Mohon tunggu...
Bibit Sukma
Bibit Sukma Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Berjuang dan Berhasil

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Membuka Pemahaman Buku "Hukum Pernikahan Islam" Karya KH. Ahmad Azhar Baysir, MA

6 Maret 2023   21:03 Diperbarui: 6 Maret 2023   21:11 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berikut ini adalah rujuk. Rujuk tersebut patut dipertimbangkan jika Anda ingin membangun kembali halaman rumah yang harmonis. Artinya hidup kembali sebagai suami istri diantara pasangan yang berpisah melalui talak raj'i saat masih dalam masa iddah tanpa akad nikah baru. Surat Al-Baqarah ayat 228 menjelaskan bahwa suami berhak rujuk sebagai penyeimbang hak cerainya. Lalu apa saja syarat penyerahan diri? Pasangan dapat menjadikan acuan jika memenuhi syarat yang ada; diatas segalanya. Mantan pasangan terlibat, artinya perceraian antara pria dan wanita yang tidak terlibat tidak memberikan hak referensi kepada mantan pasangan, yang lain. Cerai yang diucapkan oleh suami tanpa membayar iwad dari istri, artinya jika suami melepaskan haknya untuk membayar iwad atas permintaan istri baik dengan khuluk maupun dengan melakukan ta'lik talak, dia tidak berhak kembali, yang ketiga. Rujukan terjadi ketika mantan istri masih dalam masa iddah, jika masa idda telah berakhir, maka digunakan hak suami untuk kembali ist, keempat. Persetujuan pasangan untuk tunduk.

Sebagian besar ahli hukum menganggap tepat untuk merujuk pada tindakan tanpa kata-kata saat menerapkannya. Misalnya mengumpulkan mantan istri atau kegiatan bersama antara suami istri. Menurut pendapat Imam Syafi'i, seharusnya merujuk pada pernyataan lisan yang diberikan kepada istri mantan suami. Sesuai dengan syarat pembuktian perceraian, rujukan ini juga harus dibuktikan. Imam Syafii mengatakan bahwa mengakui perceraian hukum adalah sunnah, tetapi hukumnya wajib dalam referensi hukum. Pelaksanaan mediasi di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 tentang Kewajiban Pencatat Nikah dan Tata Kerja Peradilan Agama, Bab XI, Pasal 32, 33 dan 34. Dalam hal lain, mediasi harus dilakukan dengan persetujuan pasangan di hadapan buku nikah karyawan atau P3 NTR.

Dalam buku ini juga dibahas hadanah, atau membesarkan anak, syarat-syarat hadanah, biaya membesarkan anak, dan berakhirnya masa asuhan. Dan juga membahas beberapa hal penting tentang status anak, mulai dari silsilah anak, sahnya silsilah anak, status anak dalam hukum.

Lalu tentang adopsi. Adopsi adalah pengangkatan anak, akibatnya anak angkat meninggalkan garis keluarga dengan ayahnya sendiri dan berpindah ke dalam hubungan keluarga orang tua angkatnya. Pengangkatan anak biasanya dilakukan oleh orang yang perkawinannya tidak menghasilkan keturunan. Dalam adopsi, anak angkat memiliki hubungan yang sama dengan ayah angkatnya seperti halnya dengan ayah kandungnya. Ada hubungan waris-mewaris antara anak angkat dan orang tua angkat.

Nafkah keluarga. Dengan perkawinan datanglah kewajiban pemeliharaan seorang laki-laki terhadap istri dan anak-anaknya. Dalam surat Al-Baqarah ayat 233 yang agung, yang mengajarkan bahwa ayah (bapak suami) wajib menafkahi ibu dengan cara yang baik. Manusia tidak dibebani kewajiban kecuali sesuai dengan kemampuannya. Seorang ibu seharusnya tidak menderita kesengsaraan untuk anaknya. Demikian pula, seorang ayah tidak boleh menderita kesengsaraan untuk anaknya, begitu pula putra mahkota. kondisi hidup wajib; kekerabatanlah yang memaksa hubungan turun-temurun antara kerabat yang membutuhkan dan kerabat yang menjadi tanggungan, ada kerabat yang membutuhkan dukungan, kerabat yang membutuhkan dukungan tidak dapat bekerja sendiri, tanggungan cukup mampu, dan terakhir dengan agama, selain dukungan dari anak-anak dan orang tua.

