk dapat menurunkan suku bunga kredit menjadi 1 digit pertanyaannya adalah maukah bank-bank berkorban menurunkan target labanya ?

Itulah formula untuk penetapan suku bunga kredit yang dapat dipedomani oleh bank. Pada bulan April 2016 rata-rata suku bunga kredit sebesar 12,6%, turun 10 basispoint dibandingkan bulan Maret 2016 sebesar 12,7%. (Bisnis Indonesia, tgl. 15 Juni 2016).

Pendekatan lain.

Untuk melihat hubungan antara suku bunga dana,  dan  suku bunga kredit bisa didekati dengan net interest margin (NIM). Net interest margin adalah selisih antara suku bunga kredit dan suku bunga simpanan dana. Apabila dihubungkan dengan formula penentuan tingkat suku bunga kredit diatas maka dapat disimpulkan bahwa Net Interest Margin adalah :

Net Interest Margin  =  beban operasional + risk premium + target laba

Jadi dalam hal ini untuk dapat mencapai tingkat suku bunga kredit 1 digit maka yang harus dikendalikan adalah tingkat suku bunga dana simpanan dan besarnya net interest margin.

Yang menjadi tanda tanya besar untuk perbankan umum ditengah himbauan Pemerintah untuk suku bunga kredit menjadi 1 digit adalah perkembangan net interest margin bank umum sejak Desember 2015 mengalami kenaikan yaitu Desember 2015 adalah 5,39&, Januari 2016 adalah 5,63 %, Pebruari 2016 adalah 5,47% dan Maret 2016 adalah 5,55% (Bisnis Indonesia, tgl. 15 Juni 2016).  Dengan tingginya NIM ini maka dapat menjadi daya tarik bank asing untuk beroperasi di Indonesia.

Dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan tingkat suku bunga kredit maka rasanya akan sulit untuk dapat mencapai tingkat suku bunga kredit 1 digit dalam waktu dekat ini terlebih menjelang hari raya lebaran nanti yang biasanya harga-harga akan mengalami kenaikan yang tentunya hal ini akan meningkatkan inflasi. Perlu dilakukan langkah-langkah yang drastis untuk menekan perbankan menurunkan suku bunga kredit. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan kebijakan suku bunga negatip oleh Bank Indonesia seperti yang terjadi di Jepang sehingga perbankan "terpaksa"  untuk menurunkan suku bunga simpanan deposito karena kalau tidak bisa menyalurkan dana simpanan yang berhasil dihimpun dalam bentuk kredit maka bank akan mengalami kerugian dengan membayar bunga simpanan deposito dan apabila dana simpanan tersebut  ditempatkan di Bank Indonesia maka pihak bank umum harus membayar biayanya ke Bank Indonesia.

Salam perubahan untuk kehidupan yang lebih baik....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun