Bulan suci Ramadhan sering disebut juga dengan Syahrut Tarbiyah atau bulan pendidikan. Salah satu alasannya adalah karena terdapat banyak nilai pendidikan dari setiap peristiwa yang terjadi selama menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.
Kali ini saya ingin mengupas sedikit nilai pendidikan dari sebuah kisah. Kisah ini dikutip dari sebuah hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, yaitu tentang “Kisah Tiga Orang Bani Isra’il: Berpenyakit Kusta, Botak dan Buta”.
Abu Hurairah pernah mendengar Rasulullah bersabda, “ada tiga orang dari Bani Isra’il yang menderita sakit. Yang pertama menderita penyakit kusta. Yang kedua berkepala botak dan yang ketiga buta. Kemudian, Allah menguji mereka dengan mengutus Malaikat menemui mereka.
Pertama, Malaikat mendatangi orang yang berpenyakit kusta lalu bertanya kepadanya, ‘apa yang paling kamu sukai?’ Orang ini menjawab, ‘warna kulit dan kulitku yang bagus, karena sekarang ini manusia menjauhi ku.’ Maka Malaikat itu lantas mengusap kulitnya hingga hilang dan berganti dengan warna dan kulit yang bagus.
Lalu Malaikat bertanya lagi kepada si penderita kusta, ‘Harta apa paling kamu sukai?’ Orang itu menjawab, ‘Unta’. Maka diapun diberi puluhan unta. Selanjutnya Malaikat berkata, ‘Semoga pada unta-unta itu ada keberkahan buatmu’.
Kemudian, Malaikat mendatangi orang yang berkepala botak dan bertanya kepadanya, ‘apa yang paling kamu sukai?’ Orang ini menjawab, ‘Tumbuh rambut yang bagus dan penyakit ini pergi dariku, karena sekarang ini manusia menjauhi ku.’ Maka Malaikat itu pun mengusap kepalanya hingga hilang penyakitnya dan berganti dengan rambut yang bagus.
Selanjutnya, Malaikat bertanya lagi, ‘Harta Apa yang paling kamu sukai?’ Orang itu menjawab, ‘Sapi’. Maka dia pun diberi seekor sapi yang sedang bunting. Lalu, Malaikat berkata, ‘Semoga pada sapi itu ada keberkahan buatmu.
Kemudian Malaikat mendatangi orang yang buta dan bertanya, ‘Apa yang paling kamu sukai?’ Orang buta menjawab, ‘Seandainya Allah mengembalikan penglihatanku sehingga dengan penglihatan itu aku dapat melihat manusia’. Maka Malaikat itu mengusap mata orang buta itu, hingga Allah mengembalikan penglihatannya.
Lalu, Malaikat bertanya lagi, ‘Harta apa yang paling kamu sukai?’ Orang buta itu menjawab ‘Kambing’. Maka dia pun diberi seekor kambing yang bunting.
Ketiga orang tadi yang sudah diberikan hewan-hewan berkembang biak sangat banyak. Bahkan, masing-masing dari mereka memiliki lembah untuk mengembalakan unta-unta, sapi-sapi dan kambing-kambing. Akhirnya, si penyakit kusta memiliki unta satu lembah, si botak memiliki sapi satu lembah dan si buta memiliki kambing satu lembah pula.
Pada suatu ketika, Malaikat tadi mendatangi orang yang tadinya berpenyakit kusta dalam bentuk keadaan seperti orang berpenyakit kusta, lalu berkata ‘Aku orang miskin yang kehabisan bekal dalam perjalananku ini dan tidak ada yang menyampaikan aku hidup hingga hari ini kecuali Allah. Maka aku memohon kepadamu demi Allah yang telah memberimu warna dan kulit yang bagus dan unta-unta, apakah kamu mau memberiku bekal agar aku dapat meneruskan perjalananku ini?’ Maka orang itu berkata, ‘Sesungguhnya hak-hak yang harus aku tunaikan sangat banyak’.
Lalu, Malaikat bertanya lagi padanya, ‘Sepertinya aku mengenalmu. Bukankah kamu dahulu orang yang berpenyakit kusta dan manusia menjauhimu dan kamu dalam keadaan fakir lalu Allah memberimu harta?’ Orang itu berkata, ‘aku memiliki ini semua dari harta warisan turun menurun’. Maka, Malaikat berkata, ‘Seandainya kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu ke keadaanmu semula’.
Kemudian, Malaikat mendatangi orang yang dahulunya berkepala botak dalam bentuk keadaan orang yang berkepala botak, Malaikat berkata sebagaimana yang dikatakan kepada orang pertama tadi. Lalu, orang yang dahulunya berkepala botak menjawab seperti jawaban orang yang dahulunya berpenyakit kusta. Akhirnya, Malaikat berkata, ‘Seandainya kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu ke keadaanmu semula’.
Terakhir, Malaikat mendatangi orang yang dahulunya buta dalam bentuk sebagai orang buta lalu berkata, ‘Aku orang miskin yang kehabisan bekal dalam perjalanku ini dan tidak ada yang menyampaikan aku hidup hingga hari ini kecuali Allah. Maka aku memohon kepadamu, demi Allah yang telah mengembalikan penglihatanmu dan diberikan kambing. Apakah kamu mau memberiku bekal agar aku dapat meneruskan perjalananku ini?’
Maka orang itu menjawab, ‘Dahulu aku adalah orang yang buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Aku dulu juga seorang yang fakir lalu Allah memberiku kecukupan, maka itu ambillah sesukamu. Demi Allah, aku tidak akan menghalangimu untuk mengambil sesuatu selama kamu mengambilnya karena Allah’. Maka Malaikat berkata, ‘Pertahankanlah hartamu. Sesungguhnya kalian sedang diuji dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu’.”
Nilai Pendidikan Dari Kisah Tiga Orang Bani Isra’il: Berpenyakit Kusta, Botak dan Buta
Dari kisah tiga orang di atas, paling tidak ada beberapa nilai pendidikan yang dapat diambilkan ikhtibar atau pelajaran, di antaranya:
# Bersyukur
Dari kisah tiga orang bani Isra’il tersebut menunjukkan bahwa orang yang berpenyakit kusta dan kepala botak tidak pandai bersyukur. Sedangkan orang yang buta memiliki sifat yang baik dengan pandai bersyukur.
Orang buta di atas telah menunjukkan bahwa dia mensyukuri nikmat yang diberikan Allah. Untuk itu dia berbuat baik ketika ada seseorang meminta bantuan kepadanya.
Sudah sepantasnya seorang muslim yang beriman ketika diberikan nikmat hidup untuk selalu bersyukur kepada Allah. Tidak akan bisa bagi seseorang menguraikan seberapa besar nikmat yang diberikan oleh Allah semasa hidupnya. Untuk itu sebagai muslim yang taat diupayakan untuk selalu mengucapkan kata syukur dan pujian kepada Allah serta mengaplikasikan perbuatan syukur di tengah kehidupan bermasyarakat.
Bulan suci Ramadhan merupakan momentum bagi kaum muslimin untuk banyak berbagi kepada sesama, terlebih kepada fakir miskin. Setiap harta yang dimiliki seseorang yang berharta lebih, ada hak fakir miskin untuk dikeluarkan.
# Berhati Lembut
Dari kisah tiga orang di atas dapat ditarik kesimpulan juga bahwa hanya orang buta yang hatinya lembut. Sedangkan orang yang berpenyakit kusta dan berkepala botak memiliki hati yang keras.
Seorang muslim yang berhati lembut akan sangat mudah menerima kebaikan dan berbuat baik kepada sesama. Sudah sepantasnya jika seorang muslim untuk membiasakan berhati lembut.
Bagaimana cara seseorang bisa berhati lembut? Salah satu caranya dengan gemar berbuat kebaikan kepada siapapun, terlebih kepada orang-orang yang benar membutuhkan.
Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang tepat untuk mendidik seorang muslim menjadi berhati lembut. Jangan sungkan untuk terus berbuat baik. Banyak hal yang dapat diberikan kepada seseorang, tidak hanya berupa materi semata.
Akhirnya cukup dua saja nilai pendidikan yang dapat saya kupas dari kisah tiga orang bani Isra’il di atas. Paling tidak dengan mampu mengamalkan nilai-nilai pendidikan tersebut di tengah masyarakat, InsyaAllah seseorang akan menjadi pribadi yang soleh, tentunya pribadi yang bahagia dunia dan akhirat serta dijauhkan dari murka Allah SWT. Amin.(ZZ).
- Ditulis saat memasuki 7 Ramadhan 1442 H.
- Referensi: Kitab Shahih Al-Bukhari & Muslim.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI