Mohon tunggu...
Lala Okkyania
Lala Okkyania Mohon Tunggu... -

Lagi selalu mengejar mimpi. Man Jadda wajadda. Jika kamu berusaha pasti kamu akan berhasil. "Jangan pernah remehkan kekuatan mimpi setinggi apapun itu, karena sungguh Tuhan Maha Mendengar." Saya percaya itu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Depede.. Depede.. Keluhanku Tentangmu Ternyata Masih Berlanjut

23 November 2009   04:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:13 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah siapa kalo Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kemudian menjadi salah satu lembaga tinggi negara yang kemudian tidak terlalu dikenal oleh masyarakat?

Salah siapa kalo kemudian keberadaan DPD malah dianggap sinis oleh sebagian masyarakat bahkan yang berstatus pegawai negeri karena dianggap sebagai bagian dari partai yang menggerogoti suatu instansi?

Salah siapa juga kalo kemudian DPD kalaaaaaaaah tenar, pengaruh, dan wewenang dibandingkan KPK yang status hukum lembaganya dibawah DPD?

Cerita saya tentang lembaga ini ternyata masih terus berlanjut, setelah sebelumnya gagal mendeteksi keberadaan sekretariat lembaga tersebut di daerah saya, Semarang, akhirnya saya menemukan kantor tersebut di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (bukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan seperti yang saya lihat di berita tahun 2005 dengan alamat yang sama)

Begitu sampai di sana….

Katanya ada papan nama Sekretariat DPD, kok ga ada ya… Malah ketutup spanduk program kerja Departemen Pariwisata.

“ Maaf Pak… Apa benar di sini kantor Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah?”

“ Oh, iya mbak memang di sini tempatnya….”

(Syukurlah pikirku)… “ Eum, saya mw ketemu dengan staff atau siapa saja yang berwenang di sini untuk mengadakan penelitian.”

“ Oh.. Kalo mbak tanya apa di sini tempatnya DPD, benar, ini tempatnya.”

Maksudnya……….???

“ Trus?” Tanyaku masih belum paham.

“ Tpi kalo trus tanya dimana ruangannya, saya tunjukkan itu ruangannya…” jawab si Bapak di bagian penerima tamu dengan enteng sambil menunjuk ke arah belakangku.

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

*&^%$K>@#$@!!!!!

Busyet, lembaga tinggi negara yang kedudukannya aja setingkat ma Presiden, DPR ma MPR tempat kerjanya cuma dihargai seruangan yang papan petunjuk pintunya aja keterangannya E5!!

…………….

“ Kok tutupan ya Pak?”

“ Oh, iya mbak, itu memang datangnya seenaknya aja, bla, bla, bla…..”

%$#@?/S>*&!!! Uda. Yang kedengeran saat itu cercaan aja yang dikeluarin Si Bapak, tpi yang aku pikir, Matilah aku!! Niy uda jam 10.30 dan staffnya belom dateng sementara kayaknya niy sekretariat ga da jam kerja kalo nunggu mw nunggu ampe jam berapa, kalo besok ke sini lagi mw kesini lagi jam berapa. Dan yakin saat itu sambil nunggu, pikiran yang ada uda jelek aja tentang niy lembaga, pikirku ntar begitu balik kampus langsung mw curhat ma dosenku.

30 menit menanti, akhirnya yang dinanti datang.

Laki-laki dan perempuan yang langsung diperkenalkan oleh si Bapak sebagai staff di sana..

“ Loh, niy anaknya Pak **** kan.”

Bengong sekejap. Sambil ketawa bingung. “ Kok tw mas..?”

“ Saya masnya *** yang pernah bapak bantu waktu di Jakarta..”

Ohh…

“ Gimana, ada yang bisa dibantu..”

“ Oh, iya mbak, ini aku dari FISIP.”

“ Oh, kita juga FISIP loh…” Mereka kemudian terlihat begitu bercahaya…

Yes. Kenal orangtua, satu almamater juga. Dongkol terobati, mereka termaafkan. Plus mereka ramah. Hehehe..

Tanpa dipersulit apa2, mereka langsung memberikan banyak referensi yang bisa saya bawa pulang dengan jaminan uda tw rumah, jadi tetep aja ga bisa nilep buku. Ketika saya cerita gimana susahnya saya mencari alamat niy mereka cuma bilang,

“ Yang kasian tu kamu apa DPDnya ya dek?”

Banyak cerita yang saya dapat dari sudut pandang mereka tentang lembaga ini, bahkan parahnya dari mereka saya tau keberadaan DPD di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan juga banyak didebat oleh pegawai di sana karena iri dengan fasilitas yang diberikan oleh para staff di sana. Ditambah mereka berpikir bahwa DPD itu bagian dari Partai alias dipikirnya Dewan Pertimbangan Daerah Partai XXXX.

Kalo kemaren saya dengan percaya dirinya bilang DPD itu punya kantor perwakilan di tiap ibukota propinsi, ternyata ga lho…. Se Indonesia yang ada 32 propinsi niy, DPD yang punya sekretariat di daerah cuma 2 Jateng ma Jabar!! Yang laennya sentral di Jakarta.

Makasi Allah, Engkau mengilhamkan tema ini ketika aku di Semarang.

Pantesan, tiap buku yang saya baca ga ada yang ga ngritik elitisme anggota DPD dan pengaturan hubungan mereka dengan perangkat di daerah baik itu Gubernur, DPRD ampe konstituantenya. Lah katanya wakil daerah, tpi ga punya kantor di daerah kan juga ga pantes?

Kalo anggota DPR ketika masa reses dan mereka balik ke daerah mereka masing-masing, mereka masih punya wadah di daerah-daerah lewat partai yang jaringannya bahkan uda ada yang nyampe desa. Kalo DPD? Dengan masa reses terbanyak, setahun 4 kali tanpa punya perangkat jaringan di daerah mau gimana caranya jaring aspirasi di masyarakat, atau gimana caranya masyarakat kalo mw ngadu ke DPD?? Berharap masyarakat melek internet juga ga mungkin, orang proses di box aspirasi juga kebanyakan mandeg di sana aja.

Inilah kelemahan DPD satu lagi yang saya tambahkan , bahwa prinsip pembentukan DPD memang sangat baik sebagai penanda digunakannya sistem bikameral dalam parlemen kita dan penguatan mekanisme check n balances antar lembaga legislatif. Tpi tanpa pengaturan yang jelas tentang hubungan kerja DPD dengan perangkat lembaga di daerah, sekali lagi DPD menjadi timpang kedudukannya.

Ini kemudian yang diatur kembali walau masih kabur oleh UU No. 27 Tahun 2009, bahwa setiap Dewan Perwakilan Daerah memiliki kantor perwakilan di daerah yang pembiayaannya dianggarkan dalam APBN, dan kerja anggota DPD 75% berada di daerah. Hal ini juga menjadi satu lagi ironis DPD. Jujur-jujuran aja, siapa c yang waktu pileg DPD kemaren yang milih anggota DPD ga asal-asalan?

Ah, niy kayaknya oke, yang niy aja d, orangnya kayaknya berwibawa d contreng niy aja… Eum, niy ibu cantik juga pilih niy aja ah…

Akhirnya secara kualitas pun kita dari mempertanyakan sampai akhirnya menjadi acuh tak acuh. Padahal kalo itung-itungan anggaran kalo akhirnya 2010 tiap anggota DPD bertempat di daerah dengan kantor serta semua fasilitasnya ditambah staff min 4 aja di 32 provinsi berapa biaya yang harus dianggarkan di APBN untuk itu? Bukannya malah lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk KPK?

Dan kalo uda gitu, masi bisa kita ga peduli kalo pajak yang kita bayarkan dari apa yang kita kerjakan digunakan untuk membiayai sebuah lembaga yang sebenarnya berangkat dari keinginan yang baik terhadap penataan ketatatanegaraan tapi tanpa perhatian yang cukup karena secara wewenang sudah dikebiri, kurang biasa berinisiatif dan masyarakat pun akhirnya tak peduli??

Atau harus DPD melalui anggotanya bikin perkara dulu ma Kepolisian dan Kejagung buat disorot, dikenal, didukung kemudian direformasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun