Mohon tunggu...
Bianda Ajriyani
Bianda Ajriyani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa UMN

Be the one

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Untuk Sahabatku

5 Oktober 2019   22:54 Diperbarui: 5 Oktober 2019   22:52 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku Melli, aku adalah seorang murid SMP Cendana yang sedang merasakan kesepian tanpa hadirnya seorang sahabat. Mentari telah menampakkan sinarnya yang hangat. Angin berhembus semilir lembut, menerpa daun-daunan pohon dengan ukuran besar yang menari mengikuti arah berhembusnya. Alangkah indahnya jika ada sahabat yang ingin menemani hariku. Dikala langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat disisiku. Saat terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat disampingku. Aku sangat merindukan kehadiran seorang sahabat.

Aku menjalankan hari-hari ku bersama sahabat dari mulai diluar sekolah sampai didalam sekolah pun aku selalu bersama, tetapi suatu hari aku merasa sendirian, aku tidak tau apa yang salah denganku. Selama aku duduk di bangku SMP sampai sekarang. Saat aku telah hampir lulus dari SMP, kupikir aku akan mudah untuk mencari sahabat. Tapi kenyataan,  dengan harapanku tak sejalan. Yang ku dapat hanya kekecewaan dari yang kukira sahabat. Tidak seperti temanku, Tania yang mempunyai banyak sahabat. Dan menjadi anak emas di kelas. Orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku jika aku membutuhkannya. Saat istirahat tiba aku melihat orang yang kuanggap sahabat dan langsung ku ajak keluar kelas.

 "farrah, kita ke kantin yuk," ajak Tania

"Yuk... yuk... yuk!" Sambil menarik tangan Tania.

Dia tidak mengajakku sama sekali dan langsung pergi. Padahal hari-hari kami sering dihabiskan bersama. Aku menghela nafas dan melangkah keluar dari ruang kelas dengan menahan tangis. Aku begitu lelah menghadapi kesendirianku. Aku selalu merasa tak punya teman. Saat aku mendengar bel berbunyi yang menandakan sekolah telah selesai, aku bergegas mengerjakan tugas bersama Sasa di rumahnya.  Di siang hari yang panas ini aku berjalan ke rumahnya.

"Sa, aku numpang ke kasur ya," ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat.

Sasa membiarkanku berbaring di kasurnya. Aku menutup wajahku dengan bantal. Tangis yang selama ini kutahan akhirnya kuluapkan. Tak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tidak sadar aku membutuhkan teman. Sendiri dalam kesepian begitu membuatku takut. Aku merasa sepi walaupun di dalam keramaian.  Sudah banyak pengorbanan yang kulakukan hanya untuk mencari seorang sahabat.

"Mel, kamu kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba," tanya Sasa padaku, aku tidak menjawabnya sampai aku menyelesaikan tangisku.

"Ngga papa, Sa."  Aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika

kumaknai.

"Mel, tau nggak ? tadi aku ketemu loh sama dia," ujar Sasa.

Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai. Dia bercerita kepadaku tentang semua yang ia alami di hari itu.Walaupun Sasa bercerita kepadaku, aku tak begitu berharap banyak pada Sasa untuk menjadi sahabatku. Kurasa semua sama. Tak ada yang setia menemaniku. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan olehnya. Jika mereka membutuhkanku, aku didekati. Begitu sebaliknya, aku ditinggalkan kembali. Aku sudah terlalu biasa dengan disakitin dalam hal persahabatan seperti ini, hanya bisa menerima seadanya disaat ada seseorang yang ingin berjumpa untuk bercerita dengan ku. Kemudian Sasa langsung membuka pembicaraan

"Mel, kenapa ya, Nina jadi jauh. Padahal udah deket banget sama dia. Dia yang dulu paling mengerti. Sekarang berubah"

Sasa memberitahuku tentang  Nina yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. Dalam benakku, aku berkata "Bukan kamu saja Sa, aku juga sedang mengalami perasaan dan hal yang sama. Andai kamu mengetahui hal ini" Setelah Sasa mengakhiri pembicaraan, aku langsung menasehati nya

"Yah, Sa. Jangan merasa sendirian gitu dong," balasku tersenyum, "Kalau kamu sadar Sa, Tuhan kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah sendirian. Dia selalu menemani kita," kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku tanpa memikirkan perasaanku sendiri disaat itu.

Lalu tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Aku pun mendapatkan solusi bagi masalahku sendiri. Lalu Sasa tiba-tiba memelukku dengan begitu erat, sehingga saat aku ingin melepaskannya pun tak mampu melakukannya.

"Maaf ya, Mel. Seharusnya aku sadar. Selama ini tuh yang selalu nemenin , dengerin ,dan  ngga pernah kesel sama aku itu kamu. Kenapa baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi berpisah"

Sasa tidak kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan kehampaan sejenak. Akupun ikut menangis. Kemudian aku melepaskan pelukannya .

Kami tersenyum bersama. Sekarang aku mempunyai sahabat yang menemaniku. Kami duduk dan tertawa bersama sambil meminum teh manis yang hangat dan menceritakan banyak hal. Perasaanku sejernih embun pagi saat itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun