Menurut kebiasaan dalam Perjanjian Lama, terdapat 4 cara tehnis yang digunakan oleh Allah dalam mengilhami para penulis, yaitu dengan; Bisikan Roh, Suara Ilahi, Penglihatan, dan mimpi. Pengalaman Musa, Samuel, Daniel, dan Abraham ketika menerima Firman Tuhan paling tidak mewakili 4 cara tehnis ini.
Peristiwa pengilhaman itu disebut kejadian supranatural karena Firman yang diterima oleh para penulis berasal dari Allah yang kekal. Aspek Natural atau alamiahnya terjadi ketika Firman itu dituliskan dalam bentuk huruf, frase, kalimat, paragraf, hingga berbentuk buku.
Proses memproduksi wahyu ini berjalan secara alamiah karena para penulis menggunakan budaya, zaman/periode, bahasa, alat tulis, dan tempat-tempat yang berbeda. Huruf dan bahan untuk menulis yang digunakan oleh Musa jauh lebih kuno dibandingkan dengan tulisan Yesaya, Mikha, atau para penulis Perjanjian Baru seperti Paulus. Dalam proses ini, Allah sebagai pengarang tunggal mengijinkan para penulis yang jamak itu mencatat segala firmanNya berdasarkan zaman dan budaya mereka, tetapi tetap dalam kontrol Allah sebagai pemberi sabda.
Jadi Firman yang diterima itu bersifat Supranatural/Kekal tetapi para penulis menggunakan alat dan budaya yang natural/alamiah.
ALKITAB ITU DI-ILHAM-KAN, BUKAN DI-DIKTE-KAN
Pengilhaman Alkitab tidak terjadi dengan cara di-diktekan. Jika Allah mendiktekan FirmanNya kepada para penulis, maka gaya tulisan-bahasa dan kosakata Alkitab akan bergaya bahasa Allah bukan? Tetapi faktanya Alkitab menggunakan gaya bahasa manusia normal. Artinya, tempat yang ditulis adalah tempat manusia, kisah yang ditulis sebagian cerita tentang manusia, budaya yang ditampilkan juga adalah budaya manusia.
Karena Firman itu berasal dari Allah, maka Dia menuntun para penulis untuk menggoreskan tinta masing-masing tanpa merampas kepribadian, budaya, dan zaman para penulis. Daud dan Salomo yang melankolis dituntun dan diijinkan Allah untuk menuliskan Firman Tuhan dalam bentuk puisi sesuai kebutuhan. Daniel, Yehezkiel, Mikha, dan Nabi lainnya dituntun dan diijinkan oleh Allah menuliskan FirmanNya dalam bentuk penglihatan bersifat simbolik sesuai kebutuhan jaman mereka. Paulus dan Rasul lainnya dituntun Allah untuk mendokumentasikan Firman Tuhan dalam bentuk surat.
Itu sebabnya corak, bentuk tulisan, gaya bahasa yang termuat dalam Alkitab itu beragam. Misalnya berbentuk Taurat seperti tulisan Musa, berbentuk kitab sejarah seperti kitab raja-raja, berbentuk nubuatan seperti kitab Nabi-Nabi, berbentuk puisi seperti Amsal-Mazmur, berbentuk Injil, atau berbentuk surat-surat.
Mengapa ini terjadi? Karena keadaan para penulis dan pembaca saat itu berbeda-beda. Berbeda dalam bahasa, sosial, spiritual, geografis, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Allah hendak menyampaikan FirmanNya kepada manusia normal sehingga menggunakan cara-cara yang normal sesuai budaya dan zaman.
Baca juga: Cara Merenungkan Alkitab dengan Pendekatan Tokoh, Ini 7 Langkahnya
Hasilnya, Firman Tuhan memiliki corak dan gaya bahasa yang berbeda. Apakah Allah inkonsisten? Tidak. Keadaan manusia lah yang berbeda. Budaya dan bahasa jaman Musa di abad 15 SM tentu berbeda dengan keadaan Paulus di abad awal masehi. Tentu saja Allah tidak harus memaksakan kondisi peradaban kuno diterapkan di zaman modern bukan? Apa anda mau sekarang menulis dengan menggunakan paku di batu, tembok atau tulang binatang ?