Nafkah anak. Seperti yang telah disebutkan, ayah berkewajiban untuk mengasuh anak-anaknya. Tugas ayah ini membutuhkan syarat-syarat berikut; anak-anak membutuhkan dukungan dan tidak dapat bekerja. Anak-anak dianggap tidak mampu ketika mereka masih anak-anak atau orang tua dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan anak perempuan. Kedua, ayah adalah harta dan berhak menghidupi dirinya sendiri, baik karena ia memiliki pekerjaan yang produktif maupun karena ia memiliki kekayaan yang menjadi tumpuan hidupnya.

Yang selanjutnya nafkah orang tua. Kewajiban anak memberi nafkah orang tua termasuk dalam pelaksanaan perintah Al-Qur'an agar anak berbuat kebaikan kepada dua orang tuanya. Q.S Luqman ayat 15 disebutkan kewajiban anak berbuat baik kepada orang tua, meskipun orang tua itu adalah orang-orang musyrik. Ayat tersebut memerintahkan agar anak berbuat yang makruf terhadap dua orang tuanya. Imam Malik berpendapat bahwa kewajiban anak memberi nafkah orang tua itu hanya terbatas sampai ayah ibunya sendiri, tidak termasuk kakek dan neneknya. Namun jumhur fukaha berpendapat bahwa kakek dan nenek dipandang sebagai orang tua yang berhak nafkah dari cucunya.

Dalam mendidik anak. Pada surah Q.S At-Tahrim ayat 6 mengajarkan "Wahai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...". Perintah menjaga diri dan keluarga dari api neraka itu, apabila ditinjau dari segi pendidikan, berarti suatu perintah agar kita mendidik diri dan keluarga kita untuk memiliki kekuatan jiwa yang mampu menahan perbuatan-perbuatan yang akan menjerumuskan kepada kesesatan, perbuatan-perbuatan yang manarik kepada sikap durhaka kepada Allah, yang akhirnya mengakibatkan penderitaan siksa neraka.

Yang terakhir mengenai pembahasan keluarga berencana. Keluarga berencana bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan hidup keluarga, spiritual, dan material, individu dan kelompok. Dari segi hukum, ikhtiar untuk mewujudkan kesejahteraan hidup keluarga atas prinsip "keluarga kecil: itu tidak dilarang agama. Al-Qur'an maupun Sunnah Rasul tidak ada yang melarang agar orang jangan berkeluarga kecil. Oleh karena itu, berkeluarga kecil dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan hidup keluarga seperti yang disebutkan diatas itu pada dasarnya termasuk hal yang hukumnya "mubah", boleh hukum mubah itu masih dapat mengalami perubahan ketentuan hukum, bergantung kepada motivasinya.

Sehubungan dengan isi buku ini menurut penulisnya sendiri ditujukan untuk pembaca yang masih awam tentang pernikahan dalam agama Islam. Sehingga sangat berguna bagi semua orang. Sumber-sumber rujukan disajikan secara sistematis dalam daftar pustaka, penturan yang terpadu dengan perenungan menjadikan mudah dipahami dan dimaksudkan untuk menyampaikan ajaran-ajaran spiritural dan universal Islam dalam hal pernikahan.

Jadi, setelah membaca, bisa menyimak bagaimana hukum dari suatu pernikahan, lalu proses nya seperti khitbah, akad nikah dan unsur di dalamnya, syarat sahnya perkawinan, hukum menghadiri walimah, hak dan kewajiban suami istri, putusnya perkawinan, iddah, tata cara rujuk, mengasuh anak (hadanah), bagaimana kedudukan anak dari nasab anak hingga kedudukan anak dalam undang-undang, adopsi, nafkah keluarga, nafkah anak dan nafkah orang tua, lalu bagaimana mendidik anak, dan yang terakhir program keluarga berencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun