Mohon tunggu...
zahwan zaki
zahwan zaki Mohon Tunggu... Administrasi - Alumni IAIN SAS Babel (Pendidikan) dan Alumni STIA-LAN Jakarta (Bisnis)

Hobi melakukan perjalanan ke tempat yang belum pernah ditempuh dan terus mencoba menggerakkan pena, menulis apa yang bisa ditulis, paling tidak untuk bisa dibaca segelintir orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanggal 21 Juni, Wafatnya Sang Penyambung Lidah Rakyat

21 Juni 2020   23:49 Diperbarui: 23 Juni 2020   12:23 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Supaya buat pembaca soal ini menjadi terang, dan supaya pembicaraan kita bisa tajam garis-garisnya, maka perlulah lebih dulu kita menjawab pertanyaan: Apakah kapitalisme itu? 

Di dalam saya punya buku pembelaan saya pernah menjawab: “Kapitalisme adalah stelsel pergaulan hidup, yang timbul daripada cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi. Kapitalisme adalah timbul dari ini cara produksi, yang oleh karenanya, menjadi sebabnya meerwaarde (keuntungan modal) tidak jatuh di dalam tangannya kaum buruh melainkan jatuh di dalam tangannya kaum majikan. Kapitalisme, oleh karenanya pula adalah menyebabkan kapitaalaccumulatie, kapitaalconcentratie, kapitaalcentralisatie, dan industrieel reserve-armee.  Kapitalisme mempunyai arah kepada Verelendung, yakni menyebarkan kesengsaraan.

Itulah kapitalisme! Yang prakteknya kita bisa lihat di seluruh dunia. Itulah kapitalisme, yang ternyata menyebarkan kesengsaraan, kepapaan, pengangguran, balapan tarif, peperangan, kematian, pendek kata menyebabkan rusaknya susunan dunia yang sekarang ini. Itulah kapitalisme yang melahirkan modern imperialisme, yang membikin kita dan hampir seluruh bangsa berwarna menjadi rakyat yang cilaka!

Siapa di dalam beginsel tidak anti kepada stelsel tang demikian itu, adalah menutupkan mata buat kejahatan-kejahatan kapitalisme yang sudah senyata-nyatanya itu. Tiap-tiap orang, yang mempunyai beginsel yang logis, haruslah anti kepada stelsel itu. Sebab sekali lagi saya katakan, stelsel itu senjata dan terbukti stelsel yang mencelakakan dunia.

“Ya”, orang menyahut, “tetapi kapitalisme Bangsa sendiri? Kapitalisme bangsa sendiri yang bisa kita pakai untuk memerangi imperialisme? Apakah Kita harus juga anti kapitalisme bangsa sendiri itu, dan menjalankan perjuangan kelas alias klassenstrijd?”

Dengan tertentu disini saya menjawab: ya, kita harus juga anti kepada kapitalisme bangsa sendiri itu! Kita harus juga anti Isme yang ikut menyengsarakan Marhaen itu. Siapa mengetahui keadaan kaum buruh di industri batik, rokok kretek, dan lain-lain dari bangsa sendiri, dimana saja sering melihat upah buruh yang kadang-kadang hanya 10 a 12 sen sehari, siapa mengetahui keadaan perburuhan yang sangat buruk di industri-industri bangsa sendiri itu, ia mesti juga menggoyangkan kepala dan dapat rasa kesedihan melihat buahnya cara produksi yang tak adil itu. Pergilah ke Mataram, pergilah ke Laweyan Solo, pergilah ke Kudus, pergilah ke Tulung Agung, pergilah ke Blitar, dan orang akan menyaksikan sendiri “rahmat-rahmatnya” cara produksi itu.

Seorang nasionalis, justru karena ia orang nasionalis, haruslah berani membukakan mata di muka keadaan-keadaan yang nyata itu. Ia harus mengabdi kepada kemanusiaan. Ia harus memperhatikan perkataan-perkataan Gandhi yang saya sajikan Tempo hari: nasionalismeku adalah kemanusiaan. Ia harus SOSIO-nasionalis, yakni seorang nadionalis yang mau memperbaiki masyarakat dan yang DUS anti segala stelsel yang mendatangkan kesengsaraan kedalam masyarakat itu. Ia harus sebagai Jawaharlal Nehru yang berkata: "Saya seorang nasionalis. Tapi saya juga seorang sosialis dan rupublikein. Saya tidak percaya pada raja-raja dan ratu-ratu, tidak pula kepada susunan masyarakat yang melahirkan raja-raja industri yang pada hakikatnya berkuasa lebih besar lagi daripada raja-raja di zaman sediakala. Saya niscaya mengerti, bahwa kongres belum bisa mengadakan program sosilistis yang selengkap-lengkapnya. Tetapi filsafat sosialisme sudahlah dengan perlahan-lahan menyerapi susunan segenap masyarakat di seluruh dunia. India niscaya akan menjalankan cara-cara sendiri, dan mencocokkan cita-cita sosialis itu kepada keadaan penduduk India seumumnya".

Tetapi, apakah ini berarti, bahwa kita harus memusuhi tiap-tiap orang Indonesia yang mampu? sama sekali tidak. Sebab pertama-tama: kita tidak memerangi "orang", kita memerangi stelsel. Dan tidak tiap-tiap orang yang mampu adalah menjalankan kapitalisme. Tidak tiap-tiap orang yang mampu adalah mampu karena mengeksploitasi orang lain. Tiap-tiap orang mampu adalah menjalankan cara produksi sebagai yang saya terangkan dengan singkat (dengan menjitat dari pembelaan) di atas tadi. Dan tidak tiap-tiap orang mampu adalah ikut atau hidup di dalam ideologi kapitalisme, yakni di dalam akal, fikiran, budi, pekerti kapitalisme. Pendek, tidak tiap-tiap orang mampu adalah jenderal atau sersan atau serdadu kapitalisme!

Dan apakah prinsip kita itu berarti, bahwa kita ini harus mementingkan perjuangan kelas? juga sama sekali tida. Kita nasionalis, mementingkan perjuangan nasional, perjuangan kebangsaan. Hal ini saya terangkan dalam karangan saya yang akan datang.  (Fikiran Ra’jat, 1932).

Sebagai catatan: tulisan tersebut hanya saya translit dari ejaan lama ke ejaan baru, diambil dari tulisan Bung Karno pada Buku “Di Bawah Bendera Revolusi”. 

Seuntai Do’a Untuk Sang Penyambung Lidah Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun