Setiap hari minggu saya sering ke pasar ikan dan sayur untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dalam perjalanan pulang dari pasar, saya membelokkan sepeda motor saya ke tempat pedagang yang menjual buah pisang.
Namanya Supri (kita panggil bang Supri), usianya hampir sama dengan saya sudah 39 tahun. Bang Supri pedagang kecil, dia menjual buah pisang di pinggiran jalan.
“Berapa sewa tempat ini bang?” Tanya saya pada bang Supri. “Saya cuma sewa tanah, 250 ribu per bulan. Sedangkan pondok ini saya buat sendiri”. Jawab bang Supri.
Untuk membuka usahanya di pinggiran jalan, bang Supri harus menyewa tanah kepada yang punya tanah. Sedangkan tempat atau pondok untuk berdagang dibuat sendiri oleh bang Supri.
Buah pisang yang sudah masak digantungkan di atas paku-paku pada tempat usaha bang Supri, sehingga sangat kelihatan dari jauh jika tempat ini menjual pisang yang sudah masak. Selain menjual pisang yang sudah masak, bang Supri juga menjual pisang mentah, alasannya pisang mentah untuk dibuat keripik.
Suka Duka Pedagang Kecil
Kebetulan saat saya membeli pisang di tempat bang Supri belum ada orang yang membeli, jadi saya manfaatkan untuk berbincang-bincang dengan bang Supri. Topik yang kami perbincangkan tidak jauh dari usaha dagang atau bisnis menjual buah pisang.
Bang Supri nyaman saja saat saya ajak bicara, apalagi kaitannya dengan periuk nasi. Pelan-pelan saya mecari tahu tentang suka dan duka serta serba-serbi selama ia berjualan buah pisang.
Di dalam berdagang pasti ada suka dan dukanya, tidak terkecuali pedagang kecil seperti bang Supri. Menurut bang Supri, sukanya banyak, saat ada orang yang membeli buah pisangnya itu sudah termasuk sukanya, sedangkan dukanya kebalikan dari itu. Pernah di musim corona ini dagangan Supri hanya laku 25 ribu rupiah.
Memaknai Cara Berbisnis Dari Pedagang Kecil
Untuk belajar berbisnis, tidak harus dari pebisnis skala besar, tetapi bisa juga dari pedagang skala kecil seperti dari bang Supri pedagang pisang di pinggiran jalan.