Mohon tunggu...
Lala Okkyania
Lala Okkyania Mohon Tunggu... -

Lagi selalu mengejar mimpi. Man Jadda wajadda. Jika kamu berusaha pasti kamu akan berhasil. "Jangan pernah remehkan kekuatan mimpi setinggi apapun itu, karena sungguh Tuhan Maha Mendengar." Saya percaya itu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Depede.. Depede.. Keluhanku Tentangmu Ternyata Masih Berlanjut

23 November 2009   04:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:13 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalo kemaren saya dengan percaya dirinya bilang DPD itu punya kantor perwakilan di tiap ibukota propinsi, ternyata ga lho…. Se Indonesia yang ada 32 propinsi niy, DPD yang punya sekretariat di daerah cuma 2 Jateng ma Jabar!! Yang laennya sentral di Jakarta.

Makasi Allah, Engkau mengilhamkan tema ini ketika aku di Semarang.

Pantesan, tiap buku yang saya baca ga ada yang ga ngritik elitisme anggota DPD dan pengaturan hubungan mereka dengan perangkat di daerah baik itu Gubernur, DPRD ampe konstituantenya. Lah katanya wakil daerah, tpi ga punya kantor di daerah kan juga ga pantes?

Kalo anggota DPR ketika masa reses dan mereka balik ke daerah mereka masing-masing, mereka masih punya wadah di daerah-daerah lewat partai yang jaringannya bahkan uda ada yang nyampe desa. Kalo DPD? Dengan masa reses terbanyak, setahun 4 kali tanpa punya perangkat jaringan di daerah mau gimana caranya jaring aspirasi di masyarakat, atau gimana caranya masyarakat kalo mw ngadu ke DPD?? Berharap masyarakat melek internet juga ga mungkin, orang proses di box aspirasi juga kebanyakan mandeg di sana aja.

Inilah kelemahan DPD satu lagi yang saya tambahkan , bahwa prinsip pembentukan DPD memang sangat baik sebagai penanda digunakannya sistem bikameral dalam parlemen kita dan penguatan mekanisme check n balances antar lembaga legislatif. Tpi tanpa pengaturan yang jelas tentang hubungan kerja DPD dengan perangkat lembaga di daerah, sekali lagi DPD menjadi timpang kedudukannya.

Ini kemudian yang diatur kembali walau masih kabur oleh UU No. 27 Tahun 2009, bahwa setiap Dewan Perwakilan Daerah memiliki kantor perwakilan di daerah yang pembiayaannya dianggarkan dalam APBN, dan kerja anggota DPD 75% berada di daerah. Hal ini juga menjadi satu lagi ironis DPD. Jujur-jujuran aja, siapa c yang waktu pileg DPD kemaren yang milih anggota DPD ga asal-asalan?

Ah, niy kayaknya oke, yang niy aja d, orangnya kayaknya berwibawa d contreng niy aja… Eum, niy ibu cantik juga pilih niy aja ah…

Akhirnya secara kualitas pun kita dari mempertanyakan sampai akhirnya menjadi acuh tak acuh. Padahal kalo itung-itungan anggaran kalo akhirnya 2010 tiap anggota DPD bertempat di daerah dengan kantor serta semua fasilitasnya ditambah staff min 4 aja di 32 provinsi berapa biaya yang harus dianggarkan di APBN untuk itu? Bukannya malah lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk KPK?

Dan kalo uda gitu, masi bisa kita ga peduli kalo pajak yang kita bayarkan dari apa yang kita kerjakan digunakan untuk membiayai sebuah lembaga yang sebenarnya berangkat dari keinginan yang baik terhadap penataan ketatatanegaraan tapi tanpa perhatian yang cukup karena secara wewenang sudah dikebiri, kurang biasa berinisiatif dan masyarakat pun akhirnya tak peduli??

Atau harus DPD melalui anggotanya bikin perkara dulu ma Kepolisian dan Kejagung buat disorot, dikenal, didukung kemudian direformasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun