Mungkin ada pemimpin yang meminta maaf kepada masyarakat atas kesalahan yang dilakukan bawahannya. Biasanya permintaan maaf itu dilakukan lewat mimbar-mimbar pidato atau di meja press conference. Karena bagi mereka, para pemimpin itu, datang dan meminta maaf langsung pada masyarakat dianggap terlalu berisiko, dianggap sangat membahayakan. Apalagi harus mendatangi masyarakat yang sesang marah. Jelas, mereka tak punya nyali untuk melakukan itu.
Kebiasaan seperti itulah yang memperlebar jarak antara pemimpin dan yang dipimpin. Tidak salah memang jika masyarakat banyak melabeli pimpinannya sebagai orang tak bertanggung jawab karena telah meninggalkan masyarakat saat dirundung persoalan. Padahal, apa sih risikonya? Apakah akan dibunuh, disiksa atau diarak telanjang keliling kampung? Enggak kan? Kalau cuma disoraki atau dipameri tulisan-tulisan agitatif itu kan sudah lumrah dan tidak membayahayakan.
Salah satu yang patut dicontoh oleh seluruh pemimpin di negeri ini adalah keberanian sosok Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah satu ini memang layak menerima acungan dua jempol tangan. Apa yang dia lakukan untuk menyelesaikan Polemik Desa Wadas di Kabupaten Purworejo membuat siapapun kaget dan kagum padanya.
Bagaimana tidak coba? Jika merunut meletusnya polemik rencana penambangan Desa Wadas di media sosial, hampir seluruh tangan netizen dengan sangat cepat mencet keypad handphone untuk menyalahkan Ganjar. Dari pengepungan desa oleh aparat, penangkapan warga dan aktivis oleh polisi, hilangnya signal sampai blokade akses ke Wadas bagi warga desa atau daerah lain. Oleh netizen bahkan oleh masyarakat luas, yang patut disalahkan dan harus bertanggung jawab atas semua kejadian itu adalah Ganjar Pranowo. Padahal bupati lah yang semestinya turun tangan menyelesaikan persoalan di desa. Tapi dari awal polemik bupati Purworejo justru tidak pernah kelihatan batang hidung. Dia menghilang entah kemana.
Sudah jatuh, ketimpa tangga pula. Itulah yang dialami Ganjar. Sudah jelas bahwa proyek itu adalah tanggung jawabnya Kementerian PUPR dan BBWS, urusan tanah tanggung jawabnya BPN sementara soal pengamanan jadi tugas kepolisian. Apakah dengan begitu Ganjar langsung lepas tangan? Tidak. Desa Wadas adalah bagian dari Jawa Tengah. Karena itu seluruh nasib dan keselamatan warganya jadi tanggung jawab Ganjar.
Buktinya begitu ada penangkapan terhadap warga, Ganjar lah yang meminta kepolisian untuk melepaskan. Bahkan Ganjar pula yang menyewakan bus untuk mereka kembali ke kampung halaman. Ketika terjadi perbedaan pendapat antar warga terkait rencana penambangan, Ganjar pula yang turun untuk rembugan bareng warga Desa Wadas yang pro maupun kontra. Bahkan Ganjar, yang semula disalah-salahkan oleh aktivis maupun warga justru datang ke Desa Wadas, meminta maaf dan ngajak rembugan.
Di sinilah keberanian yang tidak dimiliki oleh pemimpin lain di negeri ini. Bukan hanya menemui yang pro. Ganjar bahkan bisa duduk lesehan rembugan bareng warga yang kontra. Jika dibilang langkah Ganjar itu berisiko, saya sepakat. Bahkan saya menganggap langkah Ganjar ke Desa Wadas dan menemui warga yang kontra itu sangat berisiko. Ilmu intelijen manapun akan sepakat dengan ungkapan saya itu. Tapi, besarnya risiko yang bisa kita baca tak sebesar ketulusan Ganjar untuk menolong warganya.
Tak ada cacian atau umpatan yang Diterima Ganjar saat bertemu warga yang kontra. Justru sebaliknya. Mereka justru baris berjajar menyambut kedatangan Ganjar. Mereka tersenyum, bersalaman bahkan sebagian ada yang mencium tangan Ganjar. Memang benar, jika kita melakukan sesuatu bersumber dari hati maka hati orang lain akan merasakan. Warga Wadas telah merasakan kesungguhan Ganjar yang tetap bersama mereka.
Jika melihat langkah Ganjar itu, orang-orang tua di Jawa pasti akan langsung menyitir tembang yang ada di Serat Wedhatama. Begini bunyinya;
"Sapa ntuk wahyuning Allah
Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit
Bangkit mikat reh mangukud
Kukutaning jiwangga
Yen mangkono kena ingaranan sepuh/ Lire sepuh sepi hawa/ Awas roroning atunggil//
Kurang lebih begini makna tembang itu;
Siapa yang mendapat anugerah Tuhan, Akan pandai menerapkan ilmu yang baik, Mampu menarik perintah kesempurnaan, Lepasnya jiwa raga, Kalau demikian itu dapat disebut orang tua, Maksudnya tua adalah sudah jauh dari hawa nafsu, Mengetahui "dwi tunggal.
Keberanian dan ketegasan memang hanya dimiliki oleh orang-orang yang benar. Begitulah kira-kira yang saya baca dari langkah Ganjar. Jika dia bermain-main dalam proyek bendungan atau penambangan Wadas, sudah barang tentu dia akan ngumpet. Walau harus di lubang semut pun akan dia lakukan. Tetap lah di jalan yang benar, Pak Ganjar. Karena becik ketitik ala ketoro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H