Mohon tunggu...
zahwan zaki
zahwan zaki Mohon Tunggu... Administrasi - Alumni IAIN SAS Babel (Pendidikan) dan Alumni STIA-LAN Jakarta (Bisnis)

Hobi melakukan perjalanan ke tempat yang belum pernah ditempuh dan terus mencoba menggerakkan pena, menulis apa yang bisa ditulis, paling tidak untuk bisa dibaca segelintir orang.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mahasiswa Tuntut Kampus! UKT Tetap, Turun atau Stop?

5 Juni 2020   12:09 Diperbarui: 5 Juni 2020   12:11 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UKT adalah singkatan dari Uang Kuliah Tunggal, yang merupakan sebuah sistem pembayaran yang saat ini berlaku untuk seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia. Ketentuan ini diberlakukan berdasarkan Permendikbud No. 55 Tahun 2013 pasal 1 ayat 3, yakni setiap mahasiswa hanya membayar satu komponen saja per semester (Diambil dari sevima.com).

Besaran UKT Pada Perguruan Tinggi Negeri:

Untuk kelompok UKT pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN), antara kampus negeri satu dengan yang lainnya bervariasi. Misalnya, kelompok UKT pada PTN di bawah Kemendikbud berbeda dengan kelompok UKT pada PTN di bawah Kementerian Agama. 

Antara lain, UKT PTN  pada Kementerian Agama, dapat dilihat pada KMA RI Nomor 1195 Tahun 2019 Tentang Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di Kementerian Agama Tahun Akademik 2020-2021. Terdapat tujuh kelompok UKT per semester pada PTKIN di Kementerian Agama, dan masing-masing kampus kelompok UKT nya pun berbeda-beda. Misalnya, UKT di IAIN SAS Babel hanya ada 5 Kelompok (Kelompok I: 400.000, Kelompok II: 1.000.000, Kelompok III: 1.300.000, Kelompok IV: 1.500.000, dan Kelompok V: 1.700.000). Sedangkan UKT di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terdapat 7 kelompok UKT, paling rendah di Kelompok I sebesar 400.000 dan paling tinggi di kelompok VII sebesar 7.500.000.

Mengapa Mahasiswa Menuntut?

Persoalannya dimulai dari adanya kebijakan pembelajaran kampus terkait Masa Darurat Covid-19. Kampus memberlakukan kuliah jarak jauh (distance learning) pada masa darurat covid-19, di antaranya pembelajaran daring (e-learning), yang dimulai sejak akhir Maret 2020 dulu, dalam artian para dosen bekerja dari rumah (work from home), begitu juga mahasiswa kuliah dari rumah. Mau tidak mau, mahasiswa harus mengikuti cara belajar yang ditentukan oleh dosen. 

Di antara ragam bentuk kuliah daring itu adalah: 1) Google Classroom, 2) Moodle e-learning dengan tekhnologi PHP-MySQL, 3) Cloud Meeting, atutor, audio dan video conference serta video broadcasting, dan 4) Model pembelajaran berbasis internet dan web lainnya yang relevan.

Dengan pemberlakuan kuliah daring ini, mahasiswa harus memiliki laptop atau handphone android beserta paket data internet yang cukup. Nah, disinilah problemnya. 

Tidak semua mahasiswa memiliki laptop atau hp android. Belum lagi mahasiswa yang tinggal di suatu daerah yang jaringan internetnya masih belum lancar, ini menambah problem dalam perkuliahan mahasiswa. 

Tidak semua mahasiswa dari sisi ekonominya berkecukupan, jangankan untuk beli paket data internet, dampak wabah covid-19 ini, untuk makan sehari-hari keluarganyapun barangkali masih ada yang kurang.

Dari sinilah barangkali muncul tuntutan mahasiswa, dikarenakan mahasiswa menganggap hak yang diterima mahasiswa selama pembelajaran daring (e-learning), belum sebanding dengan biaya UKT yang mereka bayarkan selama satu semester.

Tuntutan Mahasiswa:

Dari beberapa sumber yang ada, dipahami bahwa tuntutan penurunan biaya UKT bukan merupakan tuntutan bersifat lokal lagi, tapi sudah Nasional, di antaranya:

- Pada tanggal 27 April April 2020, Dewan Mahasiswa PTKIN se-Indonesia, mengirim surat tuntutan yang ditujukan kepada: 1) Menteri Agama RI, 2) Dirjen Pendidikan Islam, dan 3) Forum Pimpinan PTKIN. Mereka menuntut: Pemotongan UKT diimplementasikan dalam bentuk KMA; 

Menuntut pimpinan PTKIN untuk rapat agar mahasiswa PTKIN tidak hanya dijadikan objek PNBP; dan menuntut agar segera dialog terbuka bersama Dema PTKIN se -Indonesia untuk membahas kebijakan atas problematika mengenai sistem kuliah online free acces dan penurunan UKT semester ganjil 2020/2021.

- Tanggal 2 Juni 2020 mahasiswa Unnes demo mendesak rektorat Untuk mengembalikan 50% UKT (kompas.com).

- Tanggal 2 Juni 2020 mahasiswa Udayana Bali melakukan demo terkait UKT, para mahasiswa menyampaikan 3 tuntutan (bali.idntimes.com).

- Tanggal 4 Juni 2020 BEM Universitas Negeri Makasar menuntut pihak kampus memberikan keringan pada mahasiswa terkait UKT (fajar.co.id).

Foto: Mahasiswa UNM menuntut Keringanan UKT/fajar.co.id
Foto: Mahasiswa UNM menuntut Keringanan UKT/fajar.co.id

Jadi, bagaimana UKT, apakah masih tetap, diturunkan atau stop?

Jika melihat tuntutan mahasiswa di atas, dapat digenerelasikan tuntutan fokus pada penurunan UKT dan pemberian fasilitas kuota internet. 

Menurut saya ada beberapa pilihan kebijakan populer untuk menjawab tuntutan mahasiswa di atas, yaitu: 

1. Penyesuaian / penurunan kelompok UKT untuk mahasiswa yang terdampak covid-19 saja (mahasiswa tertentu saja);

2. Penyesuaian / penurunan kelompok UKT untuk seluruh mahasiswa yg kelompok UKT nya berada pada kelompok tinggi;

3. Pemotongan UKT disemua kelompok UKT atau menyasar semua mahasiswa;

4. Pembelian paket data internet untuk mahasiswa yang terdampak covid-19 saja (mahasiswa tertentu saja);

5. Penyediaan paket internet khusus mahasiswa dan dosen atau tenaga kependidikan (seluruh mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan).

Dari ke 5 pilihan kebijakan di atas, semuanya memiliki konsekuensi, baik dari sisi teknis maupun regulasi. 

UKT masih bisa tetap dipertahankan, konsekuensinya pihak kampus harus menyediakan paket internet untuk   mahasiswa. Pilihan lainnya UKT dapat dicicil oleh mahasiswa.

UKT bisa saja disesuaikan, diturunkan kelompoknya atau dipotong. Jika penurunan kelompok UKT, konsekuensinya ada di kebijakan kampus melalui evaluasi menyeluruh. Kalau pemotongan UKT maka konsekuensinya menunggu regulasi pusat, misal kampus dibawah Kemenag perlu ditetapkan melalui KMA. Konsekuensi lainnya adalah anggaran kegiatan kemahasiswaan dapat dilakukan penghematan atau pemangkasan anggaran.

Lalu, UKT di stop? Nah, ini konsekuensinya berdampak besar terhadap kampus, karena terkait pendapatan kampus, baik sumber PNBP maupun BLU. Jika UKT di stop, bisa jadi kampus tidak bisa lagi menyelenggarakan ujian-ujian terhadap mahasiswanya. 

Demikian pendapat saya terkait UKT, tapi itu hanya sekedar pendapat semata. Meminjam bahasa ulama besar Imam Syafi'i, "Pendapatku benar, tapi mungkin juga salah. Pendapat orang lain salah, tapi mungkin juga benar". Sekian. (ZZ)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun