Mohon tunggu...
zahwan zaki
zahwan zaki Mohon Tunggu... Administrasi - Alumni IAIN SAS Babel (Pendidikan) dan Alumni STIA-LAN Jakarta (Bisnis)

Hobi melakukan perjalanan ke tempat yang belum pernah ditempuh dan terus mencoba menggerakkan pena, menulis apa yang bisa ditulis, paling tidak untuk bisa dibaca segelintir orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanggal 21 Juni, Wafatnya Sang Penyambung Lidah Rakyat

21 Juni 2020   23:49 Diperbarui: 23 Juni 2020   12:23 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Di sini dimakamkan Bung Karno Proklamator Kemerdekaan dan Presiden Pertama Republik Indonesia, Lahir 6 Juni 1901, Wafat 21 Juni 1970, Penyambung Lidah Rakyat”


Kesan Saya Terhadap Bung Karno

Sudah banyak buku-buku, tulisan-tulisan yang menggambarkan dan menceritakan sosok Bung Karno, baik menceritakan tentang masa kecil beliau, masa kuliah beliau, masa perjuangan sebelum kemerdekaan, masa setelah kemerdekaan atau menceritakan tentang Keluarga beliau, semuanya tak pernah habis untuk diceritakan.

Saat itu saya masih duduk di bangku kuliah, tapi saya bersyukur bisa membaca buku ringkasan biografi beliau. Beliau terkenal cerdas dari kecil. Beliau menuntut ilmu dengan tekun. Semasa hidupnya selalu berjuang dan memikirkan nasib Bangsa, nasib rakyat Indonesia. 

Dengan membaca biografi Bung Karno, membuat kita bersemangat dalam belajar, membuat kita terasa memiliki banyak kekurangannya, karena belum memberikan sumbangsih untuk Bangsa. Bung Karno adalah bapak Bangsa, dan Bung Karno adalah Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Bung Karno Wafat Pada Tanggal 21 Juni 1970

Hari ini tanggal 21 Juni 2020, bertepatan dengan 50 tahun kepulangan sang Proklamator Kemerdekaan dan Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno atau Bung Karno. Bung Karno wafat pada hari minggu, 21 Juni 1970 pukul 07.00 WIB, dalam usia 69 tahun.

Bung Karno di makamkan di Blitar, Jawa Timur. Makam Bung Karno berdampingan dengan makam kedua orang tuanya. Pada makam Bung Karno terdapat nisan yang terbuat dari batu pualam besar berwarna hitam, bertuliskan: “Di sini dimakamkan Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan dan Presiden Pertama Republik Indonesia, Penyambung Lidah Rakyat”.

Mengenang Kembali Pemikiran Bung Karno: Kapitalisme Bangsa Sendiri? (Fikiran Ra’jat, 1932)

Di dalam salah satu rapat umum saya pernah berkata, bahwa kita bukan saja harus menentang kapitalisme asing, tetapi harus juga menentang kapitalisme bangsa sendiri. Hal ini telah mendapat pembicaraan di dalam pers, dan siapapun mendapat beberapa surat yang minta hal ini diterangkan sekali lagi dengan singkat.

Dengan segala senang hati saya memenuhi permintaan-permintaan itu. Sebab soal ini adalah soal yang mengenai beginsel (prinsip). Beginsel, yang harus dan mesti kita perhatikan, jikalau kita mengabdi kepada rakyat dengan sebenar-benarnya, dan ingin membawa rakyat itu ke arah keselamatan.

Supaya buat pembaca soal ini menjadi terang, dan supaya pembicaraan kita bisa tajam garis-garisnya, maka perlulah lebih dulu kita menjawab pertanyaan: Apakah kapitalisme itu? 

Di dalam saya punya buku pembelaan saya pernah menjawab: “Kapitalisme adalah stelsel pergaulan hidup, yang timbul daripada cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi. Kapitalisme adalah timbul dari ini cara produksi, yang oleh karenanya, menjadi sebabnya meerwaarde (keuntungan modal) tidak jatuh di dalam tangannya kaum buruh melainkan jatuh di dalam tangannya kaum majikan. Kapitalisme, oleh karenanya pula adalah menyebabkan kapitaalaccumulatie, kapitaalconcentratie, kapitaalcentralisatie, dan industrieel reserve-armee.  Kapitalisme mempunyai arah kepada Verelendung, yakni menyebarkan kesengsaraan.

Itulah kapitalisme! Yang prakteknya kita bisa lihat di seluruh dunia. Itulah kapitalisme, yang ternyata menyebarkan kesengsaraan, kepapaan, pengangguran, balapan tarif, peperangan, kematian, pendek kata menyebabkan rusaknya susunan dunia yang sekarang ini. Itulah kapitalisme yang melahirkan modern imperialisme, yang membikin kita dan hampir seluruh bangsa berwarna menjadi rakyat yang cilaka!

Siapa di dalam beginsel tidak anti kepada stelsel tang demikian itu, adalah menutupkan mata buat kejahatan-kejahatan kapitalisme yang sudah senyata-nyatanya itu. Tiap-tiap orang, yang mempunyai beginsel yang logis, haruslah anti kepada stelsel itu. Sebab sekali lagi saya katakan, stelsel itu senjata dan terbukti stelsel yang mencelakakan dunia.

“Ya”, orang menyahut, “tetapi kapitalisme Bangsa sendiri? Kapitalisme bangsa sendiri yang bisa kita pakai untuk memerangi imperialisme? Apakah Kita harus juga anti kapitalisme bangsa sendiri itu, dan menjalankan perjuangan kelas alias klassenstrijd?”

Dengan tertentu disini saya menjawab: ya, kita harus juga anti kepada kapitalisme bangsa sendiri itu! Kita harus juga anti Isme yang ikut menyengsarakan Marhaen itu. Siapa mengetahui keadaan kaum buruh di industri batik, rokok kretek, dan lain-lain dari bangsa sendiri, dimana saja sering melihat upah buruh yang kadang-kadang hanya 10 a 12 sen sehari, siapa mengetahui keadaan perburuhan yang sangat buruk di industri-industri bangsa sendiri itu, ia mesti juga menggoyangkan kepala dan dapat rasa kesedihan melihat buahnya cara produksi yang tak adil itu. Pergilah ke Mataram, pergilah ke Laweyan Solo, pergilah ke Kudus, pergilah ke Tulung Agung, pergilah ke Blitar, dan orang akan menyaksikan sendiri “rahmat-rahmatnya” cara produksi itu.

Seorang nasionalis, justru karena ia orang nasionalis, haruslah berani membukakan mata di muka keadaan-keadaan yang nyata itu. Ia harus mengabdi kepada kemanusiaan. Ia harus memperhatikan perkataan-perkataan Gandhi yang saya sajikan Tempo hari: nasionalismeku adalah kemanusiaan. Ia harus SOSIO-nasionalis, yakni seorang nadionalis yang mau memperbaiki masyarakat dan yang DUS anti segala stelsel yang mendatangkan kesengsaraan kedalam masyarakat itu. Ia harus sebagai Jawaharlal Nehru yang berkata: "Saya seorang nasionalis. Tapi saya juga seorang sosialis dan rupublikein. Saya tidak percaya pada raja-raja dan ratu-ratu, tidak pula kepada susunan masyarakat yang melahirkan raja-raja industri yang pada hakikatnya berkuasa lebih besar lagi daripada raja-raja di zaman sediakala. Saya niscaya mengerti, bahwa kongres belum bisa mengadakan program sosilistis yang selengkap-lengkapnya. Tetapi filsafat sosialisme sudahlah dengan perlahan-lahan menyerapi susunan segenap masyarakat di seluruh dunia. India niscaya akan menjalankan cara-cara sendiri, dan mencocokkan cita-cita sosialis itu kepada keadaan penduduk India seumumnya".

Tetapi, apakah ini berarti, bahwa kita harus memusuhi tiap-tiap orang Indonesia yang mampu? sama sekali tidak. Sebab pertama-tama: kita tidak memerangi "orang", kita memerangi stelsel. Dan tidak tiap-tiap orang yang mampu adalah menjalankan kapitalisme. Tidak tiap-tiap orang yang mampu adalah mampu karena mengeksploitasi orang lain. Tiap-tiap orang mampu adalah menjalankan cara produksi sebagai yang saya terangkan dengan singkat (dengan menjitat dari pembelaan) di atas tadi. Dan tidak tiap-tiap orang mampu adalah ikut atau hidup di dalam ideologi kapitalisme, yakni di dalam akal, fikiran, budi, pekerti kapitalisme. Pendek, tidak tiap-tiap orang mampu adalah jenderal atau sersan atau serdadu kapitalisme!

Dan apakah prinsip kita itu berarti, bahwa kita ini harus mementingkan perjuangan kelas? juga sama sekali tida. Kita nasionalis, mementingkan perjuangan nasional, perjuangan kebangsaan. Hal ini saya terangkan dalam karangan saya yang akan datang.  (Fikiran Ra’jat, 1932).

Sebagai catatan: tulisan tersebut hanya saya translit dari ejaan lama ke ejaan baru, diambil dari tulisan Bung Karno pada Buku “Di Bawah Bendera Revolusi”. 

Seuntai Do’a Untuk Sang Penyambung Lidah Rakyat

Makam Bung Karno yang terletak di Blitar, Jawa Timur tak pernah sepi dari peziarah. Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan untuk berziarah ke Makam Bung Karno pada 19 Juli 2019 yang lalu.

Saya tutup tulisan ini dengan mengirimkan seuntai do’a untuk Sang Penyambung Lidah Rakyat Indonesia: “Ya Allah, ampunilah beliau, berilah beliau rahmat, berilah beliau kesejahteraan, dan maafkanlah kesalahan beliau”.

Amin. (ZZ).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun